Dark/Light Mode

Omnibus Law Permudah Izin, Akan Ada Rebound di Sektor Properti

Kamis, 27 Februari 2020 12:50 WIB
F Rach Suherman (Foto: Istimewa)
F Rach Suherman (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Omnibus Law yang disiapkan pemerintah diprediksi akan mendorong aktivitas ekonomi. Sektor properti termasuk di dalamnya. Bagi sektor properti, terdapat empat penyederhanaan izin yang akan membuat bisnis semakin bergairah.          

IMB misalnya. Sebelumnya membutuhkan waktu 1 tahun untuk dikeluarkan pemerintah daerah, sekarang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Kemudian, sertifikat Laik Fungsi. Sebelumnya terjadi bottleneck di pemerintah daerah untuk pengeluaran sertifikat dan juga inspeksi. Dengan Omnibus Law akan diambil alih pemerintah pusat.        

Perjanjian Pengikatan Jual Beli juga serupa. Dulu tidak ada kejelasan mengenai persentase perkembangan pembangunan sebelum diperbolehkannya PPJB. Omnibus Law  memperjelas dengan syarat 20 persen perkembangan pembangunan.           

Bagi Lippo Karawaci, yang pada awal tahun ini terus menguatkan posisi keuangannya dan menunjukkan performa baik, hal ini akan semakin menguatkan kinerja.

Baca juga : Pertamina Bantu Tabung LPG di Posko Dapur Banjir Jakarta

Pengamat properti, F Rach Suherman, menilai, Omnibus Law yang disiapkan pemerintah diprediksi akan mendorong aktivitas ekonomi, termasuk sektor properti. Ada beberapa kotak regulasi yang menjadi tantangan menarik untuk secara teknis berada dalam pasal undang-undang sapujagat ini.        

Kotak-kotak regulasi dimaksud diantaranya adalah SK lokasi, Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (SPPJB). ''Omnibus Law punya niat mulia menyederhanakan regulasi-regulasi. Bagus,'' kata Suherman.          

CEO Property Excellent and Advisory (PenA) ini menambahkan, 13 Paket Kebijakan yang sebelumnya diluncurkan pemerintahan Jokowi, bagi dunia properti seperti ''miniatur Omnibus Law''. Di dalamnya banyak aturan dipangkas.           

Hanya, Suherman menilai, di hilir tidak besar rasa penyederhanaannya. Perda-perda masih membuat developer tidak otomatis menikmati kemudahan regulasi. Ia pun mewanti-wanti, jangan sampai Omnibus Law, setelah menjadi undang-undang, menjadi terlalu general. Maka muncul interpretasi yang berbeda pada pemda-pemda sehingga mereka punya alasan membuat aturan teknis yang kental dengan isu-isu-lokal.         

Baca juga : Bahas Omnibus Law, Buruh Audiensi Dengan Fraksi Golkar

"Karena itu, pertanyaannya sekarang adalah apakah undang-undang sapujagat ini mampu menghalau perda-perda yang berpotensi membuat masalah. Contoh, kebijakan KLB pada gedung tinggi, masih banyak daerah tidak punya aturannya. Gagap saat ada pengembang akan bangun apartemen,'' tuturnya.

Ketika ditanya soal prospek industri properti nasional di 2020, Suherman memprediksi, sektor ini masih akan mengalami tekanan. Namun tetap punya prospek membaik. Tetapi, syaratnya adalah suku bunga KPR rendah, kredit konstruksi tidak seret, dan supply/demand sama-sama punya trust. Pasalnya, pada 2019 kredit tumbuh melambat dan perbankan perlu membuat inovasi produk.         

Karena itu, Suherman berprasangka baik pada Omnibus Law dalam jangka panjang. Akan tetapi dalam jangka pendek-menengah sangat bergantung dengan cara  mengelola turunan UU ke dalam regulasi teknisnya. ''Karena industri properti tentu akan melakukan penyesuaian-penyesuaian lagi. Dan ini untuk menghindari ketidakpastian baru,'' katanya.  

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Chris Apriliony, mengatakan, secara keseluruhan, bisnis LPKR memang fokus di bidang properti dan kesehatan. Bisnis properti dan kesehatan secara animo masih cukup baik. Sektor kesehatan sendiri masih menarik karena segmen bisnis yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Kemudian, bisnis properti dan rumah sakit akan menghasilkan pendapatan berulang (recurring income). Dengan memperbesar recurring income perusahaan akan lebih stabil.          

Baca juga : Omnibus Law Diyakini Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional

PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga akhir 2019 tercatat sebagai pengembang properti dengan aset paling jumbo, mencapai Rp 56,8 triliun. Nilai aset LPKR mengalahkan Bumi Serpong Damai yang tercatat memiliki aset sebesar Rp 53,3 Triliun.      

CEO Lippo Karawaci, John Riady, menjelaskan, perusahaaan akan terus mengoptimalisasi portofolio properti demi meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham. Juga, agar kepemilikan aset perseroan semakin bertambah. "Kami terus bekerja mengelola aset-aset kami secara proaktif untuk meningkatkan valuasi, mengidentifikasi peluang investasi, serta meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham," ucap John.           

Lippo Karawaci, melalui keterbukaan informasi, menyampaikan manajemen akan fokus dalam pengembangan bisnis inti. Lippo Karawaci antara lain akan memperluas produk Urban Homes, mempercepat pendapatan pra penjualan, meningkatkan kualitas pelayanan di linis bisnis kesehatan dan mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar dalam bisnis ritel mal. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.