Dark/Light Mode

Penggunaan Kendaraan Listrik Berkelanjutan sebagai Aspek Pendukung Net Zero Emission di Indonesia

Jumat, 6 Januari 2023 21:08 WIB
Ilustrasi kendaraan listrik (Gambar: Freepik.com)
Ilustrasi kendaraan listrik (Gambar: Freepik.com)

Perubahan iklim merupakan permasalahan yang telah mendunia dan menjadi perhatian penting bagi beberapa negara. Suhu rata-rata global telah mengalami kenaikan  dan akan berpengaruh pada bencana alam. Menurut laporan yang disusun oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), kegiatan manusia menyebabkan percepatan kenaikan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Berdasarkan Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia menghasilkan 1.866.552 juta ton emisi gas rumah kaca pada tahun 2019. Susunan gas rumah kaca utama ialah CO2, CH4, dan N2O. Dari ketiga gas tersebut, kandungan CO2 terbanyak di atmosfir. 

Salah satu sektor yang menyumbang emisi paling banyak adalah energi, mencapai 638.808 juta ton pada tahun 2019. Sumber emisi GRK pada sektor energi didominasi dari sektor transportasi. Terlebih pertumbuhan penggunaan kendaraan konvensional yang terus bertambah menyebabkan banyak keresahan. Inovasi kendaraan ramah lingkungan dan beremisi rendah adalah solusi yang dianggap dapat mengurangi emisi GRK dan berkorelasi terhadap pengendalian dampak perubahan iklim.

Saat ini, kendaraan listrik menjadi perhatian serius dan terus dikembangkan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicleuntuk Transportasi Jalan. Penggunaan kendaraan listrik dapat membantu mengurangi emisi gas polutan seperti CO, HC, SO2, NOx, dan PM dengan cukup signifikan. Kendaraan listrik terbukti ramah lingkungan dan mendukung pengurangan emisi GRK. Hal ini tentunya sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia mengurangi emisi GRK sebesar 29% secara mandiri dan sebesar 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Target conditional tersebut akan dicapai melalui penurunan emisi GRK sektor Kehutanan (17,2%), energi (11%), pertanian (0,32%), industri (0,10%), dan limbah (0,38%). 

Tabel 1. Emisi Gas Rumah Kaca Menurut Jenis Sektor (ribu ton CO2e) (KLHK, 2020)

Baca juga : Tutup Tahun 2022, Ralalian Bagikan Makanan Siap Saji Untuk Petugas Kebersihan & Panti Sosial

Saat ini, terdapat empat jenis mobil listrik berdasarkan teknologi mesinnya yaitu Battery Electric Vehicle (BEV), Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), dan Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV). Jenis BEV merupakan mobil yang menggunakan 100% listrik dan dibandingkan dengan jenis lain mobil ini diklaim lebih efisien dan irit. Jenis HEV merupakan mobil dengan menggabungkan dua sistem penggerak yaitu bersumber dari baterai namun tidak dapat diisi ulang secara eksternal dan juga menggunakan bahan bakar minyak. Ada pun kelebihan mobil jenis HEV ini mengkonsumsi bahan bakar lebih irit dua kali dibandingkan dengan mobil konvensional. Jenis PHEV juga menggunakan sumber baterai dan bahan bakar minyak namun, baterai yang digunakan dapat diisi ulang secara eksternal. Jenis FCEV atau kendaraan zero emission yang mengandalkan Fuel-Cell untuk menghasilkan listrik. Dengan kata lain, mobil dengan jenis ini bisa menghasilkan tenaga listriknya sendiri secara internal untuk menjalankan kendaraan. 

Skenario Pembangunan Berkelanjutan (SDS) ingin mencapai net zero emission pada tahun 2070 dan kenaikan suhu global tetap di bawah 1,7- 1,8 dengan probabilitas 66%, sejalan dengan ambisi Paris Agreement yang lebih tinggi. Kendaraan listrik dan penyimpanan baterai menyumbang sekitar setengah dari permintaan mineral pertumbuhan dari teknologi energi bersih selama dua dekade berikutnya, didorong oleh lonjakan permintaan untuk bahan baterai. Permintaan mineral dari pembangkit listrik rendah karbon tumbuh pesat mencapai tiga kali lipat pada tahun 2040, sehingga dengan hal ini dapat mendukung target emisi karbon.

