Dark/Light Mode

CIMB Niaga Syariah Asbisindo Kompak Dukung RUU P2SK

Senin, 15 Agustus 2022 18:32 WIB
Foto: Dok CIMB Niaga
Foto: Dok CIMB Niaga

 Sebelumnya 
Amanat Undang-Undang Perbankan Syariah tersebut sejatinya memiliki tujuan mulia, yaitu meningkatkan pertumbuhan dan memperkuat perbankan syariah di Indonesia.

Lebih jauh Pandji menegaskan, jika kewajiban spin-off diterapkan pada 2023, maka akan lahir sekitar 21 BUS baru dengan modal cekak dan kemampuan terbatas.

Akibatnya, alih-alih akan mempercepat pertumbuhan market share sebaliknya membuat perbankan syariah tidak kompetitif.

“Hal ini tentu bertentangan dengan arahan konsolidasi perbankan dari OJK yang mendorong penguatan modal untuk menghadapi krisis finansial di masa mendatang serta menghadapi skala bisnis lebih besar,” ujar Pandji.

Dari sisi layanan kepada nasabah, menurut Pandji tingkat pelayanan kepada nasabah dan masyarakat juga akan memburuk, karena BUS hasil spin-off dengan modal kecil belum dapat menyediakan infrastruktur dan tenaga ahli yang setara dengan bank induknya.

Padahal selama ini nasabah telah merasakan standar pelayanan yang memuaskan dari bank induk, misalnya layanan perbankan digital melalui super app maupun internet banking.

“Apalagi bila ditambah penyesuaian pricing pembiayaan BUS hasil spin-off akan menjadi lebih tinggi karena keterbatasan likuiditas, sumber dana yang mahal dan rating bank rendah. Kondisi ini akan merugikan sekitar 6,5 juta nasabah UUS. Jika hal ini terjadi, dampak lanjutannya bisa menggerus risiko reputasi perbankan syariah,” ungkapnya.

Baca juga : Milenial Jabar Kompak Dukung Ganjar Jadi Presiden 2024

Untuk itu Pandji meminta, kewajiban spin-off UUS tahun depan perlu ditinjau ulang karena bisa berdampak terhadap melemahnya pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia.

Menurutnya, pelemahan ini bisa terjadi karena penambahan jumlah entitas dengan skala ekonomi yang relatif kecil sehingga tidak akan melahirkan ekosistem industri keuangan yang cepat dan pesat. Apalagi, pada konteks yang lebih luas, kondisi makro ekonomi saat ini juga tidak kondusif.

Bank Induk dari UUS masih berfokus pada penjagaan kualitas aset akibat pandemi dan recovery-nya. Di samping tetap waspada terhadap ancaman potensi resesi global.

“Keberadaan UUS selama ini juga telah berhasil mempercepat literasi dan inklusi perbankan syariah dengan menjangkau beragam kalangan nasabah secara universal. Melalui strategi Syariah First dan syariah untuk semua, masyarakat dari kalangan rasional telah banyak menjadikan UUS sebagai pilihan perbankan syariahnya,” kata Pandji.

Dari sisi ekosistem keuangan syariah, eksistensi UUS juga penting. UUS dengan bank induknya yang termasuk ke dalam Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 3 dapat membantu bank syariah lain sebagai counterparty yang setara/kuat untuk interbank, risk sharing/sindikasi dan squaring hedging position.

Hal ini tentu tidak bisa didapatkan ketika UUS menjadi BUS dengan modal terbatas.

”Mengingat model bisnis UUS dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan dalam langkah stretagis pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia, maka kami mendorong agar model bisnis UUS dipertahankan,” tegas Pandji.

Baca juga : Di Atas Angin, UMKM Jawa Barat Kompak Dukung Sandiaga Jadi Presiden

Di kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Asbisindo Herwin Bustaman mengatakan, saat ini yang terpenting adalah, bagaimana mendorong perbankan syariah Tanah Air bisa menjadi top global player.

“Harus lebih komit pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia. Kalau sudah kuat di dalam negeri, ke luar negeri lebih percaya diri,” katanya.

Saat ini potensi pembiayaan sekitar Rp 4.400 triliun di sekto riil harus dimanfaatkan pembiayaannya melalui pembiayaan syariah melalui sindikasi kerja sama bank syariah.

“Contoh di Malaysia yang sudah memberika insentif kepada perbankan syariah, terbukti secara undang-undang, baik UUS atau BUS, keduanya bisa menjalankan fungsi dengan baik. Bahkan jurnal internasional menyebut, dua bisnis model ini melayani sektor berbeda, namun tetap dibiarkan tumbuh bersama,” jelas Herwin.

Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) Hurriyah El Islamy menambahkan, diperlukan reformasi Undang-Undang Perbankan Syariah dalam mendorong keuangan syariah yang lebih baik ke depannya.

Sebab, mesti diakui, hingga saat ini dari data IFSB Islamic Finance Stability Report 2021, Indonesia hanya menempati posisi ke-20 skala aset perbankan syariah. Bahkan di bawah dari posisi negara kecil yang pertumbuhan bank syariahnya juga lambat yaitu Oman.

“Dibandingkan dengam aset growth secara global, keuangan syariah Indonesia bukan kategori sistemik. Artinya kalau ada apa-apa dengan perbankan syariahnya tidak akan berimpact,” sebutnya. 

Baca juga : 29 Kepala Daerah Sepakat Dukung Pemekaran Papua

Menurutnya, ekosistem perundangan dan sistem yang belum memberikan dukungan optimal untuk perkembangan dan pertumbuhan industri. Jika pun diubah, perundang-undangan harus memberikan ruang bagi perbankan syariah untuk berinovasi.

Merujuk pada data OJK per Desember 2021, market share perbankan Syariah masih di kisaran 6,7 persen. Hal ini tentunya masih memiliki gap yang besar terhadap roadmap Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pada 2024 sebesar 20 persen pangsa pasar dari keseluruhan industri keuangan syariah.

Berdasarkan kinerja lima tahun terakhir, UUS terbukti dapat berkontribusi lebih terhadap share Bank Induknya. Kontribusi rata-rata aset Top 5 UUS terhadap share Bank Induknya mencapai 14 persen.

Artinya, jika model bisnis UUS dipertahankan maka bisa diandalkan untuk mempercepat pencapaian target 20 persen aset perbankan nasional 2024. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.