Dark/Light Mode

Indef: RI Perlu Bikin Menko Khusus Urus Ekonomi Syariah, Ini Alasannya

Jumat, 5 April 2024 04:12 WIB
Prof Nur Hidayah
Prof Nur Hidayah

RM.id  Rakyat Merdeka - Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia masih terganjal persoalan SDM. Saat ini, hanya 10 persen SDM ekonomi syariah yang berlatarbelakang spesifik ekonomi syariah. Sisanya masih datang dari SDM umum.

Hal tersebut dibahas dalam diskusi yang berjudul  Mengonkretkan Omon-Omon Ekonomi Syariah: 5 Tantangan Utama dan Opsi Solusi yang digelar lembaga riset Indef, Kamis (4/4/2024).

Hadir dalam acara ini Associate Peneliti Indef Prof Nur Hidayah, Associate Peneliti Indef yang pernah menjadi anggota DPR 2014-2019, Hakam Naja, Wakil Rektor Universitas Paramadina Handi Risza, dan Direktur Riset Indef Martawardaya,

Prof Nur Hidayah mengemukakan, dari data masterplan ekonomi keuangan syariah 2019 - 2024 terlihat masih minimnya jumlah lulusan tenaga ahli yang tersertifikasi, yakni hanya 231 orang pada 2018.

Baca juga : Bos Indodax Optimis Industri Kripto RI Terus Tumbuh, Ini Alasannya

Data lainnya, dari perbankan juga menunjukkan adanya permasalahan di sisi kesesuaian kualifikasi pendidikan dengan bidang tugas. Hanya sekira 9,1 persen pegawai keuangan syariah yang berlatar belakang pendidikan ekonomi syariah.

"Artinya, 90 persen supply tenaga kerja perbankan dan keuangan syariah bukan berasal dari prodi ilmu ekonomi dan keuangan syariah," kata dia.

Menurut dia, tren  yang terjadi saat ini, industri keuangan dan ekonomi syariah lebih memilih untuk memanfaatkan lulusan yang ada, kemudian diberikan pengetahuan dan keterampilan industri ekonomi dan keuangan syariah. 

Selain minim latar belakang ekonomi syariah, SDM juga  perlu kemampuan teknologi digital yang mumpuni bagi alumni ekonomi dan keuangan atau perbankan syariah. Ini agar bisa memenuhi tuntutan industri keuangan dan ekonomi syariah.

Baca juga : Indonesia Mau Bikin PLTN? Rosatom Siap Bantu

"Perlu perombakan kurikulum ekonomi dan keuangan syariah agar lebih match dengan kebutuhan industri keuangan dan ekonomi syariah," kata dia. 

Perombakan itu dilakukan antara lain dengan mendesain kurikulum yang memadai untuk mengintegrasikan bobot ilmu ekonomi syariah dengan ilmu ekonomi keuangan dan perbankan murni. Sehingga lulusan memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan tidak hanya ilmu syariah tapi juga ilmu murni ekonomi keuangan dan perbankan. 

Perlu juga pengembangan dosen-dosen yang berkualifikasi di bidang ilmu ekonomi dan keuangan syariah, yang akan mengisi kebutuhantenaga-tenaga pendidik di prodi ilmu ekonomi dan keuangan syariah. “Dibutuhkan policy yang memihak misalnya pos-pos anggaran yang diperbesar untuk bea siswa ke luarnegeri padaprodi-prodi terbaik dunia, di bidang ekonomi dan keuangan syariah,” katanya.

Hakam Naja mengusulkan, urusan ekonomi   syariah ini perlu diurus langsung di bawah satu menteri koordinator agar lebih konkret. Ia menilai hal itu perlu dikaji segera.  

Baca juga : Gandeng CIMB Niaga, Sun Life Luncurin Asuransi Warisan, Ini Kelebihannya

"Saat ini nampak tidak adanya upaya serius untuk membangun ekosistem ekonomi syariah," kata dia. 

Dengan adanya menko, pertanggungjawabannya bisa jelas, pelaksanaannya juga terjadwal dan tidak ada ego sektoral antar kementerian. Semua itu dibutuhkan, sambung Hakam, agar ekonomi syariah yang diurus dengan benar. 

Sementara, Handi Risza mengatakan, dalam ekonomi domestik terkait pembangunan ekonomi keuangan syariah, perlu diperjelas lagi apakah Indonesia adalah negara produsen atau konsumen.

“Karena sudah terjadi saat ini produk-produk UMKM saja banyak dimasuki oleh produk impor dari China. Padahal ditilik lebih jauh, produk-produk itu bisa menjadi potensi ekonomi keuangan syariah dan industri halal dalam negeri,” katanya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.