Baca juga : Insentif Kendaraan Listrik Bisa Selamatkan Indonesia dari Jerat Defisit Migas

Indonesia telah memberikan komitmen penurunan emisi GRK sebesar 29% dengan usaha sendiri dan dapat ditingkatkan menjadi 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030, sebagaimana yang dituangkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Menurut Climater Action Tracker (CAT), untuk mencapai target penurunan emisi GRK yang sesuai dengan Paris Agreement, maka diperlukan peningkatan ambisi aksi perubahan iklim di sektor kelistrikan dan transportasi. Di sektor transportasi, peningkatan penggunaan kendaran listrik untuk kendaraan dan kereta dapat menurunkan emisi GRK sebesar 69MtCO2e (Climate Action Tracker, 2019b).

Gambar 1. Target Emisi Karbon Indonesia Tahun 2030 (Enhanced NDC, 2022) 

Menurut IESR, dalam skenario ambisius, penetrasi EV dapat mengurangi emisi sebesar 8,4 juta ton CO2 pada tahun 2030 dan 49,5 juta ton pada tahun 2050. Ini adalah sekitar 10% dari target pengurangan emisi sektor transportasi untuk tahun 2030 dan 2050 di bawah skenario 1,5°C dengan emisi masing-masing 10% dan 34 CAT dari kendaraan yang mengemudi. Penggunaan kendaraan listrik lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan BBM. Dari perhitungan satu liter BBM sama dengan 1,2 kWh listrik. Emisi karbon satu liter BBM mencapai 2,4 kilogram. Sedangkan 1 kWh listrik pada sistem kelistrikan di Indonesia yang masih ditopang oleh PLTU, emisinya sekitar 0,85 kg CO2e.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa 1,2 kWh besar emisi yang dihasilkan sekitar 1,1 kg CO2e. Di sisi lain, pengurangan maksimum emisi gas rumah kaca pada tahun 2050 akan membutuhkan larangan penjualan mobil konvensional setidaknya setelah tahun 2035. Namun, ketentuan harus dibuat untuk memenuhi kebutuhan lokasi pengisian baterai yang sesuai dengan kapasitas pengguna. Selain itu, kendaraan listrik dapat mengurangi konsumsi bahan bakar (BBM) secara signifikan. Simulasi menggunakan skenario ambisius memproyeksikan penurunan permintaan minyak sebesar 36 juta barel pada tahun 2030 dan 166 juta barel pada tahun 2050. Penghematan ini dapat mengurangi impor minyak sebesar 5% pada tahun 2030 dan 2011 jika dibandingkan dengan impor minyak yang diproyeksikan oleh Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Penghematan bahan bakar dari penggunaan kendaraan listrik juga dapat mengimbangi peningkatan konsumsi bahan bakar. Selain itu, mengurangi konsumsi bahan bakar dapat meningkatkan kualitas udara.

Baca juga : Wujudkan Pariwisata Berkelanjutan, YYADU! Ajak Masyarakat Kelola Sampah Laut

Pemerintah telah menindaklanjuti program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Kendaraan yang berperan sebagai transportasi jalan itu diprediksi akan meningkat dari tahun ke tahun. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan terdapat 2,73 juta kendaraan listrik roda dua dan tiga pada tahun 2021, dengan kebutuhan stasiun pengisian sebanyak 170 ribu unit di seluruh Indonesia. Kuantitasnya bertambah tiap tahun. Pada 2030, pemerintah memperkirakan ada 7,46 juta kendaraan listrik dengan kebutuhan stasiun pengisian mencapai 530 ribu unit. Jumlah stasiun pengisian listrik umum di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 7.149 unit yang tersebar di 3.348 lokasi. Sedangkan jumlah di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) sebanyak 16 unit. 

Gambar 2. Proyeksi Perkembangan Kendaraan Listrik (Kementrian ESDM, 2020)

Bauran energi terbarukan sebagai energi primer pada pembangkit listrik merupakan salah satu prasyarat mutlak bagi keberlanjutan kendaraan listrik dan krusial dalam pengendalian dampak perubahan iklim di Indonesia. Selain itu, setidaknya ada empat syarat lain yang harus dipenuhi. Pertama, pengaturan yang ketat terhadap kegiatan pertambangan, khususnya terkait bahan baku mineral baterai. Meningkatkan standar keamanan lingkungan sangat penting untuk mencegah kerusakan alam akibat pertambangan. Kedua, mekanisme pembuangan limbah baterai perlu dilakukan sebelum penggunaan EV meningkat secara signifikan. Ketiga, insentif fiskal berupa pengurangan atau penghapusan pajak nonfiskal tertentu disertai dengan insentif sesat untuk kendaraan berbahan bakar fosil serta menawarkan subsidi harga untuk mempercepat penggunaan kendaraan listrik secara luas. Terakhir, pengaturan komprehensif dan terintegrasi terkait kendaraan listrik sejak industri hulu-hilir perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum baik bagi investor, publik, maupun bagi lingkungan.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.