Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS

RM.id Rakyat Merdeka - Sebagai negara maritim, Indonesia punya potensi menjadi negara yang maju dan berdaya saing. Untuk mencapainya, dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Nah, SDM unggul ini bisa dicapai bila pembangunan melibatkan perpustakaan.
Selama ini, peran perpustakaan masih belum dipandang signifikan. Alhasil, pembangunan yang dilakukan belum berhasil maksimal.
"Kenapa angka pengangguran masih tinggi? Karena pembangunan kurang melibatkan perpustakaan dalam pembangunan," terang Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) saat pelaksanaan Sosialisasi Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM), di Sumenep, Rabu (23/12).
Berita Terkait : Menag Yaqut Harus Bangun Harmoni Dalam Keberagaman
Perpustakaan menawarkan formula dengan menempatkan sumber daya alam, yang merupakan modal dasar pembangunan, dapat dikelola oleh SDM yang berkualitas. Salah satunya melalui program transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial yang rata-rata melibatkan industri rumah tangga (home industry).
Transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial, yang menjadi salah satu program utama Perpusnas, melibatkan kemampuan literasi. Di abad 21, literasi adalah alat kecakapan hidup sebagai modal penting untuk bersaing. "Kita memerlukan anak-anak Indonesia yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan kemauan kolaboratif," tambah Syarif Bando.
Literasi ini tidak hanya diperlukan anak-anak milenial, yang akan meneruskan estafeta pembangunan. Para orang tua juga harus didorong agar turut memiliki kemampuan literasi yang setara dengan generasi penerus. "Orang tua, kalau bisa, malah mempunyai kemampuan multi literasi," saran Kepala Perpusnas.
Berita Terkait : Vaksin Covid-19 Harus Aman Dari Pemalsuan
Demi memudahkan, literasi perlu dibingkai dalam Gerakan Literasi Nasional. Gerakan yang cukup hanya parsial, melainkan harus kolaboratif. Pelibatan publik amat penting. Karena, tanpa kesadaran kolektif, upaya peningkatan daya saing hanya sekedar macan kertas. "Literasi merupakan episentrum untuk kemajuan budaya. Dan itu ada di perpustakaan," kata Kapala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur Supratomo.
Di Sumenep, memang masih ada masalah bidang literasi. Namun, hal itu terjadi bukan karena persoalan minat baca yang rendah. Melainkan masih kurangnya sarana atau infrastruktur perpustakaan. Oleh karena itu, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan menggelorakan semangat membangun perpustakaan desa melalui penggunaan dana desa (APB Desa). Di Sumenep, saat ini tercatat ada 330 desa/kelurahan, namun hanya dibekali armada perpustakaan keliling tiga unit saja.
Di akhir sosialisasi, budayawan Madura Zawawi Imron menekankan, esensi dari perpustakaan bukan hanya fisik buku. Melainkan makna yang terkandung dalam buku. Tatanan nilai Indonesia harus dijaga, jangan dirusak. "Maka, penting literasi yang berkemajuan, berkebudayaan, dan bertakwa kepada Tuhan," ucapnya. [USU]
Tags :
Berita Lainnya