Dark/Light Mode

Akan Optimalkan Sumber Energi Domestik

Harga Pertalite Tak Naik, Pertamina Genjot Efisiensi

Senin, 14 Maret 2022 07:30 WIB
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman. (Foto: Istimewa).
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman. (Foto: Istimewa).

 Sebelumnya 
Ke depannya, harga produk BBM ini akan terus disesuaikan secara rutin mengikuti harga pasar sesuai ketentuan pada Peraturan Menteri ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) No. 62 tahun 2017.

“Pertamina sangat berhati-hati dalam menetapkan harga. Namun kami yakin, segmen konsumen ini telah merasakan manfaat BBM berkualitas yang lebih hemat dan lebih baik untuk perawatan mesin kendaraan,” tutur Fajriyah.

Menanggapi ini, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyambut baik keputusan Pemerintah maupun Pertamina untuk tidak menaikkan harga BBM, khususnya Pertalite.

Baca juga : Pertamina Harus Dapat Tambahan Dana Kompensasi

Pada saat harga minyak dunia di atas 100 dolar AS (setara Rp 1,4 juta) per barel, menurutnya, Pemerintah perlu menaikkan harga BBM secara selektif. “Misalnya, menaikkan harga Pertamax ke atas. Tapi, jangan naikkan harga Pertalite,” katanya kepada Rakyat Merdeka.

Menurutnya, Pemerintah dalam posisi dilematis. Sebab, kalau menaikkan harga BBM, berpotensi menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.

Untuk itu, peningkatan harga BBM selektif merupakan keputusan yang tepat dan cermat untuk mengurangi beban APBN, tanpa memicu inflasi dan memperburuk daya beli rakyat.

Baca juga : Kinerja Pertanian Memuaskan, Kementan Genjot KUR Alsintan

Fahmy menilai, kenaikan harga Pertamax ke atas tidak akan berpengaruh terhadap inflasi dan tidak menurunkan daya beli masyarakat. Alasannya, proporsi konsumen kecil dan Pertamax tidak digunakan untuk transportasi umum.

“Sehingga tidak secara langsung menaikkan biaya distribusi yang memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, yang selama ini memicu inflasi dan memperburuk daya beli rakyat,” ungkapnya.

Ia menyadari, sebagai negara net importer, Indonesia sangat dirugikan dengan kenaikkan harga minyak dunia hingga mencapai 105 dolar AS (setara Rp 1,5 juta) per barrel.

Baca juga : Pengamat: Harga Pertalite dan Pertamax Perlu Disesuaikan

Sebab, kenaikan harga minyak di atas 100 dolar AS per barrel, tentunya sangat memberatkan APBN.

Beban APBN itu, kata Fahmy, untuk memberikan kompensasi pada saat Pertamina menjual BBM di bawah harga keekonomian.

Kalau tidak ada kenaikkan harga BBM di dalam negeri, beban APBN semakin berat. “Akhirnya, Pertamina menaikkan harga BBM Non-Subsidi, seperti Pertamax Turbo, Pertamax Dex dan Dexlite,” tandasnya.  [IMA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.