Dark/Light Mode

Eksportir Minta KKP Tetapkan Regulasi Harga Benih Lobster

Kamis, 3 Desember 2020 15:45 WIB
Pemerintah menghentikan sementara ekspor benih lobster .
Pemerintah menghentikan sementara ekspor benih lobster .

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diminta segera mengatur regulasi soal harga batas minimal dan maksimal penjualan benih lobster. 

Harapan ini diungkapkan para eksportir benih bening lobster (BBL). Chief Executive Officer  PT Samudra Bahari Sukses (SBS) Willy mengatakan, regulasi benih lobster sangat penting untuk mencegah terjadinya penyimpangan. 

Ia menjelaskan, satu induk lobster mutiara dapat menghasilkan 2,5 juta ekor benih, sedang lobster pasir dapat menghasilkan 500.000 ekor benih.

“Apabila ekspor benih lobster ditutup, tetap saja pengiriman benih lobster berjalan dengan berbagai macam cara sampai di Vietnam. Sedang bila kran ekspor dibuka lagi, hal ini justru memberikan potensi yang sangat bagus untuk memberikan pemasukan bagi nelayan dan juga memberikan potensi yang lebih banyak untuk pengembangan aspek budidaya lobster Indonesia,” katanya di Jakarta, Kamis (3/12)

Ia pun mempertanyakan, bagaimana kalangan swasta dapat mengembangkan budidaya lobster apabila kran ekspor benih lobster yang dapat menghasilkan profit tidak dibuka?

Baca juga : Jokowi Minta BI Tingkatkan Kontribusi Dalam Reformasi Fundamental

Pada tahun 2016, ekspor benur dari Indonesi ke Vietnam mencapai 120 juta ekor. 

Sedang tahun ini, sejak dibukanya pengiriman benih lobster dari Juni hingga akhir November, benih lobster yang diekspor baru mencapai 40 juta ekor.

Willy mengakui, kesulitan pengusaha eksportir selama ini dalam mengekspor Benih Bening Lobster (BBL)  adalah tidak adanya regulasi dari pemerintah yang mengatur tentang harga batas minimal dan maksimal penjualan benih lobster dari nelayan kepada perusahaan eksportir, serta penetapan harga batas bawah dengan grading terjelek benih lobster dari pengusaha kepada pembeli di Vietnam. 

"Harus ada selisih harga antara maksimum penjualan dari nelayan ke perusahaan dengan harga batas bawah penjualan ke Vietnam, sehingga tak sedikit ekportir yang justru mengalami kerugian akibat biaya tinggi yang muncul sebagai akibatnya," ucapnya.

Willy menyebut, eksportir umumnya mendapatkan benur dari pengepul, bukan dari nelayan langsung, sehingga harganya  sangat tinggi dan sulit ditawar, karena jika memberikan penawaran yang dinilai rendah, pengepul akan menjualnya kepada pembeli yang berani membayar harga lebih tinggi.

Baca juga : Pemkab Lembata Tetapkan Status Darurat Bencana

Setelah benih didapatkan dan kelengkapan surat-surat untuk keperluan ekspor diurus, setelah diterbangkan ke Vietnam, kemungkinan hal-hal yang bisa terjadi juga masih ada, seperti harga di Vietnam, yang tiba-tiba saja turun karena terjadi badai; permainan oknum-oknum di Vietnam, dan perhitungan grading (klasifikasi), sehingga harga jual yang didapatkan eksportir menjadi lebih rendah dibanding harga beli dan biaya operasional.

“Saya coba mendalami dan terjun di bidang usaha BBL ini. Sampai ekspor BBL ditutup sementara kemarin, saya sudah puluhan kali mengekspor akan tetapi dari total puluhan kali eksport, total pendapatan minus,” katanya.

Ia menjelaskan, banyak aspek yang membuat minus tersebut, karena keuntungan pemberangkatan per-trip tidak sebanding apabila terjadi kerugian untuk satu trip saja. 

Seperti keterlambatan pesawat, harga jual di Vietnam tiba-tiba turun, selisih harga pembelian dan penjualan yang tidak tetap, grading klasifikasi BBL, pembayaran cargo dan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) harus sesuai dengan penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) , dan karena sesampainya BBL di Vietnam pasti ada yang mati.

Willy meminta agar KKP turun tangan dengan membuat regulasi yang menetapkan harga batas bawah dan batas atas pembelian BBL dari nelayan kepada perusahaan eksportir, serta penetapan harga batas bawah dengan grading terjelek benih lobster dari pengusaha kepada pembeli di Vietnam.

Baca juga : Putri Mako Dapat Restu Menikahi Pria Biasa

KKP juga harus menetapkan disparitas selisih harga antara maksimum penjualan dari nelayan dengan harga batas bawah grading black/bad penjualan ke Vietnam, sehingga harga dapat dikontrol dan tidak dipermainkan sesukanya.

“Regulasi tersebut sebaiknya segera direalisasikan, dan agar dapat terimplementasi dengan baik. KKP juga harus membentuk Badan Pengawas,” imbuhnya.

Willy berharap tata niaga tak lagi ditangani oleh asosiasi, melainkan oleh KKP.

“KKP adalah instansi pemerintahan, sekaligus regulator. Jadi, sebenarnya peranan asosiasi dalam tata niaga ekspor benur malah menjadikan sarana monopoli bagi segelintir pihak, karena ini merupakan kewenangan KKP, “ tutupnya. [FIK]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.