Dark/Light Mode

Pengamat: Nantinya, Harga Pertalite Kudu Disesuaikan, Nggak Bisa Subsidi Terus

Jumat, 11 Maret 2022 10:11 WIB
Pengamat: Nantinya, Harga Pertalite Kudu Disesuaikan, Nggak Bisa Subsidi Terus

RM.id  Rakyat Merdeka - Keputusan Pemerintah mempertahankan harga Pertalite di tengah gejolak harga minyak dunia dinilai realistis untuk menjaga daya beli masyarakat. Kebijakan ini tepat untuk jangka pendek, tapi jangan diberlakukan dalam jangka panjang.

"Dalam jangka pendek, kebijakan ini dapat dilakukan Pemerintah untuk menjaga daya beli, namun tidak untuk kebijakan yang bersifat jangka panjang dan setiap tahunnya harus terus disubsidi,” tutur Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, Jumat (11/3/2022).

Untuk diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa harga Pertalite tidak naik, tetap dijaga di Rp 7.650 kendati angka keekonomian BBM dengan kadar oktan (Real Octane Number/RON) 90 itu mencapai Rp 11.00-an per liter.

Dibandingkan dengan badan usaha swasta lain yang beroperasi di Indonesia, harga Pertalite masih paling murah karena pesaing menetapkan banderol rata-rata di atas Rp 10.000 per liter.

Joshua menilai, kebijakan penetapan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) harus dilihat dari latar belakang. Di mana Pemerintah berupaya melindungi daya beli masyarakat yang belum benar-benar pulih akibat pandemi Covid-19.

Dengan demikian, menjaga inflasi domestik tetap rendah, agar daya beli masyarakat terjaga, menjadi salah satu tujuan dari Pemerintah dalam menjaga harga BBM Pertalite.

Namun kata Josua, kebijakan subsidi BBM yang dilakukan setiap tahun menjadi kontraproduktif terhadap anggaran, mengingat subsidi BBM merupakan kegiatan konsumtif dan subsidi tersebut cenderung tidak tepat sasaran kepada masyarakat miskin dan menengah ke bawah.

Baca juga : Paling Banyak Dikonsumsi, Pasokan Pertalite Harus Dijaga

"Selain itu, disparitas harga yang tinggi berpotensi menimbulkan distorsi pasar dan tindakan menyalahgunakan subsidi seperti menjual ke industri, penyelundupan, dan sebagainya," imbuhnya.

Josua menambahkan, ada dua justifikasi dari pemberian subsidi BBM jenis Pertalite dalam jangka pendek saat ini.

Pertama, dengan kondisi pandemi Covid-19, banyak masyarakat rentan miskin dan menengah ke bawah yang semakin memburuk kondisi ekonominya di tengah pandemi ini.

Kelompok ini cenderung minim mendapatkan program perlindungan sosial dari Pemerintah. Dengan demikian, mempertahankan daya beli kelompok ini menjadi penting agar pemulihan ekonomi terjaga.

“Akan tetapi, apabila perekonomian kembali ke level normalnya, Pemerintah dapat kembali menyesuaikan kebijakan subsidi BBM ini,” katanya.

Justifikasi kedua, kata dia, kondisi harga minyak saat ini bisa dikatakan abnormal akibat dampak dari tensi geopolitik yang meningkat yakni perang antara Rusia-Ukraina.

Ke depan, peningkatan tensi geopolitik ini diperkirakan kembali mereda dan pada akhirnya akan menurunkan harga minyak mentah dunia kembali ke rata-rata harga jangka panjangnya.

Baca juga : Harga Pertalite Paling Murah Dibandingkan Pesaing

“Di tengah kondisi abnormal ini, Pemerintah berupaya untuk menekan dampaknya pada perekonomian domestik dengan memberikan subsidi BBM Pertalite,” ucapnya.

Saat ini, Pertalite memang belum menjadi BBM penugasan, namun apabila ke depan akan ditetapkan sebagai BBM penugasan, selisih antara biaya produksi dan harga jual penetapan sepenuhnya akan diganti oleh Pemerintah.

Akan tetapi, dengan Pertalite disubsidi, terdapat risiko peralihan konsumsi BBM dari sebelumnya BBM nonsubsidi ke BBM subsidi.

Dengan demikian, terdapat potensi kenaikan jumlah konsumsi Pertalite di masa mendatang, apalagi jika disparitas harga cukup tinggi.

“Upaya kontrol tetap perlu dilakukan melalui pembatasan volume dan konsumsi, agar Pemerintah mengetahui apakah terjadi kebocoran atau tidak dalam penyaluran BBM penugasan ini,” ujarnya.

Terkait perlunya pengawasan distribusi BBM ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya W Yudha, mengatakan Pertamina sebagai badan usaha harus memastikan agar pasokan BBM jenis Pertalite tetap tersedia di pasaran.

Hal ini penting mengingat terjadi disparitas harga Pertalite dengan BBM jenis Pertamax yang lebih mahal.

Baca juga : Harga BBM Pertalite Dipastikan Tak Naik

“Pengawasan ini penting untuk mencegah adanya potensi tindakan dari pihak yang ingin mengambil keuntungan sepihak seperti mengoplos atau penimbunan BBM. Pengaturan penggunaan Pertalite itu jadi kepentingan bersama,” ujar Satya.

Sekadar diketahui, konsumsi Pertalite dalam dua tahun terakhir terus meningkat. Sepanjang 2021, konsumsi Pertalite mencapai 23 juta Kilo Liter (KL), naik 30 persen dibandingkan 2020 yang tercatat 18 juta KL.

Tahun ini konsumsi Pertalite diperkirakan bertambah seiring gejolak harga minyak dunia yang menyebabkan kenaikan harga BBM jenis oktan tinggi.

Pasokan Pertalite berasal dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI)-Subholding Petrochemical & Refining Pertamina.

Sekretaris Perusahaan KPI Ifki Sukarya, mengatakan KPI memasok Pertalite ke PT Pertamina Patra Niaga-Subholding Commercial & Trading Pertamina, sesuai dengan permintaan.

Pertalite yang dipasok KPI adalah bahan bakar minyak dengan kadar oktan (RON) 90.

“KPI mengolah minyak mentah menjadi Pertalite di kilang Dumai, Plaju, Cilacap, Balikpapan, dan Balongan,” ujarnya. [FAZ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.