Dark/Light Mode

Analisis Tekno-Ekonomi: Waste Plastic Pyrolysis Oil sebagai Solusi Krisis Energi

Sabtu, 20 April 2024 21:54 WIB
Sampah plastik. (Foto: pexels.com)
Sampah plastik. (Foto: pexels.com)

Plastik merupakan salah satu material yang memiliki fungsi praktis sehingga banyak diminati masyarakat. Hampir semua orang dari berbagai kalangan memakai plastik dalam kesehariannya. Jumlah pemakaian plastik terus bertambah seiring bertambahnya populasi penduduk. Dengan meningkatnya pemakaian plastik, kuantitas limbah plastik yang dihasilkan juga meningkat. Walaupun telah diadakan program penanganan sampah seperti pengumpulan, pemisahan, dan daur ulang, masalah lingkungan dan kesehatan yang ditimbulkan limbah plastik seakan tidak ada habisnya. 

Plastik memiliki dampak yang berbahaya terhadap lingkungan sebab sifatnya yang sulit terurai. Dilihat dari strukturnya, plastik tersusun dari polimer rantai panjang hidrokarbon yang saling mengingat satu sama lain sehingga beberapa ahli mengungkapkan proses dekomposisi plastik yang terkubur dalam tanah membutuhkan waktu 50 hingga 100 tahun. Dalam waktu bertahun-tahun tersebut, limbah plastik yang terkubur akan lebih dulu meracuni ekosistem dengan mengganggu jalur resapan air, menurunkan kesuburan, serta membunuh hewan-hewan pengurai dalam tanah. Apabila terbuang ke laut, plastik akan menyebabkan pencemaran air dan hewan-hewan laut akan terancam. Pada berbagai media berita telat tercatat banyak ditemukan kasus hewan laut seperti penyu, ikan dan burung seringkali tersangkut atau bahkan memakan sampah plastik karena menganggapnya sebagai makanan, menyebabkan luka, keracunan, dan bahkan kematian. 

Limbah plastik telah menjadi permasalahan baik pada negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2023 menyebutkan bahwa dari 13 juta ton total timbunan sampah, 18,4 % (2,3 juta ton) merupakan sampah plastik, dengan hanya sebagian kecil yang dapat didaur ulang atau dikelola dengan manajemen yang baik. Hal ini menunjukan bahwa metode pengelolaan sampah yang saat ini diterapkan belum dapat mengatasi sampah plastik secara maksimal. 

Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menangani plastik sehingga dapat menghasilkan produk yang bernilai tinggi, seperti misalnya bahan bakar minyak sumber energi alternatif.  Dalam penelitiannya, Wajdi dkk (2020) menyatakan bahwa plastik memiliki kandungan energi yang tinggi seperti bahan bakar pada umumnya sebab plastik merupakan produk turunan minyak bumi. Mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak dapat dilakukan dengan metode pirolisis. Pirolisis adalah proses menguraikan suatu material pada temperatur tinggi tanpa atau dengan udara yang sangat terbatas. 

Gambar 1. Produk BBM Alternatif Hasil Proses Pirolisis (Alimuddin, 2017)

Meskipun sama-sama dipanaskan, metode pirolisis berbeda dengan metode insinerasi atau pembakaran sampah biasa. Suhu yang digunakan pada pirolisis mencapai 800°C sementara suhu yang digunakan pada insinerasi lebih tinggi lagi yakni dapat mencapai 1400°C. Perbedaannya tidak hanya terletak pada suhu tetapi juga pada produk yang dihasilkan. Metode insinerasi dapat memproses sampah plastik dan hanya menghasilkan sampah dan listrik. Sementara itu, metode pirolisis dapat menghasilkan banyak jenis produk hidrokarbon, seperti lilin, aromatik, etilen, propilen serta minyak. Produk-produk yang dihasilkan metode pirolisis lebih bernilai daripada insinerasi, serta dapat dipergunakan sebagai bahan baku untuk produksi plastik baru dan secara langsung berkontribusi pada ekonomi sirkular.  Minyak hasil proses pirolisis atau disebut juga Waste Plastic Pyrolysis Oil dapat digunakan sebagai bahan bakar minyak (BBM) alternatif karena memiliki fraksi yang sama dengan komponen minyak bumi. Dengan cara ini, dua masalah besar dapat sekaligus teratasi, yakni masalah penumpukan limbah plastik dan krisis sumber energi. 

Analisis Lingkungan

Dalam skenario penelitiannya, Park dkk (2023) mengestimasi jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran 591,5 ton sampah plastik dengan cara insinerasi adalah sebanyak  1,033,277 kg CO2eq. Sementara itu, apabila teknologi Waste Plastic Pyrolysis Oil diterapkan, gas rumah kaca yang dihasilkan dengan jumlah sampah yang sama hanya sekitar 206,455—433,556 kg CO2eq. Dengan demikian, emisi gas rumah kaca yang dapat dikurangi adalah sekitar 19.98 % sampai 41.98 % dibandingkan cara insinerasi tradisional. Selain itu, tambahan pengurangan emisi gas rumah kaca dapat lebih tinggi lagi sebab Waste Plastic Pyrolysis Oil  dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika  Serikat, jika rata-rata  satu kendaraan mobil penumpang dapat menghasilkan 46 ribu kilogram karbon dioksida per tahunnya, maka penggunaan teknologi Waste Plastic Pyrolysis Oil dapat mengurangi jumlah gas karbon dioksida yang dihasilkan oleh 13 - 18 mobil rata-rata per tahun. 

Analisis ekonomi 

Kemampuan teknologi Waste Plastic Pyrolysis Oil dalam mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca dapat mendatangkan nilai ekonomis lain, yakni melalui perdagangan kredit karbon. Kredit karbon (carbon credit) adalah izin yang dapat diperjualbelikan sehingga memungkinkan  suatu perusahaan atau entitas lain untuk mengeluarkan sejumlah karbon dioksida. Karena dapat mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca, pihak yang memproduksi Waste Plastic Pyrolysis Oil dapat menjual kredit karbonnya kepada industri atau perusahaan yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tinggi, seperti misalnya pembangkit listrik batu bara (PLTU), pembangkit listrik gas, pabrik baja, dan lain-lain.

Di Indonesia, peraturan mengenai perdagangan karbon ini pun telah diatur dalam Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon (POJK Bursa Karbon) yang diikuti dengan penerbitan Surat Edaran (SE) Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon. Menurut Pasal 1 Ketentuan Umum Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023, perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar yang dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli Unit Karbon. Adapun pengertian Unit Karbon  adalah bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat atau persetujuan teknis yang dinyatakan dalam satu ton karbon dioksida yang tercatat dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI). Melalui peraturan ini, Indonesia berharap dapat menurunkan emisi dan gas rumah kaca lebih dari 36 juta ton pada tahun 2030 dan mencapai netral karbon pada tahun 2060. 

Jika ditelusuri, adanya tren perdagangan karbon dapat menjadikan teknologi Waste Plastic Pyrolysis Oil sebagai peluang usaha dengan prospek yang menjanjikan. Apalagi, hal ini telah didukung penuh oleh pemerintah melalui peraturan yang dikeluarkannya. Sehingga, dengan peluang yang besar baik dari segi ekonomi maupun lingkungan, teknologi Waste Plastic Pyrolysis Oil sangat layak untuk dikembangkan menjadi proyek investasi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. 

Malinnur Aeni
Malinnur Aeni
Peserta Essay Competition

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.