Dark/Light Mode

Restrukturisasi Pembiayaan

Multifinance Diminta Waspada Guncangan Kredit Bermasalah Gelombang 2

Rabu, 12 Agustus 2020 15:25 WIB
Ilustrasi restrukturisasi kredit (Foto: Istimewa)
Ilustrasi restrukturisasi kredit (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tak hanya industri perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit, sektor pembiayaan (multifinance) juga jor-jor. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga 11 Agustus 2020, penerapan program restrukturisasi terhadap debitor yang terdampak Covid-19 mencakup 4.823.271 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp 150,43 triliun dan bunga sebesar Rp 38,03 triliun.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan merinci, kontrak yang permohonannya masih dalam proses sebanyak 350.140 dengan total outstanding pokok sebesar Rp 16,34 triliun dan bunga sebesar Rp 3,90 triliun. Sementara, kontrak yang permohonannya tidak sesuai dengan kriteria sebanyak 285.405 dengan total outstanding pokok sebesar Rp 9,75 triliun dan bunga sebesar Rp 2,40 triliun.

“Kontrak yang disetujui perusahaan pembiayaan untuk dilakukan restrukturisasi sebanyak 4.187.726 dengan total outstanding pokok sebesar Rp124,34 triliun dan bunga sebesar Rp31,73 triliun,” tuturnya, dalam Webinar Infobanktalknews bertajuk Menakar Kekuatan Multifinance di Era New Normal: Menahan Goncangan Lewat Stimulus Kebijakan OJK, Rabu (12/8).

Baca juga : Nadiem Diminta Jangan Buka Sekolah Di Luar Zona Hijau

Langkah restrukturisasi tersebut harus dilakukan demi menjaga agar tidak terjadi lonjakan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) secara masif. Namun, restrukturisasi ini sejatinya bukanlah solusi terakhir. Sebab, setelahnya, ada permasalahan likuiditas dan solvabilitas yang mengintai Multifinance. Di tengah pengetatan likuiditas yang dialami bank sebagai source of funding terbesar mutifinance, tentu, multifinance harus mencari alternatif pendanaan lainnya.

“Lalu, selain dari adanya restrukturisasi juga dari sisi cashflow akan susah bertumbuh kalau cashflow-nya masih kering akan sulit bagi bisnis mereka. Apalagi perusahaan pembiayaan ini 89 persen pendanaan dari pinjaman,” katanya.

OJK mencatat, ada 144 perusahaan pembiayaan dari total 182 perusahaan pembiayaan yang memiliki pendanaan dari kreditur, di mana 26 di antaranya telah mengajukan restrukturisasi ke para krediturnya. Untuk mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kinerja industri perusahaan pembiayaan terap positif, OJK berniat untuk memperpanjang program restrukturisasi. “Kebijakan restrukturisasi mungkin akan kita perpanjang baik untuk perbankan dan pembiayaan, karena pemulihan ekonomi kita ini akan sangat bergantung pada pemulihan kesehatan masyarakat,” tuturnya.

Baca juga : Bos BRI Genjot Kredit UMKM

Selanjutnya, hal itu pun bakal memengaruhi kinerja multifinance tahun ini. Bahkan dari data penjualan mobil yang dirilis Gaikindo jelas menunjukkan kelesuan. Fakta ini membuat perusahaan pembiayaan ramai-ramai merevisi target kinerja tahun ini.

Chairman Infobank Institute Eko B Supriyanto berpendapat, beberapa hal yang akan sangat mempengaruhi industri pembiayaan adalah penundaan cicilan akibat Covid-19 (relaksasi atas penundaan pembayaraan cicilan selama 3 bulan), larangan eksekusi kendaraan jaminan, terhentinya permintaan kredit motor atau mobil baru dan menyangkut jaminan fiducia. “Nah, ini penundaan pembayaran cicilan dan larangan eksekusi akan berakibat kepada pendapatan. Sehingga yakin profit and loss perusahaan multifinance sangat terkonfirmasi mengalami penurunan,” tegasnya.

Untuk itu, perusahaan multifinance yang melakukan restrukturisasi tetap harus mengantisipasi dengan baik agar debitor yang direstrukturisasi dapat pulih kembali. Bank harus membuka diri bagi perusahaan multifinance yang akan melakukan restrukturisasi. ”Kami berharap bank dapat segera memberi kepercayaan kepada mtifinance dalam pengucuran kredit lagi, dan tentu multifinance juga harus meningkatkan GCG dan risk profile nya yang lebih baik,” imbuhnya.

Baca juga : Industri Farmasi Dan Alkes Didorong Jadi Tuan Di Rumah Sendiri

Perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi, tetap harus mewaspadai kredit macet gelombang dua, karena biasanya tidak semua yang direstrukturisasi akan pulih kembali. Pengalaman, ada 30 persen yang tidak bisa mengangsur kembali. ”Mudah-mudahan ekonomi dan daya beli kembali pulih, sehingga tidak sampai angka 30 persen,” lanjut Eko. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.