Dark/Light Mode

Ekonomi Sirkular: Penyelamat Kelangsungan Hayati dari Praktik Pertanian yang Kolot

Rabu, 17 April 2024 13:32 WIB
Konsep Pertanian Regeneratif Berbasis Ekonomi Sirkuler. (Gambar: Istimewa)
Konsep Pertanian Regeneratif Berbasis Ekonomi Sirkuler. (Gambar: Istimewa)

Bagaimana Praktik Pertanian yang Kolot Terus Menghasilkan Masalah

Belum hilang dari ingatan akan kasus keracunan di Kalimatan Tengah pada tahun 2019 silam akibat kontaminasi zat pestisida, pada bulan Maret 2024 kemarin, kasus pencemaran limbah pertanian mencapai pada tingkat yang lebih mengerikan. Universitas Airlangga menemukan profil ikan Kerapu Bebek yang terinfeksi Cacing Benedenia akibat perairan yang tercemar oleh industri pertanian dan manufaktur.

Kita juga tidak bisa lupa dengan peristiwa kematian masal 150 ton ikan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat, yang disebabkan salah satunya karena air tercemar oleh zat nitrat dan fosfat yang terindikasi dari pestisida pertanian. Serangkaian kasus ini menjadi titik renungan bahwa ancaman terbesar bagi kelangsungan hayati di Indonesia ternyata datang dari praktik-praktik kolot yang sering dilakukan di sekitar kita. 

Dampak Pestisida Semakin Mengerikan

Pestisida yang langsung dikenakan pada tanaman dan tanah dapat terbawa oleh gerakan air ataupun udara. Hal ini memungkinkan limbah pestisida dapat terbawa dalam rantai makanan sehingga membahayakan kesehatan. Di Indonesia, limbah pestisida yang terkandung dalam produk hortikultura seperti wortel, kentang, sawi, bawang merah, tomat, dan kubis telah dilaporkan memiliki residu yang melampaui batas maksimal 2 ppm dan diantaranya diklasifikasikan sebagai senyawa karsinogen yang dapat menyebabkan kanker. Bahkan, kandungan organofosfat dan karbamat juga disinyalir dapat mempengaruhi sistem saraf manusia.

Studi baru dari Oxford University pada tahun 2023 mengungkap bahwa limbah pertanian lebih berdampak buruk bagi ekosistem perairan dibandingkan ekosistem tanah. Irigasi meningkatkan kemungkinan pindahnya pestisida ke air tanah. Apalagi, di pedesaan seringkali terjadi pengairan sawah dengan laju yang melebihi daya serap tanah sehingga mengakibatkan limpasan air yang dapat membawa pestisida ke sungai. Yang lebih mengerikan, zat aktif pestisida menciptakan resistensi karena kemampuannya bertahan di tanah dan air selama bertahun-tahun. Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi bahwa sebanyak 10 juta orang per tahun dapat meninggal pada 2050 akibat resistensi antimikroba (AMR).

Baca juga : Smart Home Tawarkan Pengamanan Rumah Praktis Saat Ditinggal Mudik

Menemukan Titik Seimbang

Lantas, apa yang akan terjadi apabila praktik pertanian yang kolot terus berlanjut? Padahal, kebutuhan pangan di Indonesia dan dunia terus meningkat setiap tahunnya, bahkan dengan fakta sumber daya alam yang semakin terbatas. Ditambah lagi, sektor pertanian mendapat tuntutan untuk beralih ke praktik yang lebih berkelanjutan. Tentu keadaan ini membutuhkan konsep baru dalam pertanian dan dalam hal ini “Ekonomi Sirkular” dapat menjawabnya. 

Terdapat tiga hal penting, yaitu definisi, prinsip, dan indikator, dalam menerjemahkan konsep ekonomi sirkular. Sederhananya, konsep ini memperbarui konsep ekonomi linear yang masih memiliki proses “dibuat-dipakai-dibuang”. Sebaliknya, ekonomi sirkular dalam konteks praktik pertanian memastikan bahwa dari proses, panen, hingga produksi tidak ada yang terbuang. Contoh praktik paling sederhana adalah memanfaatkan hasil samping panen untuk membuat pupuk organik. 

Menerjemahkan Konsep Pertanian Sirkular

Level paling sederhana dalam pertanian sirkular adalah pemanfaatan limbah. Dalam hal ini, kesempatan petani, peternak, dan mahasiswa untuk berkolaborasi terbuka lebar melalui sistem pengendalian hama secara biologis. Sedangkan level lanjutannya adalah pertanian regeneratif. Produksi tanaman pangan merupakan konsumen utama sumber daya air dan energi di seluruh dunia, alhasil menghasilkan gas rumah kaca (GRK) yang sama besarnya.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah cara untuk meningkatkan efisiensi sumber daya produksi agar proses pertanian tidak berlangsung boros. Pertanian regenaratif merupakan jawabannya. Terdapat empat kunci dalam penerapannya. 

