Dark/Light Mode

IPOC 2022

Airlangga: Penting, Inisiatif Global Demi Industri Sawit Berkelanjutan

Kamis, 3 November 2022 11:53 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat membuka IPOC 2022 secara virtual, Kamis (3/11). (Foto: Humas Ekon)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat membuka IPOC 2022 secara virtual, Kamis (3/11). (Foto: Humas Ekon)

RM.id  Rakyat Merdeka - Industri minyak sawit global merupakan bagian integral dari ekonomi global, yang berperan penting dalam perekonomian nasional.

Untuk itu, Indonesia yang merupakan negara eksportir minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia, aktif mendorong inisiatif global. Demi menguatkan rantai pasok minyak nabati yang berkelanjutan.

Dalam Indonesia Palm Oil Conference 2022 yang digelar secara hybrid di Nusa Dua Bali, Kamis (03/11), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang hadir secara virtual menyampaikan, luas areal yang telah tersertifikasi ISPO saat ini mencapai 3,6 juta hektar.

Selain ISPO, juga terdapat Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024, yang menjadi peta jalan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait. Demi menyeimbangkan pembangunan sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan.

“Kelapa sawit berkontribusi dalam menopang pemulihan ekonomi. Tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial dan lingkungan masyarakat dengan regulasi yang diterapkan secara efektif,” ujar Menko Airlangga ketika membuka IPOC 2022, Rabu (3/11).

Acara itu juga dihadiri oleh Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Presiden Direktur Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Gubernur Kalimantan Timur, serta Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian.

Peluang Potensial

Baca juga : Pemerintah Dukung Korporatisasi Petani Melalui Pola Kemitraan

Menko Airlangga menjelaskan, peluang untuk meningkatkan dan memperluas substitusi bahan bakar fosil dan petrokimia di kawasan ASEAN, masih sangat potensial. Mengingat keberadaan CPO Producer Countries (CPOPC), yang terdiri dari Indonesia dan Malaysia.

Sejauh ini, Indonesia mampu memproduksi 40 persen dari total minyak nabati dunia.

Komoditas kelapa sawit, jauh lebih unggul dibanding komoditas pesaing minyak nabati lainnya. Karena memiliki produktivitas lebih tinggi, dengan menggunakan lahan yang lebih sedikit.

Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga juga menjelaskan, bahwa di tengah tantangan global, pemerintah memandang tantangan tersebut sebagai peluang.

Pada sektor energi, untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah berupaya menjaga ketersediaan energi dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.

Di sektor pangan, pemerintah mendorong petani gurem untuk menanam jagung, kedelai, dan sorgum sebagai tumpangsari selama tiga tahun program replanting kelapa sawit. Agar cashflow tetap terjaga.

"Selain itu, pemerintah juga memprioritaskan ketahanan pangan dengan pengembangan food estate dalam bentuk koperasi untuk memberikan akses bantuan, pembiayaan, dan fasilitas lain. Bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara dan sektor swasta,” papar Menko Airlangga.

Baca juga : 2 Industri Obat Bakal Dipidana

Tidak Mengalami Resesi

Tak seperti negara-negara lain, pada 2022–2023, negara-negara ASEAN-5 diproyeksikan tidak mengalami resesi. Melainkan menikmati pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi (booming) disertai dengan tingkat inflasi yang relatif moderat.

Kondisi tersebut memungkinkan peningkatan konsumsi minyak sawit di kawasan ini, baik untuk oleofood atau melalui ekspansi domestik. Serta untuk substitusi bahan bakar fosil atau petrokimia, yang semakin mahal secara global.

Kenaikan harga minyak mentah pada 2022-2024 menyebabkan produk turunan seperti petrokimia menjadi lebih mahal.

Karena itu, upaya substitusi bahan bakar fosil dengan biodiesel sawit, green fuel lainnya, serta petrokimia dengan oleokimia berbasis sawit, merupakan strategi yang akan membuat industri sawit lebih layak di tengah krisis.

"Hingga tahun 2022, Indonesia masih menerapkan B30. Saat ini, Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel lebih rendah daripada HIP Solar,” ujar Menko Airlangga.

Minyak Goreng Merah

Baca juga : Hilirisasi Industri Sawit Berkelanjutan Harus Ikuti Pedoman SDGs

Untuk mengatasi kenaikan harga minyak goreng yang dipicu kenaikan biaya produksi, Menko Airlangga mengatakan, pemerintah dapat menjalankan strategi mengganti sebagian minyak goreng, dengan minyak goreng merah.

Mengingat Indonesia memiliki prevalensi stunting yang tinggi dengan 7,4 juta anak di bawah 5 tahun (30 persen), minyak goreng merah diharapkan dapat menjadi solusi pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri. Sebagai jenis minyak nabati baru berbasis pengolahan alami, yang lebih bergizi. Sekaligus mengembangkan usaha kelapa sawit rakyat skala menengah.

Harus Kompak

Indonesia juga membutuhkan bisnis untuk merangkul triple bottom line yakni sosial, lingkungan, dan keuangan. Termasuk, melalui sektor perkebunan, khususnya kelapa sawit.

"Karena itu, para stakeholder diharapkan dapat bekerja sama dan berkomitmen untuk mencapai tujuan tersebut, dan tangguh dalam melalui krisis global ini,” pungkas Menko Airlangga. ■

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.