Dark/Light Mode

Cermati Isu Perubahan Iklim, Indonesia Akselerasi Kebijakan Energi Hijau

Rabu, 7 Juni 2023 20:24 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (Foto: Dok. Kemenko Perekonomian)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (Foto: Dok. Kemenko Perekonomian)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perekonomian Indonesia memperlihatkan ketangguhan untuk mampu mencapai target pertumbuhan sebesar 5,3 persen, meskipun perekonomian global masih bergejolak dengan berbagai tantangan, termasuk isu perubahan iklim. Dalam mencermati isu perubahan iklim ini, Indonesia tengah mengakselerasi kebijakan energi hijau.

Struktur pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia masih didorong industri manufaktur yang terus tumbuh positif karena kuatnya permintaan domestik. Dalam upaya memajukan sektor industri manufaktur, Indonesia tetap memerhatikan risiko global untuk jangka menengah panjang, salah satunya isu perubahan iklim.

“Telah dilakukan berbagai cara untuk mengingatkan publik dan pengambil kebijakan terkait dibutuhkannya pembiayaan untuk energi hijau terbarukan ini,” ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, saat memberikan virtual keynote speech dalam “Green Economy Forum 2023: Realizing Sustainable Growth through Green Economy Commitment” yang diadakan Bisnis Indonesia, di Jakarta, Rabu (7/6).

Baca juga : American Space Masuk Istiqlal

Realisasi investasi pada sektor industri di triwulan I-2023 berhasil mencatatkan nilai sebesar Rp 139,9 triliun atau meningkat sebesar 42,5 persen (yoy). Hal ini harus dipacu lebih tinggi lagi, karena merupakan salah satu cara untuk membantu Indonesia bisa keluar dari middle income trap.

“Peran sektor industri harus terus ditingkatkan dari 18-19 persen saat ini menjadi di atas 25 persen dalam 5-10 tahun ke depan,” jelas Airlangga.

Di tengah konflik geopolitik yang relatif menyebabkan peningkatan penggunaan energi fosil, Indonesia tetap menunjukkan komitmen untuk meningkatkan target Nationally Determined Contribution (NDC) per 23 September 2022. Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen (dari sebelumnya 29 persen) dengan kemampuan sendiri atau 43,20 persen (dari sebelumnya 41 persen) dengan bantuan internasional pada 2030.

Baca juga : BPK Dorong Peningkatan Audit Kinerja Berbasis Ekonomi Hijau

Untuk mencapai target Enhanced NDC pada 2030, Indonesia secara kontinyu memperkuat kolaborasi sektor swasta dan mendorong pembiayaan yang kreatif dan inovatif. “Indonesia membentuk Indonesia Investment Authority dan sekarang telah mendapatkan investasi mencapai 25 miliar dolar AS, kemudian ada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Indonesia, serta SDG Indonesia One untuk mencari dan membuka proyek investasi, terutama di sektor energi, pertanian, transportasi, dan lingkungan, yang akan menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi masa depan yang lebih hijau,” papar Airlangga.

Selain itu, Undang-Undang Cipta Kerja juga mereformasi beberapa peraturan untuk menarik lebih banyak investasi sektor swasta di sektor energi hijau dan biru, dengan tetap memperhatikan dimensi lingkungan dan sosial. Indonesia akan segera meluncurkan Comprehensive Investment Plan senilai 20 miliar dolar AS yang dikomitmenkan G7 plus Norwegia, Denmark, dan Uni Eropa untuk memungkinkan transisi sektor ketenagalistrikan di Indonesia. Sementara itu, APBN juga memprioritaskan proyek-proyek untuk mengatasi perubahan iklim dan mendorong kegiatan ramah iklim.

“Untuk memastikannya, Pemerintah menerapkan mekanisme Climate Budget Tagging di tingkat nasional dan daerah yang mampu melacak alokasi anggaran perubahan iklim, serta menyajikan data kegiatan dan hasilnya,” ucap Airlangga.

Baca juga : Kemah Jemaah Haji Indonesia Beres, Fasilitasnya Bikin Menko PMK Terkesima

Pemerintah juga terus mengakselerasi ekonomi berbasis industri hijau melalui efisiensi sumber daya alam dan penerapan ekonomi sirkular, pemanfaatan energi alternatif seperti biofuel, dan refuse derived fuel (RDF) atau bahan bakar yang dihasilkan dari berbagai jenis limbah. Selain itu, pembangunan ekosistem kendaraan listrik juga terus diakselerasi dengan memberikan insentif dari sisi permintaan untuk mempercepat sektor industri ramah lingkungan yang mampu mengurangi emisi CO2 dan konsumsi bahan bakar fosil.

“Tahun ini kita sudah menjalankan B35 dan ini adalah yang tertinggi dibandingkan negara lain. Bahkan negara tropis lain seperti Brasil baru menerapkan Etanol 20, dan biofuel mereka baru 20 persen,” pungkas Airlangga.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.