Dark/Light Mode

Dina Artha Ghina, Mahasiswa Politeknik Gajah Tunggal

Pemanfaatan Limbah Ban sebagai Alternatif Tambahan Material dalam Beton Agregat

Rabu, 28 Desember 2022 13:51 WIB
Pekerja sedang mengaspal jalan dengan menggunakan aspla plastik di Kawasan BSD, Tangerang Selatan. (Foto: Putu/RM)
Pekerja sedang mengaspal jalan dengan menggunakan aspla plastik di Kawasan BSD, Tangerang Selatan. (Foto: Putu/RM)

Indonesia merupakan negara penghasil komoditi karet terbesar di dunia. Hal inilah mendorong sebuah industri untuk menciptakan sebuah produk yang dinamakan ban. Ban ialah bantalan yang melindungi velg. Sebuah kendaraan tidak terlepas dari ban dan semakin lama jalan lalu lintas dipadati oleh kendaraan sehingga membuat industri manufaktur ban berperan di dalamnya.

 

Gambar 1: Tumpukan ban bekas

Menurut Kementerian Perindustrian (Kemenperin), total produksi kendaraan roda dua sebanyak 7,2 juta unit pada 2019 diperkirakan akan terus bertambah. Peningkatan permintaan ini juga berdampak pada peningkatan permintaan pasokan ban dalam negeri. Sebaliknya, banyaknya penggunaan ban di dalam negeri berdampak pada banyaknya ban bekas yang diproduksi moda transportasi ini. End of Life Tire (ELT) adalah istilah yang tidak asing bagi produsen industri dan pengguna ban. ELT adalah ban bekas yang sudah tidak dapat digunakan lagi atau divulkanisir. Ban bekas ini dapat mencemari lingkungan jika tidak dirawat karena ban bekas tidak dapat terurai dengan sendirinya dan memerlukan perawatan lebih lanjut untuk menghancurkannya.

Baca juga : DPRD Minta Tambahan Rp 92 M untuk Kunker Tiap Hari

Ban karet adalah salah satu jenis polimer polistiren sintetik (polystyrene). Polystyrene tidak dapat dengan mudah didaur ulang, sehingga limbah polystyrene harus dikelola dengan baik agar tidak merusak lingkungan (Reska & Martini, 2009). Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengelola atau mengurangi limbah ban sudah dilakukan diantaranya dengan melalui pembakaran, membuat kerajinan sehingga dapat digunakan lagi dan memiliki nilai tambah ekonomi, selain itu juga limbah ban dapat diolah menjadi sebuah bahan bakar dengan konsep pirolisis. Upaya yang dilakukan di atas mungkin cukup membantu akan tetapi juga perlu diperhatikan, mengurangi limbah ban dengan pembakaran ialah satu upaya yang harus dihindari karena proses pembakaran menghasilkan dampak yang cukup berbahaya bagi lingkungan sekitar dengan adanya polusi udara yang dihasilkan tersebut, apalagi jika pembakaran dilakukan di daerah perkotaan yang padat akan penduduk.

Sebuah inspirasi baru dari US Department of Transportation Federal Highway Administration Amerika dalam penelitiannya tentang penggunaan ban bekas sebagai bahan tambah (additive) dalam pembuatan aspal membuat gempar dalam menanggulangi limbah ban. Dengan kondisi jalan yang ada di Indonesia seperti sekarang ini dimana jalanan yang mudah rusak memungkinkan dalam pemanfaatan limbah ban dalam pembuatan aspal.

Berdasarkan data Agensi Perkembangan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kendaraan bermotor semakin meningkat, sekitar tahun 2010 mencapai 76.907.127 dan mengalami peningkatan mencapai 138.556.669 pada tahun 2017. Evolusi jumlah kendaraan akan berdampak pada lintasan transportasi sehingga harus memiliki infrastruktur jalan yang standar. Jalan raya melayani hampir 80 persen transportasi barang dan orang (Sugiyanto, 2008), dengan demikian susunan jalan membutuhkan lapisan perkerasan yang cukup baik untuk meningkatkan kekuatan, tingkat kenyamanan dan operasi yang aman. 

Melalui permasalahan tersebut berkembanglah ide dalam pembuatan aspal jalan dengan campuran karet melalui pendekatan ekonomi sirkular dalam menanggulangi limbah ban di Indonesia yang diharapkan dapat bermanfaat.

Daur ulang ban bekas dengan menggunakan prinsip circular economy untuk mendukung produk infrastruktur seperti aspal karet dimana hal tersebut terus dikembangkan oleh Kemenperin. Aspal karet sendiri merupakan campuran antara aspal dan karet, dimana karet berperan sebagai bahan tambahan dengan dosis yang relatif kecil yaitu sekitar 5-7 persen dari aspal.

