Dark/Light Mode

Penghapusan Bea Masuk Bahan Baku Plastik Ancam Industri Petrokimia

Senin, 4 Juli 2022 15:36 WIB
Ilustrasi industri Petrokimia. (Foto: Ist)
Ilustrasi industri Petrokimia. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah diminta untuk menghilangkan klausul bea masuk bahan baku plastik sampai nol persen pada pembahasan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Emirat Arab (UEA). Pasalnya, penghapusan bea masuk mengancam industri petrokimia dalam negeri.

Dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia (PTUI), Mochamad Chalid mengatakan, dampak penghapusan bea masuk akan membuat Indonesia akan kebanjiran bahan baku plastik dari UEA dan yang lebih parah lagi akan berimbas terhadap ekonomi nasional. Karena industri petrokimia merupakan industri strategis dan padat modal, serta banyak sekali industri hilirnya.

“Sebaiknya pemerintah bisa menegosiasikan klausul ini, atau lebih baik dihilangkan saja. Pasalnya ini akan berimbas terhadap keberlangsungan ekonomi nasional. Karena sudah bisa dipastikan industri petrokimia kita akan sulit bersaing dengan negara lain dan akan merusak kepercayaan investor yang sudah menanamkan investasinya cukup besar di tanah air,” beber Mochamad Chalid kepada wartawan, Senin (4/7).

Baca juga : Ganja Dikeluarkan Dari Narkotika Golongan 1?

Lebih lanjut, dia mengatakan, potensi plastik di indonesia sangat besar, untuk itu pemerintah wajib melindungi industri petrokimia lokal. Karena  plastik memang tak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Plastik digunakan industri dan juga untuk pengemasan primer, sekunder, dan tersier.

“Konsumsi plastik per kapita Indonesia terbilang rendah dibandingkan negara lain yaitu hanya sekitar 22,5 persen. "Korea 143 per kapita, Jerman 97,2, Eropa barat 88. Bahkan bila dibandingkan dengan negara di Asia tenggara Indonesia masih rendah. Thailand 69 per kapita dan Vietnam 43,3,” paparnya.

Ahli teknologi polimer ini juga mengatakan Industri petrokimia merupakan industri strategis di tingkat hulu yang menjadi modal dasar dan prasyarat utama untuk mengembangkan industri di tingkat hilir seperti plastik, serat kain, tekstil, kemasan, elektronika, otomotif, obat-obatan dan industri-industri penting lainnya. Berhasil tidaknya pembangunan industri nasional salah satunya sangat dipengaruhi oleh industri petrokimia.

Baca juga : Kuartal I, Pendapatan Mitra Bukalapak Naik 227 Persen

Di sisi lain, dia mengungkapkan, industri kimia memiliki ciri khas dengan padat modal dan nilai investasi sangat besar, kebutuhan bahan baku yang spesifik, risiko tinggi pada sisi keselamatan, serta persaingan yang sangat ketat dari sisi bisnis.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan industri petrokimia di Indonesia untuk mampu menjadi nomor satu di ASEAN. Karenanya, investasi industri kimia terus didorong untuk memperkuat komoditas pada sektor kimia hulu dan mampu menyubstitusi produk petrokimia yang masih banyak diimpor seperti Etilena, Propilena, BTX, Polietilena (PE), dan Polipropilena (PP).

Kapasitas industri nasional untuk produk-produk tersebut mencapai 7,1 juta ton per tahun. Namun, impor produk kimia juga masih sangat signifikan, yaitu mencapai 4,6 juta ton pada tahun 2020. Hal ini mengindikasikan perlunya upaya peningkatan kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.