Dark/Light Mode

Beri Kesempatan DPR dan Pemerintah Bahas Omnibus Law

Selasa, 24 Maret 2020 18:00 WIB
Suasana diskusi soal Omnibus Law di Café Teman Kita, Jakarta Timur, Selasa (24/3). (Foto: Istimewa)
Suasana diskusi soal Omnibus Law di Café Teman Kita, Jakarta Timur, Selasa (24/3). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Sekjen PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Rich Ilman Bimantika, tidak memprmasalahkan mengajukan RUU Omnibus Law yang disampaikan pemerintah ke DPR. Sebab, tujuan dari RUU itu baik, yaitu untuk menyederhanakan aturan agar tidak timpang tindih.

“PB HMI mengapresiasi upaya pemerintah untuk menyederhanakan regulasi yang tumpang tindih,” katanya, dalam sebuah diskusi, di Café Teman Kita, Selasa (24/3). 

Pihaknya memberi masukan bahwa sumber daya alam harus diberikan kepada kemakmuran rakyat, seperti amanat UUD 1945. Selain itu, pihaknya juga meminta agar mahasiswa dan pemuda mempelajari keseluruhan isi RUU Omnibus Law. 

“Mahasiswa dan pemuda jangan latah dan serta merta melakukan aksi dengan buruh untuk menolak Omnibus Law. Beri kesempatan DPR dan pemerintah,” tegasnya.

Baca juga : Kritik Pemerintah Lamban Atasi Covid-19, 17 Orang Dibui

Mantan Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta, Taufik Hidayat, mengatakan, masyarakat, khususnya mahasiswa, harus mengawal RUU Omnibus Law. Jangan pada sektor yang menyinggung perburuhan, tapi harus pada sistem hukumnya. 

“RUU Omnibus Law ini adalah bentuk produk kodifikasi hukum, layaknya KUHP yang awalnya adalah warisan kolonial Belanda, kemudian dikodifikasi menjadi UU KUHP”, katanya. Omnibus Law sudah diterapkan di negara lain yang juga menganut sistem civil law seperti Jerman dan Vietnam. 

Sebelumnya, Kepala Biro Humas Kemenkumham, Bambang Wiyono, menerangkan, salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk menyiasati perlambatan ekonomi global yaitu dengan menggunakan konsep Omnibus Law. Omnibus Law adalah strategi reformasi regulasi agar penataan atas banyak peraturan perundang-undangan dilakukan secara sekaligus.

"Dengan perubahan ekonomi global yang melambat, kita perlu kebijakan yang reformatif,” ujarnya.

Baca juga : Man City Yakin Pemainnya Tak Akan Eksodus Massal

Selama ini, Indonesia mempunyai ketentuan peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih dan menghambat. Terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah yang menggambarkan kompleksitas regulasi di Indonesia. 

"Maka, diperlukan satu metode baru yang disebut dengan Omnibus Law untuk mereform peraturan-peraturan yang tumpang tindih. Sekitar 80 peraturan perudang-undangan yang kita ubah, yang menghambat, yang menyulitkan, kita perbaiki,” ujarnya.

Direktur Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, mengatakan, Omnibus Law ikut memberikan keringanan bagi para pelaku usaha. “Misalnya, sanksi pajak ikut mendapat keringanan. Dari 25 persen menuju 22 persen, bahkan diberi bonus hingga 17 persen,” ujarnya.

Tujuan dari keringanan sanksi ini, kata Karyono, untuk memberikan stimulus bagi investor asing untuk datang ke Indonesia, sekaligus ikut menumbuhkan target pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan rencana Menkeu Sri Mulyani yang mengharapkan pertumbuhan ekonomi ini bisa mencapai 6 persen. “Saya optimis dengan RUU perpajakan ini karena berpotensi bisa dorong pertumbuhan ekonomi dari 5,01 persen menjadi 6 persen,” katanya.

Baca juga : Seknas Jokowi DKI Ajak Masyarakat Dukung Pemerintah Tangani Corona

Tak hanya itu, dengan kehadiran peraturan ini, maka akun-akun media sosial seperti Google, Nettflix, Facebook, Instagram dan lainnya akan dikenakan pajak pendapatan usaha. “Pemberian pajak ini tentu ikut menambah pendapatan negara dari sektor pajak,” ujarnya. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.