Dark/Light Mode

Pemerintah Siapkan Tambahan Belanja Dalam APBN

Anggaran Krisis Pangan Dan Energi Belum Ideal

Minggu, 4 Desember 2022 06:30 WIB
Ilustrasi Krisis Pangan. (Foto Setkab.go.id)
Ilustrasi Krisis Pangan. (Foto Setkab.go.id)

 Sebelumnya 
Meski demikian, pelaksanaan APBN telah terbukti mampu melindungi masyarakat dan perekonomian, sehingga saat ini adalah momentum untuk kem­bali menyehatkan APBN.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, anggaran yang disiapkan Pe­merintah tahun depan untuk mengantisipasi krisis pangan dan energi, belum ideal.

“Idealnya anggaran ketahanan pangan mencapai dua kali lipat atau Rp 210 triliun. Ancaman krisis pangan sangat nyata di tahun depan. Jadi, daripada APBN dipakai untuk proyek kereta cepat atau Ibu Kota Nu­santara (IKN), sebaiknya APBN fokus ke masalah pangan dan inflasi dulu,” kata Bhima kepada Rakyat Merdeka.

Baca juga : Pasokan Dan Harga Pangan Di Kalbar Aman Terkendali

Diterangkan Bhima, untuk sektor pangan, saat ini kebutuhan subsidi pupuk saja masih kurang. Belum ditambah penguatan ka­pasitas Bulog untuk serap gabah dan beras dalam negeri, hingga ke pembenahan infrastruktur pertanian.

“Semuanya butuh anggaran cukup besar. Kalau tidak di-support, ketahanan pangan kita akan lemah,” katanya.

Sementara untuk ketahanan energi, Bhima menilai bukan sekadar kebutuhan untuk subsidi BBM, listrik dan elpiji 3 kilo­gram saja, juga harus dialokasi­kan untuk mempercepat transisi energi bersih.

Baca juga : Pasangan Kepala Negara G20 Nikmati Gamelan Dan Tari Merak

“Anggarannya perlu naik jadi Rp 500 triliun. Berlanjut­nya perang di Ukraina juga jadi ancaman naiknya harga minyak mentah tahun depan. Lebih baik dianggarkan lebih untuk jaga-jaga,” pungkasnya.

Sementara, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, untuk mengantisi­pasi berbagai krisis pada 2023, kebijakan fiskal melalui APBN tidak bisa bekerja sendirian. Kebijakan ini harus diiringi dengan kebijakan lain, termasuk kebijakan moneter dan kebijakan di sektor riil.

“Kebijakan di sektor moneter untuk mencari titik seimbang, menentukan berapa angka yang tepat untuk suku bunga acuan di tengah proses pemulihan ekono­mi di tahun depan,” kata Yusuf kepada Rakyat Merdeka.

Baca juga : Bertemu Presiden Dewan Eropa, Jokowi Bahas Krisis Pangan Dan Energi

Kendati begitu, kata dia, titik keseimbangan ini menjadi tidak mudah dilakukan. Karena di saat yang bersamaan, Bank Indo­nesia sebagai otoritas tertinggi moneter juga harus memikirkan inflasi yang berpotensi masih tinggi di tahun depan.

“Kebijakan moneter masih akan menjadi salah satu kebi­jakan krusial. Terutama untuk menghadapi tahun 2023 yang diprediksi mengalami krisis lanjutan antara pangan, energi dan keuangan,” ujarnya.

Sementara kebijakan sektor riil, lanjut Yusuf, merupakan kombinasi kebijakan yang me­libatkan banyak stakeholder di lingkungan Pemerintah. Con­toh, kebijakan sektor pangan melibatkan Kementerian Per­tanian dan juga Kementerian Perdagangan. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.