Dark/Light Mode

Pengamat: Kekhawatiran Krisis Di Amerika Lebay!

Senin, 3 April 2023 22:39 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono menilai, pemberitaan ihwal kekhawatiran krisis di Amerika cenderung lebay, alias dilebih-lebihkan.

Kekhawatiran itu terjadi, setelah tiga bank di Amerika, Sillicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank mengalami kebangkrutan.

Faktanya, kondisi ekonomi di Amerika saat ini tidak dalam keadaan krisis, bahkan cenderung stabil bahkan meningkat dibanding sebelum pandemi.

"Seharusnya, pejabat dan tokoh publik dapat memberikan informasi dan pernyataan yang benar dan berdasar yang membangun optimisme daripada pelaku usaha dan seluruh rakyat Indonesia. Bukan malah menjerumuskan, sehingga ekonomi di Indonesia dapat kembali menggeliat," kata Bambang, di Jakarta, Senin (3/4).

Baca juga : Pengamat: Rakyat Sudah Jatuh Hati, Erick Thohir Makin Kuat Maju Di Pilpres 2024

Berdasarkan data, SVB berada di level 16 bank terbesar di Amerika. Sementara, Signature Bank berada di urutan ke-29, dan Silvergate Bank ke 113.

Sehingga, kebangkrutan ketiga bank ini, relatif tidak ada, atau bahkan sangat kecil bagi perekonomian Negeri Paman Sam.

Catatan Bambang, pada 2022, jumlah keseluruhan bank di Amerika mencapai 4.844. Sebagian besar, justru mengalami peningkatan pendapatan pada 2022, dibandingkan sebelum pandemi melanda.

Sebagai contoh JP Morgan Chase & Co, bank urutan pertama ini mempunyai pendapatan tahunan (Annual Revenue) di tahun 2022 sebesar 154,792 miliar dolar AS. Angka ini, naik signifikan dari 2019 yang hanya 142,515 miliar dolar AS.

Baca juga : Senam Putra Bidik Emas Di SEA Games Kamboja

Sedangkan Bank of America, mengantongi pendapatan tahunan 115,053 miliar dolar AS. Bank terbesar kedua di Amerika itu hanya membukukan pendapatan 113,589 miliar dolar AS pada 2019.

Kata Bambang, pertumbuhan ekonomi di Amerika naik signifikan. Dari 2,2 persen di 2019, menjadi 2,7 persen di 2022. Seiring naiknya sejumlah negara di ASEAN dan Eropa.

Vietnam misalnya, dari 7,02 persen pada 2019, menjadi 8,02 persen di 2022. Begitu juga Malaysia, ekonominya tumbuh dari 4,41 persen menjadi 8,7 persen. Filipina juga demikian, dari 6,12 persen menjadi 7,6 persen.

Bahkan, negara Eropa seperti Inggris mengalami pertumbuhan ekonomi luar biasa tinggi sebesar 4,1 persen di tahun 2022 dari tahun 2019 yang hanya sebesar 1,6 persen.

Baca juga : PIS Gercep Tangani Insiden Kapal MT Kristin Di Lombok

"Saya sangat mengharapkan kekhawatiran pejabat dan tokoh publik yang diberitakan akhir-akhir ini di media mainstream tidak perlu diekspos besar-besaran ke masyarakat. Karena ini tentu akan berdampak terhadap stagnasi dan perlambatan ekonomi akibat pelaku usaha enggan berinvestasi dan bahkan masyarakat enggan berbelanja," pesan Bambang.

Ia juga mengapresiasi kebijakan Pemerintah Jepang dalam memulihkan kondisi ekonominya. Salah satunya, mengeluarkan kebijakan agar masyarakatnya berbelanja dan berwisata dengan memberikan insentif.

Insentif yang disebut Community Development Certificate ini diberikan untuk masyarakatnya yang hendak travelling dan berbelanja guna menumbuhkan ekonomi pasca pandemi.

"Sehingga ekonomi di Jepang saat ini lebih membaik dibanding tahun 2019 sebelum Covid. Dan ini sebetulnya seiring dengan apa yang pernah Presiden Jokowi sampaikan agar masyarakat beramai-ramai berbelanja, nonton konser, dan berwisata guna menumbuhkan ekonomi pasca Covid," pungkasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.