Baca juga : Peringati Hari Kartini, Sahabat Ganjar Bagikan Bantuan Sembako Dan Turnamen E-Sport Di Belitung

Potensi penyerapan karet untuk aditif aspal karet cukup tinggi. Kebutuhan aspal untuk konstruksi jalan diperkirakan sekitar 1,6 juta ton, dengan potensi penyerapan karet alam sebesar 112.000 ton per tahun, dan karet diperkirakan sebesar 7 persen dari aspal. Proyek aspal karet ini dilaksanakan oleh Musi Banyuasin yang memiliki kapasitas produksi 10.000 ton per tahun. Perkembangan penggunaan ban bekas pada aspal karet memiliki nilai ekonomis yang besar, apalagi potensi kebutuhan aspal terus meningkat seiring dengan persebaran infrastruktur khususnya jalan komunikasi di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, dari segi kualitas, spesifikasi yang dibutuhkan akan lebih tinggi karena pengaruh lingkungan yang tidak dapat diprediksi.

Gambar 2: a. RCA, b. fine crumb rubber, c. coarse crumb rubber

Mohammad Boroujeni mengatakan, campuran karet dan puing-puing dapat memberikan manfaat terhadap lingkungan dan teknologi. Pada dasarnya jalan tradisional terbuat dari bahan-bahan asli yang tidak berkelanjutan yaitu dari batu galian dan pasir alami. Dengan menggunakan campuran daur ulang yaitu dari ban bekas dan limbah bangunan membuat jalan lebih susah mengalami keretakan dan berkinerja baik pada kriteria utama seperti fleksibilitas, kekuatan dan deformasi permanen.

Setiap lapisan dari bahan dasar pembuatan jalan, harus cukup kuat untuk menahan tekanan kendaraan berat, sekaligus cukup fleksibel untuk memungkinkan jumlah gerakan yang tepat sehingga jalan tidak mudah retak. Di Australia, hanya 16 persen limbah yang didaur ulang secara lokal. Sekitar 3,15 juta ton puing konstruksi yang diproses--dikenal sebagai agregat beton daur ulang (RCA)--ditambahkan ke timbunan setiap tahun daripada digunakan kembali. RCA, yang merupakan kumpulan limbah konstruksi, dapat digunakan untuk tanah dasar jalan, namun penambahan limbah karet dapat meningkatkan produk jadi secara signifikan(Saberian et al., 2020). Perkerasan dengan RCA akan berdampak lebih kecil terhadap lingkungan daripada perkerasan yang dibangun dengan bahan alami. Dari semua bahan yang dibandingkan, konstruksi perkerasan menggunakan RCA mencapai manfaat lingkungan terbesar secara keseluruhan karena konsumsi energi paling sedikit dan menghasilkan gas rumah kaca paling sedikit.

Baca juga : Bamsoet Ajak Mahasiswa Pascasarjana Bantu Pecahkan Persoalan Bangsa

RCA dapat menghasilkan keuntungan yang signifikan untuk aspek triple bottom line dari kapasitas yang berkelanjutan, tetapi di luar dari manfaat yang diperoleh dari fase RCA, penggunaan dan pemeliharaannya juga harus diperhatikan lebih lanjut. Penggunaan RCA untuk pembangunan perkerasan jalan dapat memberikan sejumlah manfaat. Pertama, kurangi bergantung pada AF dan melestarikan sumber daya alam untuk digunakan di masa mendatang. Kedua, mengurangi kegiatan pertambangan, mengurangi emisi tambang dan biaya operasi tambang. Ketiga, mengurangi emisi gas dari mobilisasi FA, terutama ketika lokasi pembuangan RCA berada di pemukiman (Romadhon & Garside, 2021).

Dalam penelitian sebelumnya, tim dari RMIT School of Engineering telah menunjukkan bahwa campuran puing dan karet mereka bekerja dengan baik saat diuji ketahanannya terhadap tekanan, asam dan air, serta kekuatan dan deformasi, bentuk, dan sifat dinamis. Penyusutan rendah dan fleksibilitas yang baik mengurangi risiko retak. Tim mengidentifikasi perpaduan yang optimal 0,5 persen karet halus dan 99,5 persen RCA yang memberikan kekuatan geser sambil mempertahankan ikatan yang baik antara kedua bahan. Insinyur sipil Universitas RMT Jie Li mengantakan, solusi untuk banyak masalah sampah kita tidak hanya datang dari mengurangi jumlah yang kita buang ke tempat pembuangan sampah tetapi meningkatkan jumlah yang kita daur ulang. Pengembangan penggunaan baru yang inovatif untuk bahan daur ulang sangat penting karena akan menciptakan lingkungan ekosistem yang seimbang dan juga bisa menerapkan kehidupan berkelanjutan.

 

Gamar 3: Jalan (Foto: rodanesia.com)

Penambahan campuran karet juga dapat melindungi sinar matahari dimana hal tersebut membuat jalan rentan mengalami keretakan. Sampel menunjukkan bahwa kerentanan kerusakan akibat UV (panas matahari)  jika terdapat penambahan karet lebih rendah dibandingkan aspal biasa. Namun, jika terlalu banyak diberi karet justru dapat mengurangi ketahanan jalan terhadap kerusakan mekanis (Jamal et al., 2022).

Powered by Froala Editor

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.