Dark/Light Mode

Impor Penggerus Pertumbuhan, Ekspor Pengerek Kemakmuran

Senin, 21 November 2022 10:04 WIB
Corporate Secretary PT PLN (Persero), Alois Wisnuhardana. (Foto : Dok PLN)
Corporate Secretary PT PLN (Persero), Alois Wisnuhardana. (Foto : Dok PLN)

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia baru saja menyelesaikan tugas Presidensi G20 di Bali. Perhelatan yang megah, sukses, aman, lancar. Kepala negara/pemerintahan yang hadir happy, delegasi happy, tamu undangan happy, penyelenggara, pendukung acara, pelaksana, dan panitia pun lebih happy.

Sebagai anggota negara-negara G20, yaitu negara-negara dengan PDB di atas 1 triliun dolar AS, Indonesia kini ada di peringkat ke15 dengan PDB 1,05 triliun dolar AS. Tahun 2045, ketika negeri ini berumur satu abad, peringkat indonesia diprediksi ada di nomor 5 atau 6, dengan PDB lima atau enam kali lipat dari hari ini.

PDB (Produk Domestik Bruto) atau GDP (Gross Domestic Product) saat ini masih menjadi ukuran kekayaan sebuah bangsa. Amerika Serikat dan China, terus bersaing menjadi yang terbesar dengan kekayaan sudah menembus dua digit triliun dolar AS.

AS sebesar 20 triliun dolar AS, China mendekati 15 triliun dolar AS. PDB dapat dihitung dengan tiga cara, yakni menghitung nilai produksi barang dan jasa suatu negara, menghitung belanjanya, atau menghitung pendapatan per kapitanya.

Cara paling simpel dan lazim digunakan untuk menghitung PDB adalah dengan menjumlahkan konsumsi sektor privat (PC), investasi sektor privat (Pi), investasi pemerintah (Gi), belanja pemerintah (GS), nilai ekspor (X) dikurangi nilai impor (M). Formulanya menjadi: GDP/PDB= PC + Pi + Gi + GS + (X – M).

Dari formula itu, kita bisa simpulkan, setiap aktivitas impor mengurangi nilai PDB suatu negara. Artinya, pertumbuhan ekonomi negara yang lebih suka impor akan tergerus jika impornya terlalu berlebihan.

Baca juga : Bahlil Ajak Semua Pihak Jaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia misalnya. Dengan PDB rp 160 triliun, bila nilai impor indonesia adalah sebesar 160 triliun rupiah, maka pertumbuhan ekonominya akan turun 1 persen.

Berapa impor Indonesia tahun 2021? tercatat sebesar 15,26 miliar dolar AS atau sekitar Rp 250 triliun. Maka, jika kita membuat kondisi ekstrem dimana impor adalah nol rupiah, pertumbuhan ekonomi yang tercatat sebesar 5 persen bisa bertambah 1,5 persen menjadi 6,5 persen.

Tapi kondisi itu mustahil terjadi. Yang bisa dilakukan adalah mengurangi impor dan menggantinya dengan produksi dalam negeri. Oleh karena itu, salah satu upaya mendongkrak pertumbuhan ekonomi adalah mendongkrak tingkat kandungan dalam negeri atau TKDN.

Gampangnya, kalau negara lebih banyak impor, pertumbuhan ekonomi terjadi di negara-negara yang mengekspornya. Lapangan kerja di negara eksportir meningkat. Kesejahteraannya juga ikut meningkat.

Di sektor ketenagalistrikan, upaya untuk meningkatkan TKDN terus ditingkatkan. Saat ini, angka TKDN-nya berkisar antara 4647 persen. Angka TKDN di sektor ini, merupakan akumulasi dari penggunaan komponen atau peralatan di sektor hulu yaitu pembangkitan, sektor tengah (midstream) yaitu transmisi, dan sektor hilir yaitu distribusi.

Upaya untuk menaikkan TKDN–yang artinya menekan penggunaan barang impor— yang persentasenya sangat signifikan adalah di sisi transmisi.

Baca juga : Pertumbuhan Ekonomi Harus Dibarengi Pengendalian Harga Pangan

Baru saja,  PLN berhasil menyambungkan titik Selaru Sebuku di Kalimantan Selatan (Kalsel) dan memberikan tegangan (energizing) jaringan 150 KV. Jaringan transmisi tersebut dibangun dengan TKDN mencapai 86,7 persen.

Dengan tersambungnya jaringan listrik tersebut, hampir 2 ribu rakyat di Pulau Sebuku yang tadinya hanya bisa menikmati listrik separuh hari, kini bisa menikmatinya sehari penuh alias 24 jam nonstop.

Tidak hanya itu, jaringan listrik itu juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan listrik industri smelter di Pulau Sebuku yang akan mengolah bahan mineral menjadi bahan baku besi.

Industri tersebut tumbuh setelah Pemerintah melarang ekspor bahan galian tambang dalam bentuk mentah. Maka, pembangunan jaringan transmisi Selaru Sebuku dengan panjang lintasan 76,04 kilometer sirkuit (kms) yang ditopang pada 114 tower terse butpunya dua arti strategis.

Pertama, mengurangi impor peralatan pembangunan transmisi listrik. Kedua, nantinya akan mengerek nilai ekspor secara signifikan dengan adanya produksi besi olahan dari bahan tambang setempat.

Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Mari kita lihat bagaimana tenaga kerja tercipta dari pembangunan transmisi. Jalur transmisi Selaru Sebuku ini ada unik-uniknya. Dari 114 tower yang dibangun, terdapat 3 tower di atas laut yang membelah Selat Sebuku.

Baca juga : Pemerintah Kudu Kerja Ekstra Demi Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen

Selat ini termasuk selat yang ramai. Kapal hilir mudik di situ. Untuk itu, perlu dibangun tower yang lebih tinggi lagi. Supaya kapal kapal tetap leluasa melintas tanpa terganggu oleh kabel yang melintang.

Nah, proyek pembangunannya sendiri mampu menyerap tenaga kerja lokal lebih dari 500 orang. Tepatnya adalah 539 pekerja lokal. Itu tidak termasuk pekerja organik dari PLN ataupun dari kontraktor pelaksananya.

Jika…. Jika saja TKDN di sektor ketenagalistrikan dan sektorsektor yang lainnya makin meningkat –yang didukung dengan regulasi yang kuat untuk mendongkrak komponen produksi dalam negeri— pertumbuhan ekonomi tentu saja juga akan terkerek lebih kuat.

Penciptaan lapangan kerja makin banyak; aktivitas ekonomi semakin tumbuh; dan ujung-ujungnya kesejahteraan atau kemakmuran juga semakin meningkat. ■

Penulis : Corporate Secretary PT PLN (Persero), Alois Wisnuhardana. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.