Dark/Light Mode

Asosiasi Tolak Rencana Restrukturisasi Lembaga Sertifikasi Produk

Selasa, 20 Oktober 2020 17:06 WIB
Ilustrasi industri. (Foto: ist)
Ilustrasi industri. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Asosiasi Lembaga Sertifikasi Indonesia (ALSI) menolak rencana Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengoptimalkan peran Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dengan melakukan restrukturisasi. Langkah itu dianggap mengarah pada upaya monopoli. 

ALSI yang menaungi 65 Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) menilai, rencana kebijakan itu akan mematikan LSPro sebagai salah satu stakeholder penilai kesesuaian dalam penerapan SNI. "Perampingan jumlah LSPro adalah sebuah kemunduran dan bertentangan dengan semangat deregulasi/kemudahan berbisnis di Indonesia yang dikedepankan Presiden Joko Widodo," ujar Ketua Umum ALSI I Nyoman Susila, dalam webinar dengan tema "Pro Kontra Wacana Monopoli LSPro: Dampaknya Terhadap Perekonomian Nasional", Selasa (20/10).

Hadir sebagai pemateri dalam seminar itu Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar Nusron Wahid, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP Darmadi Durianto, Direktur Sistem dan Harmonisasi Akreditasi Badan Standarisasi Nasional, Donny Purnomo, Dyah Palupi dari Kementerian Perdagangan, Achmad Wijaya dari KADIN, Sutjiadi Lukas dari AMI, Maulana Kamal dari Konsultan Hukum, Lucas selaku pelaku usaha, dan Direktur The Spring Institute Sunarya.

Nyoman mengingatkan, konsekuensi dari perampingan itu adalah keterbatasan jumlah LSPro. Keterbatasan itu bisa menjadi pangkal dari lambannya pelayanan industri. "Dan itu akan berakibat pada penurunan tingkat kepercayaan pelaku usaha," imbuhnya. 

Dia mengungkapkan, keberadaan LSPro saat ini adalah wujud dari kedewasaan industri jasa penilai kesesuaian yang secara nasional mempekerjakan lebih dari 3 ribu auditor, tenaga ahli, profesional, serta staf teknis/administratif. "Jika rencana kebijakan Kemenperin itu direalisasikan, maka akan berdampak pada PHK sebagai konsekuensi atas penutupan LSPro," imbuhnya. 

Baca juga : Polisi Tak Akan Persulit Pembuatan SKCK Pelajar

Menurut ALSI, argumentasi Menperin yang menganggap LSPro di Indonesia terlalu banyak sehingga memperluas peluang impor, tidak tepat. Yang saat ini dibutuhkan justru kompetensi SDM dan penguasaan teknis agar LSPro memiliki spesialisasi industrinya masing-masing.

Ia menjelaskan, kompetensi LSPro dievaluasi Komite Akreditasi nasional (KAN) dan dibina Pusat Standarisasi serta menjalankan tugasnya atas penunjukan Menteri Perindustrian. “LSPro berpartisipasi aktif sebagai stakeholder standarisasi di Indonesia dengan memberikan asistensi serta rekomendasi kepada komite teknis perumusan SNI dan skema sertifikasi di Direktorat Jenderal Pembina Produk,” terang Nyoman. 

Karenanya, jika dilakukan monopoli atas LSPro maka diprediksi akan terjadi penurunan mutu kepercayaan pelayanan kepada industri yang menerapkan SNI Wajib.

Sementara itu Nusron Wahid menyatakan perlu adanya jalan tengah atau titik temu. Di satu sisi, kebijakan pemerintah jangan sampai merugikan LSPro dan pelaku usaha. Sementara di sisi lain, memang perlu ada pembenahan di LSPro. 

Dia menilai, masih ada permasalahan kualitas, kompetensi, dan kualifikasi LSPro. Ada beberapa LSPro yang uji laboratoriumnya kurang baik. Bahan, ada satu laboratorium yang dipakai banyak LSPro. 

Baca juga : Mandiri Syariah Restrukturisasi 29 Ribu Nasabah Senilai Rp 7,1 T

"Jadi jangan langsung apriori terhadap rencana kebijakan ini. Kita sikapi rencana  ini dalam rangka meningkatkan kualitas LSPro, khususnya dalam standarisasi produk dalam negeri dan secara umum bisa meningkatkan perekonomian Indonesia," tutur Nusron.  

Nusron mengungkapkan, hal itu sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan mengatur semua barang yang diperdagangkan dalam rangka perlindungan konsumen wajib mencantumkan standarisasi. 

Dalam merealisasikan amanat UU itu, kebijakan pemerintah terkait standarisasi ini melibatkan 3 stakeholder. Pertama, pemerintah, dalam hal ini Kemenperin, Kemendag, dan BSN. Ketiganya harus punya suara dan pendapat sama soal standarisasi. 

Kedua, pelaku lembaga sertifikasi produksi (LSPro). Setiap kebijakan standarisasi juga harus mendengarkan aspirasidari LSPro yang sudah lama bergerak di bidang sertifikasi. Sementara yang ketiga, pelaku industri  yang memproduksi dan menjual.

"Maka dengan rencana kebijakan itu, kami di DPR ingin melihat mana kebijakan yang terbaik untuk kepentingan nasional. Pengertian baik ini berlaku baik untuk pemerintah, baik untuk LSPro, baik untuk pelaku usaha, baik juga untuk kepentingan konsumen. Artinya, kita ingin tidak ada yang dirugikan akibat kebijakan yang diambil pemerintah," ungkapnya.

Baca juga : Kemenperin Dukung TKDN dan Sertifikasi Produk Farmasi

Nusron menguraikan, sebelum menentukan langkah, beberapa pertanyaan besar soal standarisasi harus dijawab terlebih dahulu.  Di antaranya, apakah standarisasi yang dibuat pemerintah sudah memberikan perlindungan ke konsumen?  Kemudian, apakah pelaksanaan SNI itu sudah memiliki standarisasi bertaraf internasional? Atau, perlu sertifikasi ulang di luar negeri untuk kepentingan ekspor? Lainnya, apakah sertifikasi kita sudah cukup memuaskan bagi pelaku usaha?

"Sehingga kita bisa tarik benang merah dalam rencana restrukturisasi, apakah yang akan diambil pemerintah baik atau tidak? Saya selaku Anggota Komisi VII tentu menyerap keluhan pelaku usaha dan konsumen. Tetapi memang ada niat pemerintah juga untuk melakukan pembenahan dalam rangka pelayanan terkait standarisasi," beber Nusron. 

Lucas, yang mewakili pelaku usaha pengguna jasa LSPro, juga menolak keras ide pemerintah untuk merampingkan jumlah Lspro. LSPro yang ada sekarang dianggapnya sudah mempunyai kompetensi dari sisi penilai mutu produk

Sementara Darmadi Durianto berjanji akan menyampaikan langsung masukan dari ALSI ini langsung kepada Menperin Agus Gumiwang. “Saya dalam raker dengan Pak Menteri  sampaikan masalah ini. Saya menerima audiensi dari asosiasi, puluhan orang yang sampaikan aspirasi yang menolak dengan rencana kebijakan ini dengan berbagai argumentasi dan dampaknya," bebernya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.