Dark/Light Mode

Pakar Hukum Minta Pelabelan BPA Galon Guna Ulang Tak Dipaksakan

Selasa, 18 Juli 2023 14:31 WIB
Pelabelan BPA pada galon guna ulang/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Pelabelan BPA pada galon guna ulang/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar hukum persaingan usaha yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof Ningrum Natasya Sirait menyarankan agar wacana pelabelan Bisphenol A (BPA) pada kemasan pangan berbahan polikarbonat tidak dipaksakan. Sebab, isu mengenai bahaya BPA dalam kemasan tersebut masih pro kontra.

“Dari dunia kesehatan, isu ini kan masih pro kontra. Jadi, jangan dipaksakan menjadi beban para konsumen nantinya. Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya mempertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?” ujar Ningrum.

Dia melihat, ada unsur persaingan usaha dalam isu bahaya BPA. Menurutnya, kalau dari segi persaingan usaha, apa pun yang menimbulkan biaya akan menjadi beban suatu industri. “Semua peraturan yang menimbulkan dampak pada meningkatnya biaya produksi seperti pelabelan BPA ini pasti berdampak pada konsumen dan itu perlu menjadi pertimbangan,” terangnya.

Baca juga : Makan Siang Bareng, Ganjar-Airlangga Tak Bicara Pilpres

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU) Chandra Setiawan juga melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha. “Sebab, 99,9 persen industri air minum dalam kemasan ini menggunakan galon tersebut,” ungkapnya.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menegaskan, jangan ada diskriminasi dalam usaha air minum dalam kemasan (AMDK) khususnya terkait senyawa BPA. Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus menyampaikan, pemerintah harus mengedepankan unsur keadilan dan jangan bersikap diskriminasi.

“Tidak boleh ada unsur diskriminasi. Semua pelaku usaha, produk, harus diberikan kesempatan yang sama untuk bersaing,” ujar Heri.

Baca juga : Posisikan Jadi Petani, Para Calon Founder Startup Gali Solusi Digital Farming

Ahli Polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin juga mengkritik wacana pelabelan BPA. Dia mengatakan, regulator perlu mengambil keputusan berdasar fakta-fakta ilmiah. Jangan hanya menyebut nama zat tertentu kemudian dikategorikan tidak boleh.

“Jangan mengambil kebijakan berdasarkan isu yang belum terbukti secara ilmiah. Kita perlu menjadi negara yang betul-betul teredukasi,” ucapnya.

Dia menerangkan, kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat diketahui sudah digunakan lebih dari 38 tahun di Indonesia. Sampai hari ini, belum pernah ada berita orang meninggal atau sakit akibat keracunan air minum dari galon polikarbonat.

Baca juga : Kembangkan Suap Dana PEN, KPK Tetapkan Bupati Muna Tersangka

“Polikarbonat itu adalah plastik yang aman dan terkategori sebagai food grade. BPA sendiri sudah lolos dari uji 34 macam bahan yang dikategorikan berbahaya untuk makanan,” katanya.

Guru Besar Bidang Keamanan Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Ahmad Sulaeman juga menyampaikan hal yang sama. “Rasanya masih terlalu dini (melakukan pelabelan BPA). Tidak perlu buru-buru. Belum ada data untuk mendukung hal tersebut,” ujarnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.