Dark/Light Mode

Transportasi Umum Bertenaga Listrik di Perkotaan untuk Mencapai Dekarbonisasi

Kamis, 18 April 2024 22:58 WIB
Bus Transjakarta listrik (Foto: Tedy O Kroen/RM)
Bus Transjakarta listrik (Foto: Tedy O Kroen/RM)

Pada saat ini, lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di daerah perkotaan. Tren urbanisasi telah memunculkan berbagai pembahasan mengenai tata ruang, perencanaan dan pengelolaan kota. Di saat bersamaan, perubahan iklim semakin nyata dirasakan sehingga mendorong pembahasan mengenai cara untuk mengurangi gas rumah kaca (karbon dioksida) sebagai penyebab utamanya. Salah satu penyumbang emisi karbon dioksida terbesar berasal dari sektor transportasi.

Hal ini mengarah kepada kritikan terhadap rancangan kota yang mengutamakan kendaraan pribadi berbahan bakar fosil, sehingga menghasilkan gas rumah kaca yang besar. Di Indonesia, mayoritas perkotaan masih belum mengandalkan transportasi umum sehingga penduduknya bergantung pada kendaraan pribadi sebagai moda transportasi utama. Artikel ini akan menjabarkan bagaimana optimalisasi transportasi umum bertenaga listrik di perkotaan Indonesia dapat menjadi jalan untuk mencapai dekarbonisasi.

Tingkat urbanisasi di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data BPS (2023), sebanyak 56,7 persen penduduk Indonesia hidup di perkotaan pada 2020 dan diprediksi menjadi 66,6 persen pada 2035. Dari tren ini dapat disimpulkan bahwa manajemen perkotaan di Indonesia harus dioptimalkan agar para penghuninya dapat hidup dengan nyaman. Akan tetapi, kota-kota di Indonesia masih menghadapi sejumlah masalah, salah satunya mengenai transportasi. Pertumbuhan kota yang pesat meningkatkan kebutuhan sarana transportasi, namun tidak diiringi dengan ketersediaan transportasi umum yang baik.

Ini membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi sehingga cenderung menyebabkan kemacetan. Faktor rendahnya kualitas transportasi umum diantaranya kurangnya pendanaan dan pengawasan dari pemerintah, serta dari masyarakat yang kurang sadar dan disiplin untuk memanfaatkan fasilitas yang ada secara baik (Kurniawan dkk, 2021).

Baca juga : Sri Mul Bertemu Pak Bas Saat Mudik, Ternyata Pernah Tetanggaan Di Semarang

Sektor transportasi merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar kedua di Indonesia, yakni sebanyak 27 persen dari keseluruhan emisi dan hanya lebih kecil dari sektor industri sebesar 37 persen. 93,7 persen sumber energi transportasi di Indonesia menggunakan bahan bakar minyak (Climate Transparency, 2020). Pencemaran udara kendaraan bermotor menimbulkan berbagai efek negatif bagi kesehatan, seperti penyakit pernapasan, terganggunya pembentukan sel darah merah dan keracunan gas CO (Ismiwati dkk, 2014). Tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang buruk bagi kesehatan, di tengah ancaman perubahan iklim dan menipisnya cadangan sumber energi fosil membuat transisi menuju transportasi energi terbarukan harus segera dimulai oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Transportasi umum yang berbasis energi listrik, jika dioptimalkan dengan baik dapat menjadi salah satu bentuk transformasi perkotaan Indonesia untuk mencapai dekarbonisasi. Hasibuan dkk (2021) memperkirakan bahwa penerapan model transit oriented development di kawasan Jabodetabek dapat mengurangi emisi karbon sebesar 3,5 juta tCO2 (total konten karbon dioksida). Penggunaan transportasi umum menyumbang lebih sedikit gas rumah kaca dibandingkan kendaraan pribadi, dengan rentang persentase dari 1,9 persen hingga 30,8 persen. Emisi COper kapita dari transportasi umum juga jauh lebih rendah dibandingkan kendaraan pribadi, dengan rentang 33 hingga 214 kg emisi per orang untuk transportasi umum dibandingkan rentang 180 hingga 4.322 kg emisi per orang untuk kendaraan pribadi (Kenworthy, 2003).

Kereta listrik dapat menjadi pilihan moda transportasi untuk dibangun di perkotaan Indonesia karena kemampuannya untuk mengangkut banyak penumpang sekaligus dan kereta listrik tidak mengeluarkan gas rumah kaca (secara tidak langsung jika energinya bersumber dari bahan bakar fosil) seperti kendaraan bermotor. Contoh sistem kereta listrik sebagai langkah dekarbonisasi adalah perpanjangan salah satu jalur kereta listrik di London yang mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 338 kiloton COdalam periode 2000 hingga 2011. Meski begitu, pembangunan infrastruktur kereta listrik yang baru mengeluarkan gas rumah kaca yang cukup besar, dengan emisi dari pembangunan sistem bawah tanah yang lebih besar daipada emisi dari sistem setara tanah atau sistem kereta layang.

