Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Ngeri, Kerugian Ekonomi Akibat Produk Palsu Capai Rp 291 T
Rabu, 22 Desember 2021 09:21 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) menekankan perlunya upaya-upaya perlindungan kekayaan intelektual secara berkesinambungan, yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan kekayaan intelektual.
Baik melalui peraturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, maupun pelaku usaha guna melindungi produknya dari praktik-praktik pemalsuan/pembajakan, serta masyarakat umum yang memahami kerugian yang disebabkan apabila menggunakan produk palsu/ilegal.
MIAP secara berkala melakukan Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian di Indonesia 5 tahun sekali. Sejak 2005, MIAP melakukan studi dampak pemalsuan terhadap perekonomian Indonesia, sebagai salah satu upaya memahami bagaimana kecenderungan praktik-praktik pelanggaran kekayaan intelektual di Indonesia dan dampaknya terhadap perekonomian.
“Melalui studi ini kami berharap dapat memberikan manfaat dan gambaran bagi para pelaku usaha atau industri secara luas, sekaligus juga dapat menjadi masukan untuk menstimulasi langkah-langkah perbaikan dari semua pemangku kepentingan, untuk terus bekerja sama menghadirkan ekosistem yang lebih aman bagi masyarakat,” ucap Sekretaris Jenderal MIAP Yanne Sukmadewi.
Hal tersebut dikatakan Yanne dalam diskusi virtual tentang Upaya Perlindungan Kekayaan Intelektual melalui Sosialisasi Hasil Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian Indonesia Tahun 2020 yang diperbaharui oleh MIAP bekerjasama dengan Institute for Economic Analysis of Law & Policy Universitas Pelita Harapan (IEALP UPH), Selasa (21/12).
Baca juga : 12.12, idEA Bidik Penjualan Produk Lokal Capai 70 Persen
Hasil Studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian di Indonesia Tahun 2020 menjadi pembaharuan studi yang dilakukan oleh MIAP secara berkala. Melalui kerja sama dengan Institute for Economic Analysis of Law & Policy-Universitas Pelita Harapan (IEALP UPH), studi ini mencakup delapan komoditi, yaitu produk farmasi, kosmetik, barang dari kulit, pakaian, makanan dan minuman, pelumas dan suku cadang otomotif, catridge, dan software di beberapa kota besar di Indonesia.
Berdasarkan hasil rekapitulasi olah data, studi ini menemukan software masih menempati urutan tertinggi rentan dipalsukan hingga 84,25 persen, diikuti oleh kosmetik 50 persen, produk farmasi 40 persen, pakaian dan barang dari kulit sebesar masing-masing 38 persen, makanan dan minuman 20 persen, serta pelumas dan suku cadang otomotif sebesar 15 persen.
Data pemalsuan ini menunjukkan seberapa besar kecenderungan permintaan terhadap produk palsu/ilegal di pasar. Secara nominal, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh peredaran produk palsu tersebut mencapai lebih dari Rp 291 triliun, dengan kerugian atas pajak sebesar Rp 967 miliar serta lebih dari 2 juta kesempatan kerja.
“Melalui update tersebut, MIAP mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk tidak menyerah dalam setiap upaya yang dilakukan dalam memberantas pemalsuan,” ucap Yanne.
Menurutnya, hingga saat ini baik pemerintah maupun pelaku usaha telah bahu-membahu mengurangi dampak yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap kekayaan intelektual termasuk peredaran barang palsu melalui tugas dan fungsinya masing-masing.
Baca juga : Penyaluran KUR Per November Capai Rp 262,95 Triliun
MIAP Executive Director Justisiari P Kusumah menambahkan, seluruh upaya yang telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan kekayaan intelektual, patut diapresiasi sebagai langkah konkret dalam menegakkan perlindungan terhadap kekayaan intelektual.
“Hal tersebut yang terus mendorong semangat positif dalam upaya berkelanjutan penegakan perlindungan kekayaan intelektual di Indonesia,” tambah Justisiari.
Ia mengatakan, seluruh kebijakan dan peraturan yang disusun oleh pemerintah tersebut merupakan hasil pemahaman terhadap pola/praktik-praktik pemalsuan yang seolah-olah berpacu dengan begitu cepatnya perubahan pola/praktik-praktik pemalsuan yang saat ini terjadi.
“Untuk itulah mengapa upaya perlindungan kekayaan intelektual harus terus ditegakkan dengan partisipasi seluruh pemangku kepentingan kekayaan intelektual,” kata Justisiari.
Sejauh ini, pemerintah telah berupaya secara serius dan terus menerus melakukan tindakan dan menyusun kebijakan untuk memberantas produksi dan peredaran produk palsu. Dari segi regulasi, pemerintah dan DPR RI telah menyusun Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis untuk menggantikan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Baca juga : PUPR Kantongi Aset BPWS Senilai Rp 1,125 Triliun
Demikian juga penggantian Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2012 dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 6 Tahun 2019 tentang Perintah Penangguhan Sementara (PERMA). Substansi Perma ini menjadi salah satu instrumen operasional di samping Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual.
Dari segi operasional, Peraturan Pemerintah Tahun 2017 ini telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Keuangan sebagai landasan pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencegah peredaran barang palsu melalui kepabeanan. [DWI]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya