Dark/Light Mode

Menjinakkan Kurva Bebek: Mengatasi Tantangan Fluktuasi dalam Transisi Energi

Senin, 15 April 2024 13:34 WIB
Ilustrasi The Duck Curve (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Ilustrasi The Duck Curve (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Mengenal Sang Bebek dan Perannya dalam Transisi Energi

Transisi energi digadang-gadang menjadi salah satu solusi teknologi penyelamat nasib kita. Bukan tanpa alasan, laju perubahan iklim yang disetir oleh emisi karbon bisa dilawan dengan transisi energi. Transisi energi menyediakan jalan tengah untuk mengakomodir kebutuhan manusia sekaligus mendorong keberlanjutan dengan energi terbarukan. Oleh karena itu, semakin banyak perhatian dan inisiatif masyarakat dalam mengadopsi energi terbarukan. 

Kendati demikian, masih ada berbagai hambatan untuk mewujudkan visi energi terbarukan di Indonesia. Kurva bebek atau yang lebih dikenal dengan The Duck Curve adalah salah satu tantangan unik transisi energi. Kurva ini dicetuskan pertama kali di California, Amerika Serikat, untuk menggambarkan ketidaksetimbangan neraca energi. Hal ini erat kaitannya dengan konsep konsumsi dan produksi energi.

Dalam sehari, konsumsi energi listrik mencapai puncak saat pagi, sore, dan malam hari. Karena itu, pada umumnya pembangkit listrik konvensional berskala besar akan menyesuaikan jumlah produksinya mengikuti kurva permintaan energi. Hal ini bertujuan agar energi bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat dan meningkatkan efisiensi pembangkitan energi listrik. Namun, masalah lainnya ikut tumbuh seiring menjamurnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

PLTS biasanya mencapai produksi maksimum saat siang hari karena tingginya radiasi matahari. Karena itu, pembangkit besar harus berkompromi menurunkan produksi listriknya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kelebihan produksi energi dalam jaringan listrik. Bertambahnya adopsi PLTS akan berakibat pada berkurangnya jumlah produksi oleh pembangkit besar saat siang hari. 

Akar permasalahan ini datang saat sore hari tiba. Ketika matahari mulai terbenam, pembangkit besar harus menaikkan produksi listriknya untuk mengimbangi beban karena berkurangnya produksi energi dari PLTS. Permasalahan hadir karena produksi energi dari pembangkit besar biasanya memakan waktu yang cukup lama. Selain itu, peningkatan beban listrik secara tiba-tiba  dapat memperberat kinerja pembangkit besar.

Ilustrasi Kurva Bebek (Sumber: Elements by Visual Capitalist)

Pembahasan Kurva Bebek di Indonesia dan Regulasi PLTS Atap

Kurva bebek perlu diperhatikan mengingat Indonesia adalah negara tropis dengan potensi energi surya sebesar 112.000 GWp (Kementerian ESDM, 2012). Selain itu, berkurangnya harga instalasi tenaga surya serta tingginya antusiasme masyarakat akan PLTS atap juga turut berpengaruh. Faktor-faktor inilah yang harus diperhatikan dalam transisi energi Indonesia.

Pemerintah sendiri telah mengeluarkan Permen ESDM Nomor 2/2024 yang mengatur penggunaan PLTS atap. Secara umum, aturan ini meniadakan sistem jual beli energi dan melakukan kuota sistem PLTS atap rumah tangga. Dalam sudut pandang konsumen rumah tangga, peniadaan sistem jual beli ini kurang menguntungkan secara ekonomis karena meningkatkan biaya investasi dan menambah dana penyimpanan.

Namun, dari sisi pemerintah, sistem jual beli energi dapat memberatkan beban anggaran negara dan meningkatkan potensi kelebihan pasokan listrik. Karena itu pemerintah lebih berfokus pada pengembangan PLTS dalam sektor industri yang konsumsinya lebih stabil. Dengan pengubahan arah fokus, pemerintah berharap transisi energi bisa lebih mudah.

Sayangnya, dalam konteks transisi energi, regulasi tersebut cenderung berpihak ke PLN dan mengurangi partisipasi masyarakat dalam transisi energi. Padahal partisipasi masyarakat sangat penting dalam keberlanjutan dan kemandirian proses transisi energi. Selain itu, tanpa sistem jual beli energi, kurva bebek akan cenderung lebih berdampak dalam jaringan listrik utama. Hal ini dapat berdampak pada pencapaian target bauran energi terbarukan Indonesia di tahun 2025.

Baca juga : Hadapi Berbagai Tantangan, Bank DKI Utamakan Transformasi Perbankan

Perbedaan Bentuk Kurva dalam Berbagai Model Sistem PLTS (Sumber: IEEFA)

Solusi Menjinakkan Kurva Bebek

Integrasi sistem penyimpanan energi adalah salah satu jawaban paling berdampak dalam masalah ini. Dengan mengintegrasikan sistem penyimpanan, kurva bebek menjadi lebih pipih dan suplai energi menjadi lebih seimbang. Apabila pemerintah berhasil menyelesaikan masalah ini, implementasi PLTS di Indonesia akan menjadi lebih efektif dan meningkatkan inklusivitas adopsi energi terbarukan.