Pembangunan infrastruktur rel memiliki dampak positif yang lebih kecil dibandingkan pembangunan jalan, namun sistem rel ketika sudah dijalankan lebih ramah lingkungan dibandingkan jalan. Moda kereta listrik di perkotaan berguna untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam keadaan tertentu, seperti pemanfaatan energi terbarukan sebagai sumber listrik dan efisiensi penggunaan yang tinggi (Yuan dkk, 2023). Kereta listrik tidak ramah lingkungan jika penumpang yang dibawa sedikit, sehingga pengaplikasiannya di Indonesia akan bermanfaat di kota-kota besar dengan penempatan jalur di kawasan padat penduduk dan tingkat mobilitas yang tinggi. 

Baca juga : PLN Icon Plus Perkuat Konektifitas dan Digitalisasi

Selain kereta listrik, bus berbasis energi listrik juga dapat menjadi salah satu moda tranportasi publik untuk mencapai dekarbonisasi. Studi Mahmoud dkk (2016) menunjukkan bahwa penggunaan bus dengan sumber energi selain diesel mengeluarkan lebih sedikit gas rumah kaca dibandingkan bus berbahan bakar diesel. Bus berbahan bakar gas mengurangi emisi sebesar 4,17 persen, bus campuran diesel dan listrik dapat mengurangi emisi hingga sebesar 20,79 persen, bus berbaasis sel hidrogen dapat mengurangi emisi sekitar 74 persen, kemudian bus bertenaga baterai listrik dengan sumber energi campuran dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 41,08 persen dan bus berbasis baterai listrik dengan sumber energi campuran dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 98,36 persen. Dari data ini dapat disimpulkan penggunaan bus berbasis baterai listrik berenergi terbarukan menjadi cara paling optimal untuk dekarbonisasi.

Studi kasus di Jakarta oleh Lee (2021) menunjukkan sebagian besar masyarakat perkotaan Indonesia mendukung kehadiran transportasi umum dan inisiatif transportasi berkelanjutan, dengan indikator terkait mendapat angka sekitar 4 dari skala kegunaan 1 sampai 5 dari responden yang diwawancarai. Akan tetapi, komitmen pemerintah untuk menerapkan transportasi umum masih perlu dipertanyakan. Contohnya, pendekatan mantan walikota Surabaya, Tri Rismaharini untuk menggalakkan transportasi umum pada 2017 berbenturan dengan kecenderungan pemerintah pusat yang mengutamakan kendaraan pribadi (Offenhuber, 2019).

Indonesia juga masih bergantung pada bahan bakar fosil, yang pada 2018 menyediakan 88 persen dari sumber energi (Climate Transparency, 2020). Sebagai pihak paling berpengaruh, pemerintah baik pusat dan daerah perkotaan perlu mengubah strategi dan bekerja sama untuk menyediakan transportasi umum berbasis listrik yang optimal dan ramah lingkungan, serta dipadukan dengan sumber energi terbarukan.

Transportasi merupakan salah satu aspek kunci bagi kawasan perkotaan. Jumlah penduduk urban Indonesia yang semakin membuat isu ini menjadi semakin genting. Akan tetapi sebagian besar transportasi urban mengandalkan moda kendaraan pribadi, yang cenderung menyebabkan kemacetan dan menyumbang porsi cukup besar terhadap emisi gas  rumah kaca Indonesia. Terdapat dua moda transportasi umum yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan tersebut.

Baca juga : Antisipasi Antrean Di Pelabuhan Merak, Menhub Siapkan Kapal Besar

Pertama, adalah sistem kereta listrik, yang cocok bagi kota-kota besar karena dapat mengangkut banyak penumpang namun pembangunannya mencemari lingkungan, memakan biaya yang tinggi, dan memerlukan tingkat permintaan penumpang yang juga tinggi. Solusi kedua adalah sistem bus berbasis listrik, yang sesuai dengan lebih banyak kota dibandingkan sistem kereta listrik dan mengeluarkan gas rumah kaca yang jauh lebih kecil daripada bus bertenaga diesel. Transportasi umum berbasis listrik disukai khalayak umum, namun implementasinya yang optimal memerlukan dukungan penuh dari pemerintah dan dipadukan dengan sumber energi yang terbarukan untuk memuluskan jalan menuju dekarbonisasi.

Arie Ferdinandsyah
Arie Ferdinandsyah
Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.