Dark/Light Mode

Orang Kaya Banyak Pakai BBM Non Subsidi, Wajar Harganya Ngikutin Pasar

Selasa, 15 Maret 2022 20:53 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

RM.id  Rakyat Merdeka - Seluruh harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi wajar dinaikkan seiring perkembangan harga minyak global. Apalagi pengguna BBM nonsubsidi, mulai dari Pertamax, Pertamax Turbo, dan Pertamina Dex, adalah kelompok menengah atas yang mengonsumsi BBM berkualitas dan ramah lingkungan.

Research Director Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, mengatakan kenaikan harga BBM nonsubsidi juga tidak mengganggu daya beli masyarakat.

Penyesuaian harga BBM berkualitas yang ramah terhadap lingkungan itu juga tidak banyak berdampak pada indikator ekonomi makro.

“Harga Pertamax idealnya naik sesuai harga keekonomiannya,” kata Pieter, Selasa (15/3/2022).

Tahun ini, Pertamina diketahui telah dua kali menaikkan harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax Turbo, Pertamax Dex, dan Dexlite, untuk menyesuaikan kenaikan harga minyak dunia yang mencapai lebih dari 100 dolar AS per barel.

Baca juga : Paling Banyak Dikonsumsi, Pasokan Pertalite Harus Dijaga

Namun, Pertamina belum menaikkan harga Pertamax. Bahkan sejak lebih dari tiga tahun terakhir harga Pertamax tidak naik.

Menurut Piter, harga BBM jenis Pertamax sama seperti Pertamax Turbo dan Pertamina Dex tidak disubsidi Pemerintah, sangat wajar harganya disesuaikan.

Apalagi harga Pertamax yang saat ini dijual Rp 9.000 per liter, jauh lebih murah dibandingkan produk RON 92 lainnya dari pesaing yang dijual dikisaran Rp 12 ribuan per liter.

Piter menjelaskan, harga BBM nonsubsidi wajar saja naik mengikuti harga pasar. Namun Pertamina adalah BUMN yang tidak semata berorientasi bisnis sehingga juga harus mempertimbangkan kepentingan nasional dan kepentingan masyarakat.

Pertamina membuktikan itu dengan memastikan harga Pertalite (RON 90) tidak naik meski harga minyak mentah dunia terus melonjak akibat konflik geopolitik antara Rusia dengan Ukraina.

Baca juga : Mendingin, Wadas Jangan Dipanasin

Keputusan tidak menaikkan harga Pertalite itu diambil demi menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli karena masyarakat banyak menggunakan Pertalite.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2021 realisasi konsumsi Pertalite sebesar 23 juta kiloliter. Dan merupakan BBM jenis Bensin yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.

Konsumsi Pertalite mencapai 78 persen, di antara BBM jenis Bensin lainnya, seperti Pertamax, Pertamax Turbo, dan Premium.

Piter mengatakan, Pertamina tentu harus menjaga ketersediaan pasokan (supply) dan juga mematuhi kebijakan Pemerintah dalam hal harga, agar tetap terjangkau dan tidak memberatkan masyarakat.

“Selama yang naik bukan BBM bersubsidi, Premium, dan bukan juga Pertalite, kenaikan harga BBM tidak banyak berdampak ke inflasi,” ujar doktor ekonomi dari Universitas Indonesia ini.

Baca juga : Partai Buruh Konsisten Rajin Gelar Aksi Massa

Direktur Eksekutif Center for Energy and Food Security Studies (CEFSS) Ali Ahmudi Achyak, mendukung penyesuian harga BBM nonsubsidi karena pemakainya adalah kelas menengah atas.

Konsumen yang menggunakan BBM nonsubsidi minimal kadar oktan 92 telah memahami makna BBM berkualitas.

“Penggunaan BBM dengan RON lebih tinggi selain berdampak pada kinerja mesin dan ramah lingkungan, juga semakin mengurangi beban subsidi pemerintah pada BBM berkadar oktan rendah,” ujarnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.