Dark/Light Mode

Atasi Hambatan EBT, KEIN Bakal Kasih Masukan Ke Presiden

Sabtu, 20 Juli 2019 00:31 WIB
Ilustrasi energi baru terbarukan (EBT). (Foto: Net)
Ilustrasi energi baru terbarukan (EBT). (Foto: Net)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pokja ESDM Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) baru saja menggelar rapat kerja. Hasilnya, tim akan memberi masukan ke Presiden terkait hambatan percepatan Energi Baru Terbarukan (EBT) Ketenagalistrikan.

Hadir dalam rapat Ketua Pokja Zulnahar Usman, dan beberapa undangan di bidang terkait. Seperti Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Plt Direktur Utama PLN, Kepala BPPT, Kepala BATAN, Kepala BAPETEN dan Kepala LIPI. Selain hadir pula rektor perguruan tinggi terkemuka seperti ITB, UI, UGM, ITS, IPB, UNDIP, UNS dan UNTAN. 

Zulnahar mengungkapkan, masih ada masalah yang menghambat pembangunan EBT ketenagalistrikan. Padahal, terbatasnya ketersediaan listrik bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan merosotnya daya saing.

Baca juga : Kala Bertemu Jokowi yang Bukan Presiden

Kata dia, sejak adanya Paris Agreement, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca. Sebagai salah satu penyumbang emiten, pemerintah wajib mengembangkan berbagai bentuk EBT.

"Pengembangan EBT tidak semudah yang dibayangkan. Terutama kaitannya dengan tenaga listrik. Di mana tenaga listrik memiliki korelasi erat dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Karenanya, EBT di sektor kelistrikan harus dapat berkontribusi, minimal sesuai target bauran energi nasional RUPTL, yaitu 23 persen di tahun 2025," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Zulnahar menyebut, kendala EBT kelistrikan belum juga terselesaikan. Misalnya soal tarif, kendala teknis seperti intermittent, luas area dan kapasitas. Sudah menjadi hal yang umum jika selama ini persoalan keekonomian harga listrik yang dihasilkan EBT tidak bisa bersaing dengan non-EBT. 

Baca juga : Sepeda Is Back, Rakyat Senang Terima Kasih Bapak Presiden...

"Secara umum, tarif dasa listrik (TDL) per kWh lebih mahal daripada BPP listrik per kWh. Mekanisme kebijakan feed-in tariff yang dirancang mempercepat investasi dalam teknologi energi terbarukan belum maksimal. Terutama pada PLTP, serta untuk yang akan datang yaitu PLTN," tuturnya.

Dari rapat kerja tersebut, Zulnahar banyak memperoleh berbagai masukan inovatif. Kata dia, hanya PLTN dan PLTP yang tidak memiliki kendala intermittent PLTS dan PLTB. Agar seluruh pembangkit EBT dapat dibangun dan masuk dalam bauran energi nasional, perlu penguatan sistem yang dibiayai oleh skema cost intermittence.

Selain itu, tambah Zulnahar, perlu koordinasi yang kompak dari seluruh institusi terkait. Sehingga tercipta prioritas pembangunan EBT kelistrikan. Selain itu, mesti ada konsep pembiayaan baru untuk mengatasi mahalnya biaya modal pembangunan pembangkit EBT. Contohnya, dukungan dari bank-bank konvensional yang memprioritaskan EBT.

Baca juga : Insentif Pembiayaan Panel Surya Masih Dikaji Pemerintah

Dari sisi hukum, Zulnahar menyebut, terdapat masukan agar ada amandemen PP dan KEN yang ada kaitannya dengan pengembangan EBT kelistrikan. Mapping ulang semua regulasi di tingkat permen, serta mengkaji perlukan UU EBT.

"Kami akan merumuskan memo kebijakan yang akan diberikan langsung kepada Presiden. Terlebih baru-baru ini, Presiden banyak menyinggung persoalan energi nasional yang tak kunjung usai. Serta kekecewaan tersendatnya pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), yang tergolong pembangkit EBT," pungkasnya. [MEN]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.