Baca juga : Prabowo Dapat Ucapan Selamat Langsung Dari Jinping Di Beijing, Ini Yang Diobrolin

Pertama, mengelola tanah secara minimum agar tanah lebih sehat dan kaya mikroba. Kedua, memperkaya keanekaragaman tanaman di ladang agar tanah lebih kaya nutrisi sehingga hasil pertanian lebih produktif. Ketiga, menerapkan rotasi tanaman. Keempat, menghindari menanam tanaman dengan jenis yang sama di lokasi yang sama untuk meminimalisir hama. Sederhananya, regeneratif mendorong pertanian untuk meningkatkan kualitasnya sehingga petani bisa mendapatkan pangsa premium di pasar dan harga jual meningkat.

Implementasi Pertanian Sirkular

Integrated Rural Development (IRD) atau pengembangan komunitas desa menjawab tantangan tersebut secara sederhana. IRD dikembangkan dengan menggabungkan kegiatan pertanian dengan  peternakan   yang  dikelola  langsung oleh komunitas yang sudah ada di sebuah desa, seperti Karang Taruna ataupun Dharma Wanita. Langkah pertama implementasi dapat dilakukan dengan menginisiasi pengelolaan limbah ternak menjadi pupuk kandang organik.

Untuk meningkatkan nilai tambah, pengembangan produk dapat dilakukan dengan kerja sama holistik: pemerintah, swasta, dan universitas, seperti Pertamina Field dari elemen swasta, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten dari elemen pemerintah, dan universitas setempat sebagai mitra dalam riset dan inovasi.

Sejauh ini, kolaborasi antara PT Pupuk Indonesia dengan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada berhasil melakukan kajian riset pertanian berkelanjutan di 16 provinsi. Dalam kajian teridentifikasi faktor dasar yang perlu diperhatikan oleh petani, yaitu adaptasi terhadap perubahan iklim dan kemampuan menciptakan solusi alternatifnya. Dalam hal ini, IRD merupakan community empowerment atau pendekatan yang tepat bagi masyarakat untuk mengenali fenomena baru dan adaptasi di era pertanian sirkular tersebut.

Untuk mencapai prinsip pertanian sirkular lanjutan, yaitu pertanian regeneratif, langkah awal dapat dilakukan dengan membuat skema bisnis dari masing-masing divisi peternakan, pertanian, dan produksi pupuk agar terjadi perputaran bahan baku yang jelas. Praktik ini akan menghemat biaya produksi dan IRD dapat meningkatkan level dengan menghasilkan pendapatan melalui diversifikasi produk pupuk yang dipasarkan ke konsumen. Terdapat lima prinsip yang harus diterapkan pada setiap tahap prosesnya, yaitu1) Recycling, kegiatan yang melibatkan penggunaan kembali hasil produksi; 2) Refinasi, memperbaiki produk; 3) Reducing, meminimalkan risiko polusi/limbah; 4) Rethinking, pencarian solusi melalui penilaian ulang, analisis kelayakan, dan evaluasi; dan 5) Reusing, menggunakan bahan yang masih berfungsi.

Baca juga : Jokowi Ingin Pelaksanaan Haji 2024 Jadi Legacy Terbaik, Ini Langkah Yaqut

Selanjutnya, IRD melalui divisi pertanian dapat memproduksi bibit berdasarkan kolaborasiya dengan mahasiswa dan dosen universitas setempat, seperti bibit sayur, buah, dan tanaman  hias  yang siap dipasarkan ke segmen rumah tangga sebagai alternatif kegiatan berkebun di pekarangan rumah dengan konfigurasi  produk paket bibit dan pupuk organik siap pakai. 

Kesimpulan

Praktik pertanian sirkular menggambarkan peribahasa, “Sambil menyelam minum air”. Tidak hanya meminimalkan pembuangan limbah, akan tetapi juga menambah nilai produk menjadi lebih berharga. Apabila semua pihak saling diuntungkan, maka kemauan untuk menjaga kelangsungan hayati pasti dilakukan dengan kesadaran penuh. Di sisi ekonomi, IRD mampu membuka lapangan pekerjaan baru sehingga berdampak pada meningkatnya pendapatan desa.

IRD juga mampu merangsang produksi tanaman pangan yang diperediksi akan terus meningkat di masa depan. Namun, yang terpenting adalah bagaimana IRD mampu bersinergi dengan konsep pertanian sirkular untuk mencapai tujuan utama dalam menjawab masalah lingkungan yang selama ini dibuat oleh sistem pertanian yang linear. Memastikan tidak ada yang terbuang, mengutamakan bahan organik, mencipatakan proses produksi yang seefisien mungkin, dan meregenerasi hayati sekitar, adalah empat kunci sederhana untuk memulai era baru “Pertanian Sirkular” di Indonesia.

Lintang Dwi Prayoga
Lintang Dwi Prayoga
Mahasiswa Teknik Kimia

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.