Dark/Light Mode

Local Turn sebagai Strategi Transisi Energi Berkeadilan bagi Masyarakat Adat

Senin, 22 April 2024 21:48 WIB
Keberhasilan Instalasi PLTS bersama Masyarakat Adat Birany Birany di Northern Territory, Australia, 2012 (Foto: Centre for Appropriate Technology)
Keberhasilan Instalasi PLTS bersama Masyarakat Adat Birany Birany di Northern Territory, Australia, 2012 (Foto: Centre for Appropriate Technology)

Secara historis, masyarakat adat telah menjadi peletak pondasi sistem konservasi lingkungan bagi kehidupan masyarakat global. Hutan adalah “bapak” dan lahan adalah “ibu” merupakan filosofi masyarakat adat yang mengisyaratkan hubungan timbal balik dan saling menjaga antara manusia dan lingkungan. Kemampuan dalam menjaga alam tersebut didukung oleh laporan International Union for Conservation of Nature (2019) yang menyatakan bahwa sebanyak 80% keanekaragaman hayati yang tersisa dari hutan di seluruh dunia berada di dalam wilayah masyarakat adat. Namun, eksploitasi alam di tanah adat yang masif demi kepentingan profit telah merenggut kelestarian tersebut. Tak jarang, masyarakat adat dan komunitas lokal di sekitarnya diusir untuk meninggalkan kawasan konservasi yang telah ditetapkan. Percayalah, dalam setiap eksploitasi alam, yang rusak bukan hanya lingkungan, tetapi juga peradaban. 

Kondisi ini diperparah oleh krisis iklim yang semakin menempatkan masyarakat adat sebagai kelompok rentan. Penelitian oleh Veit (2019) memaparkan bahwa krisis iklim menggusur masyarakat adat tujuh kali lipat lebih cepat dari populasi global dan mempercepat laju kemiskinan dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada rata-rata global. Berangkat dari hal tersebut, Penulis merekomendasikan konsep ‘Local Turn’ sebagai strategi transisi energi berkeadilan bagi masyarakat adat. Strategi komprehensif ini menjadi paradigma solutif untuk membangun resiliensi masyarakat adat, sekaligus mengakselerasi transisi energi terbarukan tanpa melukai lahan dan kelestarian identitas mereka.

Local Turn merupakan paradigma dalam proses rekonstruksi pascakonflik bagi masyarakat yang termarjinalisasi oleh struktur yang opresif. Term Local Turn bermakna usaha masyarakat lokal untuk merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya yang sebelumnya dirampas oleh “penjajah”. Paradigma ini melihat masyarakat lokal sebagai aktor utama yang harus diproritaskan dalam semua aktivitas yang berpotensi merugikan kehidupan mereka. Dalam tulisan ini, proses ekstraksi energi oleh pemerintah atau swasta—sebagai “penjajah”—jarang sekali melibatkan partisipasi aktif masyarakat adat, baik dari segi perencanaan, implementasi, hingga evaluasi (monitoring), sehingga perlu ada usaha mengklaim kembali kekuasaan penuh milik masyarakat adat untuk menjamin identitas, norma, dan budaya leluhur tetap lestari. Konseptualisasi proses transisi energi yang berbeda harus diakui untuk memastikan inklusivitas dan keaadilan, dan menempatkan masyarakat adat sebagai subjek pembangunan, bukan objek. Melalui Local Turn, kita dapat memikirkan inovasi dan ekstraksi energi dengan cara yang sama sekali berbeda, sehingga memungkinkan kita untuk bersama-sama menciptakan transisi energi yang sangat dibutuhkan dengan proses yang benar-benar meningkatkan kesejahteraan sosio-ekologis masyarakat adat. 

Penggabungan antara penghargaan terhadap masyarakat adat dengan pembangunan transisi energi akan memungkinkan munculnya inovasi yang memperkuat nilai-nilai tradisional. Sinergitas yang dihasilkan tidak hanya berkontribusi pada pelestarian budaya dan tradisi, tetapi juga menjadi solusi untuk permasalahan kontemporer seperti krisis iklim. Simbiosis antara transisi energi dan tradisi menawarkan masa depan yang harmonis. Berdasarkan hal tersebut, maka penting untuk menemukan strategi harmonisasi yang tepat untuk mengkolaborasikan antara kearifan lokal masyarakat adat dengan kebutuhan modern. Dengan demikian, ide inti di balik Local Turn adalah mengambil inspirasi dari pandangan hidup masyarakat adat dan menerapkan prinsip-prinsip ini pada proses transisi energi modern, terutama proses (pra- hingga pasca-implementasi) serta pemilihan alat dan infrastruktur yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam batas-batas lahan masyarakat adat. 

