Dark/Light Mode

Siasati Perang Dagang

Luhut Yakin Indonesia Bisa Curi Posisi China

Kamis, 15 Agustus 2019 10:00 WIB
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.

RM.id  Rakyat Merdeka - Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai, kita bisa memanfaatkan tensi perang dagang Amerika Serikat dan China untuk meraup peluang ekonomi. 

Caranya, dengan fokus mengembangkan industri yang dibutuhkan Negeri Paman Sam. “Kita punya potensi mengisi impor Amerika dari Tiongkok,” kata Luhut di Jakarta kemarin. 

Belakangan, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif 10 persen pada barang asal China senilai 300 miliar dolar AS. 

Kebijakan itu dibalas oleh Negeri Tirai Bambu dengan menghentikan pembelian produk pertanian dari AS. Kondisi perang dagang yang semakin menghangat itu, kata Luhut, perlu dicermati dan dilihat peluangnya apa yang bisa dilakukan Indonesia. 

“Misalnya semua industri furnitur dan sepatu apa perlu diberi insentif agar bisa memperlebar pasar di AS. Itu kita lakukan,” ujarnya. 

Berdasarkan bahan pemaparan yang disampaikan Luhut, tercatat impor AS mayoritas adalah logam dan mineral yang mencapai 19 persen, elektronika 17 persen, alat transportasi 13 persen, mesin 11 persen, consumer goods 7 persen, bahan kimia 7 persen, farmasi 5 persen, tekstil 5 persen, dan produk pertanian 4 persen. 

Baca juga : Gandeng Pindad dan Dirgantara Indonesia, BNI Ajarkan Siswa Cintai Lingkungan

Sementara, impor AS dari China antara lain mainan dan perlengkapan olahraga 81 persen, alas kaki 53 persen, furnitur 52 persen, elektronika 46 persen, peralatan rumah tangga 44 persen, dan tekstil 35 persen. 

Umumnya, kata Luhut, barang elektronik, alas kaki, dan mainan memang dibebaskan dari kenaikan tarif, sehingga konsumen AS belum banyak terpengaruh perang dagang. 

Namun, sektor itu berpotensi paling terkena dampak apabila AS mengenakan tarif pada semua impor produk dari China. 

Untuk itu, Luhut melihat Indonesia mesti fokus pada industri elektronika, mesin, tekstil, furnitur, consumer goods, mainan dan perlengkapan olah raga, peralatan rumah tangga, dan alas kaki. 

Sehingga Indonesia bisa memenuhi kebutuhan domestik Amerika Serikat apabila perang dagang skala penuh terjadi. 

“Kami melihat Amerika itu terpukul, sekarang mereka malah cenderung mau menaikkan lagi tarif menjadi 25 persen untuk impor senilai 300 miliar dolar AS, kalau itu terjadi bisa betulbetul perang,” jelasnya. 

Baca juga : Startup Indonesia Makin Diperhitungkan

Luhut pun mengaku sempat menanyakan kondisi tersebut kepada para pelaku industri di China. “Ketika dari China kemarin, kami bertanya ke pabriknya bagaimana dampak trade war ini. Katanya very painful. Ini perlu kami waspadai,” tuturnya. 

Dirinya mengatakan, akan melihat perkembangan kebijakan dua negara, salah satunya hingga pemilu ¬Amerika Serikat akhir tahun depan. Apalagi perang dagang juga telah berkembang kepada nilai tukar mata uang China. Depresiasi yuan ternyata juga berimbas kepada anjloknya nilai tukar rupiah hingga kisaran Rp 14.200. “Ini yang kami waspadai,” ucapnya. 

Namun demikian, Luhut optimistis di antara negara-negara berkembang Indonesia berada di posisi terbaik. Contohnya, Indonesia bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi 5 persen di tengah gejolak perekonomian global. 

Ia pun mengatakan pemerintah telah memberi kemudahan investasi sehingga para pemodal asing mau menanamkan duitnya ke Indonesia. 

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, ketidakpastian global yang tinggi bisa membawa dampak yang signifikan bagi perekonomian dalam negeri. 

Menurutnya, ekonomi Indonesia memang kuat secara domestik, ditopang oleh konsumsi dan investasi, namun outlook ke depan juga dipengaruhi dari arus modal. 

Baca juga : Hamparan di Temanggung Buktikan Indonesia Siap Swasembada Bawang Putih

“Karena ketegangan geopolitik maupun perang dagang, banyak investor, atau fund manager global, yang memilih mengamankan asetnya dalam bentuk cash daripada menginvestasikan ke sektor riil,” katanya. 

Dirinya melihat memanasnya kembali tendensi dagang dan itu dampaknya sudah dirasakan dalam dua kuartal terakhir, dimana kinerja ekspor melambat. 

Sebenarnya, kata Josua, tantangan dalam jangka pendek bagaimana menghadapi dan mengantisipasi perang dagang saat di sisi lain tetap berupaya tumbuhkan investasi untuk gerakkan pertumbuhan ekonomi. [KPJ]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.