Secara umum, sistem cara kerja sistem ini cukup sederhana. Sistem akan menyimpan kelebihan produksi listrik di siang hari dan melepaskannya di saat diperlukan. Selain itu, sistem ini bisa digabungkan dengan jaringan listrik utama untuk mencegah fluktuasi pasokan listrik dan meningkatkan stabilitas. Hal ini bisa meningkatkan resiliensi atau ketahanan grid utama listrik dalam mengakomodir kebutuhan listrik.

Sebagai contoh, kita bisa belajar dari kasus Pulau Kauai di Hawaii yang memiliki cakupan energi dari PLTS yang tinggi.  Hal ini menyebabkan fluktuasi pasokan listrik dalam jaringan energi pulau. Untuk mengatasi hal ini, jaringan energi pulau menggunakan kombinasi baterai dan sumber energi listrik lainnya untuk mengatasi naik turunnya sumber energi surya.

Sejauh pengetahuan penulis, Indonesia belum memiliki sistem penyimpanan energi. Hal ini tidaklah mengejutkan mengingat cakupan bauran energi terbarukan di Indonesia yang masih sedikit. Hanya saja, seiring berjalannya waktu, Indonesia harus mulai merencanakan sistem penyimpanan energi untuk menyambut momentum transisi energi. 

Meski begitu, ada satu proyek penyimpanan yang berkapasitas 1.040 megawatt yang masih dalam tahap pembangunan. Hal ini bisa membawa angin segar dalam masa depan transisi energi. Dilansir dari Kompas.com, Proyek Upper Cisokan Pumped Storage adalah proyek pembangkit yang diklaim menjadi pembangkit pertama berbasis Pump Storage. Proyek ini direncanakan dapat menjaga keandalan sistem kelistrikan di Jamali (Jawa-Madura-Bali) mulai tahun 2025.

Teknologi Pump Storage adalah sistem penyimpanan energi listrik termurah berskala besar dengan masa pakai yang cukup lama. Teknologi ini biasa diimplementasikan di badan perairan dan situs potensial lainnya. Cara kerjanya adalah dengan memompa air ke atas reservoir atau hulu sungai saat listrik sedang berlimpah dan melepaskan air yang disimpan saat listrik sedang diperlukan. 

Baca juga : Peran Keluarga Penting Dalam Membangun Literasi Digital

Skema Pumped Hydro Storage (Sumber: ARENA)Menurut penelitian Silalahi dkk di tahun 2022, ada 26.000 titik potensial aplikasi teknologi ini dengan kapasitas potensial 800 TW. Titik-titik ini tersebar di seluruh Indonesia mengingat banyaknya jaringan sungai yang ada. Selain itu, teknologi ini memiliki ecological footprint yang lebih rendah dibanding penyimpanan berbasis baterai. Hal ini menunjukkan besarnya potensi Indonesia dan kelebihan adopsi sistem tersebut dalam mewujudkan visi masa depan energi negeri.

Namun, ada beberapa kelemahan dan tantangan dalam implementasi teknologi ini. Political will dan anggaran dana adalah salah satu tantangan yang paling berpengaruh mengingat skala proyek ini yang cukup besar. Selain itu pembebasan lahan dan beragam dampak sosial dan lingkungan juga perlu diperhatikan agar pembangunan berjalan dengan lancar.

Simpulan Problematika Kurva Bebek

Indonesia masih memiliki jalan yang panjang dalam transisi energi. Salah satu batu loncatan yang ada adalah kurva bebek yang berkaitan erat dengan intermitensi, konsumsi listrik, dan ketersediaan pasokan listrik. Kurva bebek perlu diperhatikan mengingat besarnya potensi PLTS yang ada di negara kita. Kebijakan yang ada telah mengatur penggunaan PLTS atap dengan kontroversi yang datang sebagai imbasnya.

Untuk mencapai visi energi terbarukan Indonesia, teknologi penyimpanan berbasis pompa air bisa menjadi jawaban melawan kurva bebek. Rendahnya dampak ekologis dan sosial  menjadikan teknologi ini sangat menjanjikan. Dengan kolaborasi antar pemangku kebijakan, komunikasi kepada masyarakat, dan implementasi teknologi yang sesuai dan partisipatif, akan terwujud  transisi energi negeri yang lebih berkelanjutan dan mandiri.

Daftar Pustaka 

QR Daftar Pustaka (Sumber: Penulis)
Bisa diakses dihttps://bit.ly/refduckcurve

Baca juga : SKK Migas Beberin Tantangan Komersialisasi Gas Bumi


Muhammad Fikri Aufa
Muhammad Fikri Aufa
High School Environmentalist

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.