Dark/Light Mode

Bukan Kartel Yang Bikin Migor Mahal, Tapi Melonjaknya Harga CPO

Jumat, 14 April 2023 23:46 WIB
Minyak goreng. (Foto: Ist)
Minyak goreng. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) menilai bukti-bukti yang diajukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara dugaan kartel minyak goreng tidak kuat. 

Hal tersebut tertuang dalam laporan LKPU-FHUI “Kajian Penanganan Perkara Dugaan Pelanggaran Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Terkait Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia”. Dalam laporan setebal 53 halaman ini juga menguraikan latar belakang kenaikan harga minyak goreng kemasan pada akhir 2021 hingga pertengahan 2022. 

Ada sejumlah faktor yang menjadi pemicu kenaikan harga minyak goreng kemasan antara lain meroketnya harga CPO di pasar global sebagai dampak sejumlah fakto seperti pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina.

Ketua LKPU-FHUI, Ditha Wiradiputra menjelaskan, kebijakan yang dibuat pemerintah untuk meredam kenaikan harga minyak goreng kemasan malahan menjadi boomerang yang berimbas kepada makin tingginya harga dan minimnya ketersediaan minyak goreng di pasaran. Sebagai contoh kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang diikuti perubahan regulasi sangat cepat.

Baca juga : Kertajati Menggeliat Lagi

Kebijakan HET ini membuat adanya sekian banyak perubahan regulasi mulai dari Permendag Nomor 1/2022 pada 11 Januari 2022, Permendag Nomor 3/2022 yang mulai berlaku pada 19 Januari 2022, Permendag Nomor 6/2022 pada 1 Februari 2022 yang kemudian juga diganti dengan Permendag Nomor 11/2022 pada 16 Maret 2022.

Selanjutnya pada 2022, Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) lewat Permendag Nomor 2/2022, serta larangan sementara ekspor CPO dan produk turunannya yang tertuang dalamPermendag Nomor 22/2022. Kebijakan ini untuk mengoptimalisasi ketersediaan CPO sebagai bahan baku utama serta memastikan ketersediaan minyak goreng di pasar domestik. 

“Kebijakan HET minyak goreng bukan saja merugikan produsen karena harus menjual di bawah harga keekonomian, tetapi juga berdampak negatif pada rantai distribusi minyak goreng,” katanya.

Menurut dia, penetapan HET di bawah harga keekonomian membuat oknum-oknum distributor sengaja menimbun produk dan menjual minyak goreng dengan harga yang jauh di atas HET. “Di lain pihak, masyarakat terpengaruh secara psikologis dan bertindak irasional dalam melakukan pembelian minyak goreng kemasan (panic buying),” ujar Ditha.

Baca juga : Harga Beras Dan Migor Jangan Sampai Melonjak

Untuk diketahui, pasca kenaikan harga dan kelangkaan pasokan minyak goreng dengan rentang waktu 2021 sampai 2022 lalu, KPPU melakukan penyelidikan hingga pemeriksaan adanya indikasi pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c dalam Undang-Undang Nomor 5/1999 oleh 27 perusahaan minyak goreng kemasan (Terlapor). 

Investigator KPPU dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) mendalilkan dugaan pelanggaran Pasal 5 tersebut berdasarkan bukti adanya perjanjian di antara pelaku usaha, yaitu adanya perilaku bersama-sama (concerted) untuk menaikan harga minyak goreng pada periode Oktober-Desember 2021 dan periode Maret-Mei 2022. 

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Banu Muhammad menambahkan, KPPU menggunakan uji korelasi dan homogeneity of variance test untuk membuktikan adanya price parallelism oleh para Terlapor. Namun, secara metodologi uji korelasi hanya menunjukkan kesamaan tren, bukan hubungan kausalitas. 

Selain itu, uji korelasi maupun homogeneity of variance test yang dilakukan hanya untuk para Terlapor belum cukup untuk membuktikan adanya price parallelism karena hal serupa bisa juga terjadi pada pelaku usaha yang tidak diproses KPPU. Analisa yang dilakukan oleh KPPU harusnya juga mempertimbangkan masa yang lebih panjang dan mengkonsiderasi keputusan yang sifatnya berkelanjutan, tidak hanya terbatas pada periode yang disorot. 

Baca juga : Parlemen Ingatkan Supporting System Pariwisata

“LDP yang disampaikan KPPU masih prematur. Selain terkait dengan bukti ekonomi yang bersifat indirect juga terkait dengan pengambilan keputusan yang kurang tepat dan butuh pembuktian lebih lanjut,” ujarnya.

Guru Besar Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait, yang menjadi saksi ahli sidang KPPU beberapa waktu lalu, juga menjelaskan bahwa dugaan kartel minyak goreng dalam sidang KPPU tidak cukup berlandaskan kepada indirect evidence (bukti tidak langsung). Menurut Ningrum, bukti tidak langsung tanpa didukung dengan bukti langsung tidak dapat digunakan dalam pembuktian Pasal 5 UU Antimonopoli.

Apabila tidak ditemukan adanya direct evidence, maka penggunaan indirect evidence harus sangat hati-hati dan didukung oleh analisis plus faktor. "Ini untuk membedakan apakah hal tersebut hanya merupakan perilaku atau strategi interdependen yang paralel atau merupakan kesepakatan penetapan harga," katanya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.