Baca juga : Lebaran Ketupat Manifestasi Kerukunan Masyarakat Indonesia

Dalam implementasinya, penulis mengusulkan implementasi paradigma Local Turn ke dalam langkah-langkah konkret tiga tingkat—mikro, meso, dan makro. Pada tingkat mikro, penulis menemukan bahwa individu merupakan komponen integral dalam transisi energi. Individu di sini meliputi masyarakat adat itu sendiri maupun masyarakat non-adat. Di samping individu, inisiatif berkelanjutan yang dilakukan oleh kelompok dan gerakan kolektif merupakan bagian dari transisi energi di tingkat menengah. Tingkat pembangunan berkelanjutan terbesar dan paling inklusif berkaitan dengan tingkat makro, yang meliputi negara dan aktor global, yang meliputi organisasi internasional, lembaga swadaya internasional, swasta, dan lainnya. Ketiga tingkat ini dapat dipahami sebagai pelibatan aktor yang berbeda, masing-masing dalam interaksi yang konstan dengan aktor-aktor di tingkat lainnya. Visualisasi implementasi paradigma Local Turn dapat dilihat pada Gambar 1.

Baca juga : Pamer Skill Masak Rendang


Gambar 1. Strategi Harmonisasi Multi-level Aktor (hasil olah pribadi)

  1. Mikro (Individu)

Pada tingkat ini, setiap individu dapat berpartisipasi aktif untuk mendorong transisi energi yang lebih adil dan berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai dengan: 1) pendidikan pemberdayaan. Masyarakat adat dapat didorong untuk mengambil peran aktif dalam pendidikan dan peningkatan kapasitas. Mereka harus memiliki akses ke program-program pelatihan yang membekali mereka dengan keterampilan adaptasi dan mitigasi krisis iklim; 2) Setelah berdaya dan memiliki tingkat adaptasi yang mumpuni, individu di komunitas adat dapat didorong untuk menginisiasi proyek-proyek lokal yang memadukan kearifan tradisional dengan inovasi modern.

  1. Meso (Komunitas & Gerakan Kolektif)

Baca juga : Menteri ESDM Antisipasi Lonjakan Konsumsi Energi Jelang Libur Lebaran

Pada tingkat Meso, komunitas dan gerakan kolektif memegang peranan krusial dalam harmonisasi transisi energi terhadap kearifan lokal masyarakat adat. Langkah konkretnya antara lain: 1) Membangun jaringan kolaboratif antarkelompok masyarakat adat dan gerakan kolektif dengan pihak eksternal, termasuk akademisi, praktisi, dan organisasi masyarakat sipil untuk saling bertukar pengalaman dan pengetahuan, serta memfasilitasi pertukaran ilmu yang sesuai dengan nilai-nilai lokal. Tak sampai di situ, inisiatif kolektif yang melibatkan kelompok-kelompok masyarakat adat pun diperlukan untuk menggagas dan mengelola proyek-proyek lokal sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai kearifan lokal; 2) Dengan kapasitas dan sumber daya yang lebih besar dari individu, komunitas dan gerakan kelompok dapat menjadi observer, dengan menyediakan dukungan untuk pemeliharaan dan keberlanjutan proyek-proyek lokal. Gerakan kolektif dapat membantu dalam mengorganisir sumber daya, memfasilitasi perbaikan, dan menangani tantangan yang mungkin muncul seiring waktu; 

      3. Makro (Negara & Aktor Global)

Pada tingkat ini, Negara menjadi aktor kunci sebagai regulator dan eksekutor kebijakan. Negara juga harus membangun pondasi kuat dengan kebijakan dan kolaborasi internasional, memastikan kearifan lokal masyarakat adat tetap dapat lestari dan menjadi dasar filosofis kehidupan mereka. Beberapa hal konkret yang dapat diinisiasi: 1) fasilitator. Negara harus memfasilitasi dialog yang inklusif antara masyarakat adat, gerakan kolektif, dan pihak terkait lainnya. Hal ini membantu membangun pemahaman bersama, meminimalkan konflik, dan menciptakan lingkungan yang mendukung proses transisi energi yang inklusif; 2) Pada tingkat global, aktor global perlu mendorong kerja sama global untuk memajukan prinsip-prinsip Local Turn yang mengakui keanekaragaman kearifan lokal dan memastikan adanya mekanisme yang memfasilitasi transisi energi yang adil dan berkelanjutan kepada masyarakat adat.

Sebagai penutup, Penulis meyakini bahwa krisis iklim tidak akan bisa ditangkal tanpa restrukturisasi dan transformasi yang mutualistik dari hubungan kontemporer antara negara dan masyarakat adat, sehingga diperlukan kolaborasi harmonis. Oleh karena itu, Local Turn menjadi strategi yang efektif yang hanya berkontribusi pada pelestarian budaya dan tradisi masyarakat adat, tetapi juga memaksimalkan potensi pemanfaatan energi terbarukan di wilayah masyarakat adat sebagai solusi untuk mengatasi krisis iklim. 

Muhammad Raafi
Muhammad Raafi
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada. Tertarik pada studi Hak Asasi Manusia dan Keadilan Iklim.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.