Dark/Light Mode

Membidik Ketahanan Pangan Indonesia Emas 2045 dengan Ekonomi Sirkular

Rabu, 17 April 2024 15:01 WIB
Visualisasi Ekonomi Sirkular Ramah Lingkungan. (Gambar: pin.it/7y5hQH7L1)
Visualisasi Ekonomi Sirkular Ramah Lingkungan. (Gambar: pin.it/7y5hQH7L1)

Perubahan adalah hal yang pasti terjadi. Begitu juga dengan Indonesia, kini negara kita tengah berproses pada transformasi di berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi dan pertanian. Negara agraris kita ini memiliki potensi besar untuk mengembangkan kekayaan sumber daya alamnya menjadi sebuah negara dengan ketahanan pangan yang kuat di masa depan. 

Dalam proses perkembangannya, Indonesia di tahun 2018 telah berhasil mencapai posisi 65 dari 113 negara, dan berada di posisi kelima di kawasan ASEAN dalam Global Food Security Index (GFSI) atau Indeks Ketahanan Pangan Global yang dirilis  The Economist dan Corteva, yang merupakan perusahaan sains bidang pangan global. Namun, sangat disayangkan pada tahun 2022, posisi tersebut merosot ke posisi 69 dari 113 negara.

Menurunnya Indeks Ketahanan Pangan Global ini dapat menjadi suatu ancaman yang serius apabila tidak segera ditindaklanjuti, karena posisi tersebut masih berada di bawah rata-rata dunia sebesar 62,2 dan rata-rata Asia Pasifik pun lebih tinggi daripada peringkat Indonesia yakni sebesar 63,4. Dengan kondisi seperti itu, untuk mencapai cita-cita ketahanan pangan Indonesia Emas di tahun 2045 dapat menjadi hambatan yang cukup gawat. 

Ekonomi dan pertanian adalah dua aspek penting dalam perkembangan mencapai Indonesia Emas 2045. Dalam berdinamika mencapai ketahanan pangan tentunya diperlukan berbagai gebrakan nasional yang patutnya berprinsip pada kelestarian lingkungan dan berkelanjutan. Dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, gebrakan nasional ini dapat terlaksana dengan baik serta menciptakan keseimbangan biodiversitas yang berdampak baik pada jangka panjang.

Pada kehidupan kita sehari-hari, kita mengenal adanya ekonomi linear. Ekonomi linear adalah sebuah sistem di mana orang membeli suatu produk, menggunakannya, dan kemudian membuangnya. Hal ini sangat disayangkan, karena barang yang seharusnya dapat digunakan semaksimal mungkin hanya akan berhenti di satu siklus saja dan berakhir di tempat pembuangan tanpa ada manfaatnya lagi. 

Bertentangan dengan ekonomi linear, ekonomi sirkular adalah model ekonomi yang berprinsip mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin, sehingga meminimalkan kerusakan lingkungan bahkan sosial yang disebabkan oleh ekonomi linear. Ekonomi sirkular lebih dari sekadar mempertahankan sumber daya yang dimiliki, namun berfokus untuk mendorong pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan visi untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia Emas tahun 2045 yang berkelanjutan.

Apabila ekonomi sirkular dikaitkan dengan pertanian, akan tercipta sebuah keefektifan kerja yang memakmurkan lingkungan hidup dan sosial. Dengan memperhatikan keseimbangan alam, berbagai aspek kehidupan akan ikut berdinamika dalam keseimbangannya. Ekonomi sirkular ini dapat menjadi gebrakan nasional pertanian dalam meningkatkan resiliensi ketahanan pangan Indonesia. Ekonomi sirkular yang ramah lingkungan ini pula dapat menjadi upaya untuk meminimalisasi dampak pemanasan global yang terjadi beberapa dekade belakangan ini. 

Pemanasan global adalah masalah serius yang kerap diabaikan. Pemanasan global ini dapat memicu berbagai bencana lain, seperti perubahan iklim yang ekstrem, menurunnya keanekaragaman biodiversitas, dan bahkan kelangkaan bahan pangan. Tak hanya aspek lingkungan saja, pemanasan global ini juga berpotensi besar merugikan aspek ekonomi dan sosial.

Perubahan iklim yang ekstrem menimbulkan cuaca yang tidak menentu, suhu udara yang semakin panas dapat mempercepat penguapan yang akan menyebabkan hujan ekstrem. Di kota-kota besar yang padat penduduk dan minim resapan air, hujan dapat menimbulkan banjir. Bencana banjir ini tentunya sangat merugikan pekerjaan masyarakat, karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mobilitas sosial yang ada di wilayah terkena banjir dan sekitarnya. 

Selain perubahan iklim yang ekstrem, berkurangnya keanekaragaman biodiversitas juga mengancam kerugian sosial dan ekonomi. Dalam kacamata orang awam, mungkin hal tersebut hanya berdampak terhadap lingkungan saja, sebatas punahnya suatu spesies dan dianggap tidak terlalu merugikan. Punahnya keanekaragaman hayati lebih daripada itu, setiap individu dalam ekosistem berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem itu sendiri, apabila satu atau lebih komponen hilang, maka ekosistem tersebut menjadi tidak seimbang dan bahkan rusak. Dalam 50 tahun terakhir pertanian merupakan ancaman terhadap 24.000 dari 28.000 spesies yang terancam punah. Hal ini merupakan masalah besar dari ekonomi yang tidak ramah lingkungan.

Masalah lainnya adalah kelangkaan bahan pangan, kelangkaan bahan pangan ini dapat menjadi penghambat besar menuju cita-cita resiliensi pangan Indonesia Emas 2045. Kelangkaan bahan pangan dapat terjadi karena dua hal diatas yaitu iklim ekstrem yang tidak stabil dan punahnya keanekaragaman hayati. Kelangkaan bahan pangan akan menghambat berbagai sektor kehidupan kita, baik nasional maupun global. Tiga dari sekian banyak penghambat ini perlu kita beri perhatian dan aksi penuh, ekonomi sirkular dapat menjadi solusi yang berdampak.

Ekonomi sirkular dalam mencapai pertanian berkelanjutan ini tentunya membutuhkan adaptasi dan proses secara bertahap. Berbagai hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, seperti penggunaan dan pemeliharaan tanah yang tepat dapat ditekankan sebagai dasar dari semua produksi pertanian. Selain itu, hal yang tak kalah penting adalah sumber daya manusia, yaitu petani. Petani harus menjadi aktor utama yang mendorong dan memperoleh manfaat dari pertanian sirkular.

Tak hanya itu, pemerintah juga harus menjadi aktor utama dalam menjamin mereka mendapatkan penghidupan yang layak. Peran konsumen juga tak kalah penting pada proses perkembangan ekonomi sirkular ini, konsumen harus bijak dalam menilai kembali makanan dan menyadari pentingnya makanan yang diproduksi secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Melihat realitas lingkungan hidup kita yang semakin buruk, sudah sepatutnya kita sebagai manusia peduli penuh dan berhati-hati dengan setiap langkah yang kita lakukan untuk kemajuan negara dan global. Menjadi pemerintah maupun masyarakat, kita harus bersinergi dalam membangun cita-cita kita untuk kehidupan bumi kita yang lebih baik. Untuk mencapai ketahanan pangan Indonesia Emas dari masa 2024 sekarang, menuju 2045 bukanlah waktu yang secepat kilat, perlu adanya proses panjang dan kehati-hatian demi menjaga lingkungan kita.

Nadine Aqila Zahrania
Nadine Aqila Zahrania
Shiztarodine

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.