Dark/Light Mode

Bos OJK: Sektor Keuangan Tetap Stabil Di Tengah Covid-19

Kamis, 4 Juni 2020 16:54 WIB
Gedung OJK. (Foto: ist)
Gedung OJK. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kementerian  Keuangan dan Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan segala kebijakan dan stimulus untuk menjaga kondisi industri keuangan tetap stabil di tengah pandemi Covid-19.

Kebijakan tersebut mulai dari restrukturisasi, bank penyangga likuiditas, hingga stimulus di pasar modal telah dilakukan sejak Maret 2020. 

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso memastikan, hingga akhir Mei 2020, kondisi industri keuangan baik di bank maupun nonbank tetap stabil. “Ada empat penjuru utama yang harus dikontrol, sektor keuangan, industri perbankan, nonbank dan pasar modal, harus dijaga agar tidak menimbulkan instablitiy,” ujarnya dalam silaturahmi secara virtual bersama media, Kamis (4/6).

Baca juga : Duta Besar Jerman Peter Schoof, Cerita Kesuksesan Negerinya Hadapi Covid-19

Diakui Wimboh, dampak Covid-19, di sektor riil sudah sangat terasa sekali imbasnya. Hampir sebagian besar sektor mengalami penurunan bisnis, pendapatan, terutama di sektor informal, sektor pariwisata, hotel, dan transportasi.

Ia membeberkan, sentimen negatif pertama terjadi di pasar modal. Indeksi yang sebelum Covid-19 mampu menembus di atas 6 ribuan, drop dan sempat menembus di bawah 4.200. OJK lantas membuat kebijakan bagaimana agar penurunannya tidak drastis.

“Memperpendek rentang auto rejection, membolehkan emiten beli di pasar saham tanpa harus RUPS, hanya sekadar tensi supaya tidak dalam. Sentimen positif mulai hadir, minggu terakhir sudah banyak zona hijaunya, indeks sudah 4.600 an, sehingga direspon baik. Bahkan hari ini sudah mau menembus 5 ribuan,” sebut Wimboh.

Baca juga : SKK Migas Dan Kontraktor Kebut Proyek Migas Di Tengah Covid-19

Dari sisi likuditas, ia memastikan, hingga hari ini belum ada laporan jasa keuangan yang terkena masalah likuiditas. Meski tengah dilakukan retsrukturisasi, namun likuditas di pasar keuangan lanjut Wimboh, cukup melimpah.

“BI baru saja menambah likuiditas lewat Quantitative Easing (QE) sekitar Rp 583,8 triliun, dari jumlah itu sekitar Rp 167,7 triliun masuk ke perbankan lewat tambahan untuk penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) maupun term repo dan FX Swab,” tuturnya.

Namun begitu, yang terjadi di lapangan kondisi keuangan harus tetap waspadai terhadap krisis. Bagaimana skema normal interbank call money (penanaman antarbank melalui Pasar Uang Antar Bank/PUAB), bank repo ke BI, dilakukan di saat tekanan masih ada.

Baca juga : Restrukturisasi KUR Untuk Peternak Terdampak Covid-19

Per 26 Mei 2020, restrukturisasi di perbankan, total outstanding mencapai Rp 517,2 triliun (5,33 juta debitor). Dari jumlah tersebut outstanding restrukturisasi UMKM sebesar Rp 250,6 triliun (4,55 juta debitor) dan outstanding restrukturisasi non-UMKM sebesar Rp 266,5 triliun (0,78 juta debitor).

Di perusahaan Pembiayaan, per 2 Juni 2020, total outstanding restrukturisasi sebesar Rp 80,55 triliun (2,6 juta kontrak disetujui). Terdapat 485 ribu kontrak yang masih dalam proses persetujuan. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.