Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Relaksasi Kredit Ancam Likuiditas Bank

BRI Berharap Raih Penempatan Dana Pemerintah Paling Banyak

Jumat, 15 Mei 2020 07:12 WIB
Foto: retailnewsasia
Foto: retailnewsasia

RM.id  Rakyat Merdeka - Kebijakan relaksasi kredit yang dijalankan perbankan ibarat buah simalakama bagi industri keuangan. Bagaimana tidak. Di tengah upaya penyelamatan UMKM sebagai penopang ekonomi nasional, bank juga dihadapkan pada ancaman keringnya likuiditas hingga kinerja yang anjlok.

Bagi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), UMKM menjadi aset utama bisnisnya. BRI juga menjadi bank yang paling banyak melakukan restrukturisasi kepada debitor terdampak akibat Covid-19. 

Hingga April 2020, BRI telah merestrukturisasi kredit 1,4 juta pelaku UMKM dengan total eksposur mencapai Rp 101 triliun. Diakui Direktur Utama BRI Sunarso, restrukturisasi yang berpotensi memakan waktu lama ini, turut mengancam kemampuan bank untuk bertahan. 

“Akan ada dampak ke likuiditas ke depannya, meski di kuartal I-2020 kinerja kami masih bagus. Tapi ke depan potensi (penurunan) di kuartal II bisa saja terjadi. Karena baru terasa memang di akhir Maret hingga sekarang,” terangnya dalam konferensi pers virtual terkait paparan kinerja Kuartal I-2020 BRI di Jakarta, kemarin. 

Nasabah yang seharusnya menyetor cicilan, karena tidak mampu, akhirnya menjadi tidak membayar. Likuiditas bank tentu akan berpengaruh. Lalu nasabah yang harusnya membayar bunga, imbuhnya, lalu diperbolehkan menunda pembayaran bunganya. “Makanya income dari pembayaran bunga juga ikut menurun,” tuturnya. 

Baca juga : OJK : Restrukturisasi Kredit di 88 Bank Capai 336,97 Trilium

Lantas, bagaimana nasib bank selanjutnya? Sunarso bilang, hal itulah yang saat ini sedang dicarikan solusinya. Apakah beban ini akan ditanggung bank sendirian, ataukah ada penempatan dana pemerintah. Baik itu dalam bentuknya deposito di bank atau lainnya, sebagai pengganti likuiditas bank akibat upaya penyelamatan UMKM. 

“BRI maunya paling banyak (raih penempatan dana) karena kami yang paling banyak melakukan restrukturisasi. Kita menanggung rasa sakit yang sama,” ucapnya. 

Di samping itu, perseroan juga terus berupaya dan kreatif mencari tambahan dana dari luar. BRI baru saja mendapatkan pendanaan 1 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 14,92 triliun dengan rate hanya 1,9 persen, yang pada Juni ini akan segera dicairkan. 

Pinjaman ini diperoleh dalam skema club loan yang berasal dari 10 bank regional Asia, Eropa dan Amerika. “Lumayan, jumlah ini bisa menambah struktur liabilities (utang bank), menjaga likuiditas valas dan cukup untuk ekspansi kredit kami ke depannya,” jelas Sunarso.

Kinerja Kinclong 

Baca juga : Apresiasi Larangan Mudik, MPR Minta Pemerintah Penuhi Kebutuhan Masyarakat

Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo menambahkan, terkait kondisi pandemi yang belum pasti kapan akan selesai, pihaknya terpaksa memangkas target bisnisnya. 

“Tentu akan kami revisi. Semua pasti akan turun dari perkiraan awal. Misalnya, kredit dari sebelumnya kami targetkan di angka 11 persen kemungkinan akan turun. Tapi berapanya, belum kami finalisasi. Kemungkinan awal Juni akan disampaikan ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan),” jelasnya. 

Sementara catatan gemilang terjadi di bisnis kredit mikro yang mampu bertumbuh 10,05 persen atau sekitar Rp 930,73 triliun secara year on year (yoy) dibanding kuartal I-2019. Bahkan pertumbuhan ini melampaui capaian industri perbankan secara umum, yang dari data OJK yang hanya mampu tumbuh 7,95 persen. 

Bahkan angka ini, lanjut Sunarso, masih sesuai ekspetasinya di awal tahun sebelum Covid-19 menyebar di Indonesia. 

“Jadi awal Maret saat Covid-19, awal-awal saya ditanya apakah optimis, saya bilang ya double digit. Tapi saya malah di-bully karena terlalu sesumbar. Sekarang saya buktikan bahwa kredit yang sekitar 78,31 persennya didominasi UMKM ini tumbuh 10,5 persen,” ucapnya. 

Baca juga : Relaksasi Kredit Tak Optimal, Leasing dan OJK Dinilai Belum Implementasikan Penuh Perintah Jokowi

Dari sisi komposisi kredit UMKM BRI dibanding total kredit BRI pun merangkak naik dari 77,37 persen di kuartal I-2019 menjadi 78,31 persen pada kuartal I-2020. 

“Ini merupakan salah satu bentuk upaya perseroan sebagai langkah countercyclical terhadap UMKM agar roda perekonomian terus berputar,” sebutnya. 

Pada akhir Maret 2020 non performing loan (NPL) BRI tercatat 3 persen, jauh di bawah batas maksimal NPL yang ditetapkan regulator sebesar 5 persen. Dari capaian Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat Rp 1.029,00 triliun atau naik sebesar 9,93 persen yoy. Dana murah masih mendominasi portofolio simpanan BRI, mencapai 55,90 persen dari total DPK atau senilai Rp 575,18 triliun. 

“Di tengah kondisi yang sedemikian menantang, dengan fokus pada kesehatan aset produktif, secara konsolidasian BRI mampu mencetak laba Rp 8,17 triliun, dengan aset mencapai Rp 1.358,98 triliun hingga akhir kuartal I-2020,” jelasnya. 

Sementara itu, dari sisi permodalan, BRI mencatat capital adequacy ratio (CAR) 18,56 persen di akhir kuartal I-2020. Ini mencerminkan modal BRI cukup kuat untuk melakukan ekspansi dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. [DWI]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.