Dark/Light Mode

Pemanasan Global Tembus 2 Derajat Celsius, PLTA Perlu Waspada

Kamis, 23 November 2023 17:24 WIB
Simposium Peluang dan Tantangan Pembangkit Listrik Tenaga Air di Indonesia yang di selenggarakan di Universitas Indonesia, di Salemba, Jakarta, Kamis (23/11/2023). (Foto: Ist)
Simposium Peluang dan Tantangan Pembangkit Listrik Tenaga Air di Indonesia yang di selenggarakan di Universitas Indonesia, di Salemba, Jakarta, Kamis (23/11/2023). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Berdasarkan informasi EU’s Copernicus Climate Change Service (C3S), pemanasan global telah menembus 2 derajat Celsius. Padahal batas aman Paris Agreement adalah 1,5 derajat Celsius.

Pakar Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Mahawan Karuniasa mengatakan, dampak dari kenaikan suhu permukaan bumi tentu akan semakin berat, sehingga dalam urusan energi bersih seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) perlu mewaspadai perkembangan ini.

Hal tersebut disampaikannya dalam Simposium Peluang dan Tantangan Pembangkit Listrik Tenaga Air di Indonesia yang di selenggarakan di Universitas Indonesia, di Salemba, Jakarta, Kamis (23/11/2023).

Baca juga : ASDP Tutup Celah Percaloan

Simposium ini digagas oleh Environment Institute (ENVIRO) bekerjasama dengan Sekolah Ilmu Lingkungan UI, Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) serta Ikatan Alumni Sekolah Ilmu Lingkungan UI (ILUNISIL UI).

Menurut dia, banyak ilmuwan yang cukup kaget dengan perkembangan yang disampaikan tim Copernicus, meskipun angka tersebut bersifat temporer yang telah terjadi pada 17 dan 18 November 2023, tapi dapat dijadikan tanda-tanda kenaikan pemanasan global yang lebih cepat dari perkiraan.

Beberapa pihak juga menyampaikan bahwa 2023 sampai dengan saat ini diduga akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah.

Baca juga : Pembangunan Jalan Sisi Barat IKN Sudah Capai 72 Persen

Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Rahmawati mengatakan, perlunya integrasi konservasi hutan dan Pembangunan PLTA, termasuk pentingnya pembayaran jasa lingkungan untuk menjaga kelestarian flora fauna disekitarnya.

Rektor Institut Teknologi PLN, Iwa Garniwa menggarisbawahi, perlunya pertimbangan supply-chain dan keekonomian dalam integrasi berbagai alternatif pembangkit listrik berbasis energi bersih.

Dalam agenda transisi energi Indonesia, hydropower menjadi salah satu alternatif yang dikembangkan di Indonesia sesuai dokumen Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) selain dari sumber energi angin, surya, biomassa, dan panas bumi maupun potensi sumber lainnya. 

Baca juga : Pengguna Tembus 1,8 Juta, ASDP Terus Perkuat Ferizy

Mahawan mengatakan, salah satu PLTA yang telah lama dibangun, seperti PLTA Wonogiri sempat terganggu operasinya karena dampak El-Nino yang melanda Indonesia. Oleh sebab itu, pembangunan PLTA sebagai bentuk mitigasi emisi gas rumah kaca, juga pada saat yang bersamaan perlu beradaptasi dengan dampak perubahan iklim yang sudah dan akan terjadi, khususnya pada saat cuaca ekstrem kering.

Sebagai contoh, PLTA Batang Toru yang saat ini sedang dibangun dengan beban puncak 510 MW, dilihat dari desainnya memiliki kelebihan dalam aspek kelestarian ekosistem hutan, namun perlu beradaptasi terhadap cuaca ekstrem kering, untuk menjaga ekosistem sungai tetap terjaga karena sebagian airnya diarahkan melewati waterway bawah tanah untuk digunakan PLTA.

“Energi bersih dibutuhkan, termasuk PLTA, namun perlu beradaptasi dengan perubahan iklim dan menjaga kelestarian ekosistem disekitarnya,” tegas Mahawan.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.