Dark/Light Mode

Kominfo Didesak Tarik Frekuensi Lebih Banyak Dari H3I

Jumat, 19 November 2021 21:19 WIB
Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia (H3I). (Foto: Ist)
Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia (H3I). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyoroti izin merger yang dikeluarkan oleh Kominfo untuk Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia (H3I). Menurut Uchok, syarat yang diberikan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tidak sejalan dengan semangat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin mengoptimalkan pendapatan negara baik itu dari pajak maupun non-pajak.

Menurut Uchok jika Kominfo memiliki semangat yang sama untuk meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), seharusnya Kominfo dapat menarik lebih banyak frekuensi dari perusahaan hasil merger Indosat dan H3I.

Terlebih lagi jumlah pelanggan perusahaan hasil merger tersebut dinilai Uchok tidak akan sebanyak yang diperkirakan banyak orang. Apalagi pasca registrasi prabayar yang diberlakukan pemerintah, maksimal satu NIK hanya boleh memiliki 3 nomor dalam satu operator.

Uchok memperkirakan akan banyak pelanggan Indosat dan H3I ada yang overlap dan mungkin banyak pelanggan dengan NIK yang sama memiliki no lebih dari 3 untuk Indosat dan H3I.

Baca juga : Kalbar Nyodok 3 Besar, 31 Provinsi Nihil Kematian Harian

Jika Kominfo tegas menjalankan aturan registrasi prabayar, Uchok memastikan akan akan banyak pelanggan Indosat dan H3I yang berguguran karena dipaksa untuk melakukan unreg. Karena banyak pelanggan Indosat dan H3I memiliki paket aktif yang panjang.

"Karena pelanggannya turun, seharusnya pemerintah bisa lebih banyak menarik frekuensi yang dimiliki oleh Indosat dan H3I. Perkiraan saya jumlah yang harusnya ditarik oleh Kominfo bisa lebih ketika merger XL dan Axis. Menurut saya Presiden Jokowi harus segera turun tangan untuk menginvestigasi alasan Kominfo hanya menarik 2x5 MHz. Padahal Presiden tengah membutuhkan tambahan dana untuk menambal APBN," terang Uchok dalam keterangannya, Jumat (19/11).

Ketika XL dan Axis melakukan merger, lanjutan Uchok, Kominfo dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merekomendasikan untuk menarik frekuensi perusahaan hasil penggabungan sebanyak 2x10 Mhz di pita 2100 MHz.

Pada saat itu, jumlah pelanggan XL dan Axis pasca merger dan cleansing (membersihkan pelanggan yang produktif) 60 juta. Sebab ketika operator hendak melakukan aksi korporasi, mereka menaikan jumlah pelanggannya. 

Baca juga : Komisi II DPR Desak Perbaiki Seleksi CASN

Menurut perhitungan Uchok, jika Kominfo mau menarik frekuensi lebih banyak dari merger Indosat dan H3I, maka pemerintah dipastikan bisa mendapatkan tambahan PNBP lebih besar lagi. Jika mengacu pada harga lelang frekuensi 2017, pemenang lelang harus membayar 3x harga lelang yaitu Rp 1,3 triliun (harga lelang Rp 423 miliar).

Jika melihat hanya 2x5 MHz frekuensi yang diambil negara, itu menunjukan dengan jelas Kominfo tak mendukung program Presiden Jokowi untuk mendapatkan dana APBN. Jika Kominfo menarik 2x20 MHz, maka negara bisa mendapatkan PNBP Rp 5 triliun.

"Dana tersebut signifikan untuk PNBP negara di saat pandemi dan negara kesulitan mendapatkan pajak seperti saat ini. Harusnya semua kementerian lembaga mendukung program Presiden Jokowi meningkatkan PNBP. Karena tak memaksimalkan PNBP, Kominfo harus diingatkan oleh Presiden," harap Uchok.

Selain itu, syarat persetujuan izin merger lainnya yang diberikan oleh Kominfo kepada Indosat dan H3I kurang transparan dan tidak mencerminkan tujuan Presiden Jokowi yang ingin mempercepat transformasi digital di Indonesia.

Baca juga : Ingat, Peralihan Frekuensi Jangan Ciptakan Monopoli

Menurut Uchok, jika Kominfo ingin mendukung program percepatan dan transformasi digital, seharusnya Kominfo mewajibkan Indosat dan H3I membangun lebih banyak dari yang disampaikan dalam proposal merger mereka.

Karena frekuensi adalah milik Negara, seharusnya Kominfo dapat memaksa perusahaan hasil merger Indosat dan H3I untuk membangun di daerah Indonesia Timur yang saat ini belum tersedia jaringan. Sehingga penguasaan dan penggelolaan frekuensi menjadi insentif bagi operator telekomunikasi. 

Kewajiban pembangunan yang disampaikan Indosat dan H3I di dalam proposal merger, menurut Uchok, harusnya dibuka kepada publik secara luas agar masyarakat dapat menilai rencana pembangunan mereka. Sebab selama ini Indosat dan H3I hanya membangun di daerah yang menguntungkan saja.

"Dengan memegang sumber daya terbatas yang banyak harusnya Kominfo memberikan tambahan kewajiban membangun kepada Indosat dan H3I setara dengan operator lain yang memegang frekuensi yang sama. Tak adil bagi operator lain yang memiliki frekuensi kecil namun diberikan beban membangun yang jauh lebih besar dari Indosat dan H3I," pungkasnya. [MRA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.