Dark/Light Mode

Diserang Corona Dan Kampanye Negatif

Industri Sawit Konsisten Berkontribusi Pada Negara

Kamis, 5 November 2020 11:54 WIB
Industri Kelapa Sawit. (Istimewa)
Industri Kelapa Sawit. (Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tahun 2020 menjadi momen sangat menantang bagi banyak industri, terutama kelapa sawit. Bagaimana tidak, belum berhenti diserang kampanye negatif, kini harus hadapi wabah virus Corona (Covid-19).

Bersyukur bisnis sawit masih kuat, tidak goyah. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyatakan bahwa industri sawit tetap konsisten untuk berkontribusi positif terhadap negara.

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengungkapkan, hasil olahan kelapa sawit memegang peranan besar bagi kehidupan masyarakat di dalam dan luar negeri.

Inilah yang membuat industri sawit tetap bertahan menghadapi pandemi Corona dan kampanye negatif. "Kita ketahui bersama bahwa ini komoditas strategis. Kelapa sawit berperan besar baik dari aspek ekonomi, sosial, dan ketahanan energi," papar Eddy di sela acara Fellowship & Training BPDPKS Batch II, di Jakarta, kemarin.

Asal tau saja selain untuk minyak goreng sawit dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari lainnya seperti sabun, kosmetik, kertas, cemilan dan lainnya.

Dalam situasi wabah Corona bisnis sawit tetap digenjot. Pandemi tidak memberi pengaruh signifikan terhadap proses bisnis. Perbedaannya dalam aktivitas lapangan pelaku usaha perlu mematuhi protokol kesehatan termasuk para petaninya.

Baca juga : Lazismu Salurkan Ratusan Juta Dana Zakat dari Korporasi Wardah

Pandemi tidak berpengaruh terhadap bisnis sawit. Berdasarkan laporan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), para petani di 22 provinsi mampu bertahan dari gejolak ekonomi akibat Covid-19.

Posisi harga Tandan Buah Segar (TBS) di awal pandemi atau masuk awal Ramadan berada di rentang Rp 1.250 hingga Rp 1.700 per kilogram (kg).

Ini lebih baik ketimbang posisi di awal Ramadan 2019 antara Rp 800 hingga Rp 1.350/kg. Kondisi ini yang membuat para petani mampu bertahan saat menghadapi pandemi.

"Kami masih bisa terus tumbuh di tengah kondisi pandemi," tegasnya.

Pada tahun 2019 saja data badan pusat statistik (BPS) nilai ekspor diluar produk oleokimia dan biodiesel untuk sawit sendiri mencapai 15,57 miliar dolar AS atau sekitar Rp 220 triliun.

Angka tersebut melampaui nilai ekspor dari sektor migas maupun sektor non migas lainnya. Namun disayangkan gurihnya bisnis sawit dalam negeri dihantui kampanye negatif dari pihak asing.

Baca juga : Banteng Sumut Siap Sanksi Kader Yang Melanggar

Provokasi pihak asing ini seringkali membuat rusak citra industri sawit dalam negeri. Tujuannya untuk menjatuhkan industri sawit dalam negeri sehingga bisnis yang mereka jalankan yakni bisnis olahan pengganti sawit bisa lebih laris di pasar global.

"Isu negatif masih marak dan kerap diterima masyarakat dengan pemahaman yang keliru sehingga dianggap sebagai kebenaran umum," kata Eddy.

Dalam diskusi tersebut, Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Fadhil Hassan mengakui industri sawit masih tetap tumbuh meski menghadapi gempuran pandemi dan kampanye negatif.

"Dalam situasi Covid-19 sekarang permintaan ada sedikit penurunan tapi pertumbuhan masih lebih baik dibandingkan industri yang lain," akunya.

Dia menyebutkan posisi Indonesia saat ini masih menjadi produsen terbesar minyak sawit dunia. Produk kelapa sawit dan turunannya telah diekspor ke banyak negara.

Sawit merupakan komoditas penghasil devisa ekspor terbesar bagi Indonesia. Di masa pandemi Covid-19, sektor sawit juga terbukti mampu bertahan dan tetap menyumbangkan devisa ekspor sekitar 13 miliar dolar AS sampai dengan Agustus 2020.

Baca juga : Biasanya Kena Rob, Kali Ini Petani Cilacap Berhasil Panen Padi Program Kementan

Kontribusi positif sawit sering kali kalah diterpa banyak isu yang diusung untuk menyerang bisnis sawit dalam negeri.

Isu sensitif yang mengundang perhatian publik antara lain anggapan bahwa perkebunan dan industri sawit merupakan penyebab hilangnya hutan tropis, kebakaran hutan, isu minyak sawit tidak baik bagi kesehatan, dan bermacam isu negatif lainnya.

"Isu ini hanya alat yang digunakan oleh para pesaing kita atau industri asing juga Non-Governmental Organization (NGO) untuk menyerang bisnis sawit kita," kata Fadhil.

Padahal di Indonesia sawit sudah diatur oleh regulasi pemerintah. Dia menegaskan lagi di tengah lesunya sektor-sektor penghasil devisa seperti migas, batubara, dan pariwisata untuk industri sawit hingga Agustus 2020 masih tetap tumbuh.

Bukan tidak mungkin tutup tahun ini pertumbuhannya bisa lebih baik dibandingkan 2019. Jika kampanye hitam terus dibiarkan bukan tidak mungkin akan dianggap benar sehingga merusak bisnis sawit yang mengakibatkan stabilitas ekonomi nasional.

Serangan ini seringkali muncul dari negara-negara di Eropa. Bahkan di negara-negara tersebut masyarakatnya yang sudah terpengaruh isu tersebut. [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.