Dark/Light Mode

Selama Pandemi, Pertumbuhan Industri Pengolahan Tembakau Menurun

Rabu, 23 Desember 2020 21:22 WIB
Diskusi kenaikan cukai tembakau yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu (23/12)/Ist
Diskusi kenaikan cukai tembakau yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu (23/12)/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Tahun depan pemerintah memastikan menaikkan cukai rokok 12,5 persen yang berlaku per 1 Februari 2021. 

Menyoal ini, Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji mengatakan, kebijakan ini sebenarnya kurang berpihak kepada petani tembakau.

“Kalau bagi kami, ini solusi negara mendapatkan pundi-pundi pemasukan di dalam masa pandemi, dengan target bahwa isu yang dibahas tentang prevalensi. Tetapi arah intinya juga terhadap pemasukan,” ujar Agus dalam diskusi Akurat Solusi bertajuk Kenaikan Cukai Tembakau Solusi atau Simalakama? secara virtual di Jakarta, Rabu (23/12).

Menurut Agus, dalam kondisi normal, petani tembakau sudah cukup terpuruk dengan kenaikan cukai awal 2020.

Baca juga : Selama Pandemi, Tren Budaya Non Tunai Meningkat Di Dunia Bisnis

Berkaca pada kenaikan cukai sebelumnya yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 14 September 2019, Agus menyebut terjadi penurunan dan merosotnya penyerapan tembakau di tingkat petani. 

“Dan dampak itu kembali kita rasakan pada 2020. Di samping pandemi yang penuh dengan protokoler kesehatan, kemudian dihantam cukai yang begitu tinggi. Sehingga hasil dari kami mengalami kerugian dikarenakan harga yang kurang kompetitif,” curhatnya.

Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Atong Soekirman mengakui, industri pengolahan tembakau mengalami penurunan utilisasi selama pandemi Covid-19. 

Sampai dengan November 2020, utilisasi industri pengolahan tembakau tercatat tumbuh 57,5 persen, lebih rendah dibandingkan sebelum Covid-19 sebesar 66 persen.

Baca juga : Bantu UMKM Saat Pandemi, Astragraphia Beri Pelatihan Pengembangan Usaha

“Kondisi pandemi berpengaruh pada IHT (Industri Hasil Tembakau) dan berdampak pada the weakest link industri, yaitu pekerja buruh rokok, petani tembakau dan pedagang retail,” ucapnya.

Sementara, laju pertumbuhan ekspor tembakau olahan secara tahunan pada kuartal III-2020 juga mencatatkan penurunan mencapai minus 26,3 persen. Begitu juga dengan impor yang minus 7,5 persen. 

Namun, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyampaikan, kebijakan terkait kenaikan cukai hasil tembakau sebesar 12,5 persen telah mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF, Pande Putu Oka Kusumawardani mengatakan, kenaikan cukai hasil tembakau pada 2021 lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan cukai pada 2020, yang sebesar 23 persen.

Baca juga : BI Keluarkan Lima Jurus Pamungkas

"Jadi ada upaya mempertimbangkan pandemi selama ini. Jadi bisa tetap mendukung ekonomi tumbuh ke depannya," katanya.

Menurut Putu, ada beberapa bauran kebijakan yang mempengaruhi kenaikan cukai hasil tembakau. 

Selain mempertimbangkan sisi konsumsi, peningkatan cukai hasil tembakau telah memperhatikan keberlangsungan tenaga kerja dan kesejahteraannya. Terutama tenaga kerja dan petani tembakau. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.