Dark/Light Mode

Sudah Pulih Dari Covid, Sektor Manufaktur Kinclong Lagi

Jumat, 5 April 2024 19:05 WIB
Industri manufaktur. (Foto: Ist)
Industri manufaktur. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, Teuku Riefky menyebut, pertumbuhan sektor manufaktur di Indonesia pasca pandemi Covid-19 sudah mulai pulih dan menunjukkan perkembangan positif. 

“Sektor manufaktur merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar dalam perekonomian Indonesia,” tutur Riefky, Jumat (5/4/2024)

Namun, Riefky menekankan, posisi penting sektor manufaktur tersebut mengalami berbagai tantangan yang membuat performanya tidak maksimal.

"Kalau kita lihat faktor apa yang mempengaruhi, ada bermacam-macam, dari sisi daya saing tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, investasi yang masuk, iklim persaingan usaha, infrastruktur dan berbagai macam faktor lainnya," katanya.

Menurut Riefky, ada berbagai kebijakan yang dikeluarkan berbagai kementerian atau lembaga negara yang dengan sendirinya memberikan imbas negatif pada performa sektor industri manufaktur.

Baca juga : AS Rilis Data Manufaktur, Rupiah Loyo

“Saya tidak menyebutkan kementerian mana secara spesifik, tapi banyak kebijakan dari sisi regulasi, investasi, perbaikan infrastruktur, kemudahan berusaha, serta regulasi terkait misalnya akuisisi lahan yang memberikan dampak negatif terhadap industri dalam negeri,” beber Riefky.

Riefky juga menjelaskan, sisi kebijakan fiskal Indonesia seperti bea masuk dan sebagainya ikut punya andil dalam daya saing sektor industri manufaktur Indonesia. "Dari sisi bea masuk juga tentu ada dampaknya terhadap daya saing industri nasional," tambah Riefky.

Dalam konteks itu, menurutnya, Indonesia pemerintah perlu mengekspos sektor industri dalam negeri untuk mampu bersaing menghadapi industri luar negeri, namun pemerintah harus jelas dalam memberikan insentif untuk industri agar dapat bersaing dengan baik. 

"Industri kita perlu diekpose pada persaingan dengan produk-produk luar disertai dengan insentif . Namun bukan berarti harus diproteksi secara utuh, kemudian tidak terekspose dari sisi persaingan terhadap kondisi global," tutup Riefky.

Senada dengan pandangan optimis mengenai pertumbuhan sektor industri manufaktur tersebut, persepsi pelaku usaha di Indonesia juga ada pada teritori positif. S&P Global baru saja merilis data Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2024 yang berada di level 54,2 atau naik 1,5 poin dibanding capaian bulan Februari yang menyentuh angka 52,7.

Baca juga : KPU Sudah Rekap Suara 25 Provinsi, Ganjar Masih 0 Kemenangan

Angka tersebut menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur Indonesia sedang berada pada posisi ekspansif selama 31 bulan berturut-turut. Ini sejalan juga dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan Maret yang sama-sama berada pada fase ekspansi di level 53,05.

Kinerja PMI Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 lebih baik dibandingkan PMI Manufaktur negara-negara peers yang masih berada di fase kontraksi, seperti Malaysia (48,4), Thailand (49,1), Vietnam (49,9). Bahkan pencapaian tersebut lebih baik dari beberapa negara industri maju seperti Jepang (48,2), Korea Selatan (49,3), Jerman (41,6), Prancis (45,8), dan Inggris (49,9).

Sementara, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan mengungkapkan, kebijakan HGBT sangat berdampak positif bagi industri nasional. Kebijakan HGBT membuat industri nasional tumbuh dan survive dan berkontribusi terhadap peningkatan pajak, penambahan devisa dengan peningkatan ekspor dan penghematan devisa karena penurunan impor, peningkatan investasi serta penambahan serapan tenaga kerja.

Kebijakan HGBT mendorong performa sektor industri manufaktur pasca menghadapi pandemi Covid-19. Tujuh sektor penerima HGBT meliputi pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, sarung tangan karet memberikan nilai tambah bagi sektor perekonomian nasional mencapai Rp 157,2 triliun.

Oleh karena itu, kelanjutan kebijakan HGBT yang akan habis pada Desember 2024 merupakan keniscayaan atau sesuatu yang tidak bisa tidak dilaksanakan. "Hal ini untuk menjaga momentum industrialisasi dan menjaga kepercayaan investor yang sedang merealisasi pabrik-pabrik dengan skema HGBT dan ke depannya," terang Ketua FIPGB, Yustinus Gunawan.

Baca juga : Kinerjanya Kinclong, BNI Bagi Dividen Rp 10,45 T

Anggota Komisi VII DPR, Mukhtarudin menyebut,  kebijakan HGBT memiliki posisi sangat penting dan strategis untuk kinerja industri nasional. Oleh karena itu, dirinya meminta pemerintah untuk memperpanjang kebijakan program HGBT.

"Terkait kebijakan HGBT untuk industri khususnya yang di 7 sektor yang sudah diputuskan Pemerintah pada masa yang lalu, HGBT ini dan posisinya sangat penting dan strategis dalam konteks subsidi pupuk," ungkap Mukhtarudin.

Di sisi lain, dirinya juga meminta adanya perluasan sektor industri penikmat harga gas murah. Hal ini perlu dilakukan agar industri di Tanah Air dapat berdaya saing. Diketahui, situasi ekonomi global saat ini tengah dihadapkan sejumlah tantangan.

Untuk itu, kinerja industri dalam negeri perlu didongkrak agar berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. "Karena kalau HGBT ini tidak dilanjutkan, maka tentu sangat berpengaruh terhadap industri," papar Mukhtarudin.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.