Dark/Light Mode

Luruskan Tudingan Gubernur Edy Rahmayadi

Pengamat: Kenaikan Harga BBM Nonsubsidi di Sumut Bukan Salah Pertamina

Minggu, 4 April 2021 15:01 WIB
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan. (Foto: Ist)
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - PT Pertamina (Persero) MOR I menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi di wilayah Sumatera Utara (Sumut) sebesar Rp 200 per liter mulai Kamis (1/4).

Kenaikan itu menyusul naiknya tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari semula 5 persen menjadi 7,5 persen, yang ditetapkan Pemprov Sumut. Tapi Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menegaskan, kenaikan harga BBM tidak ada kaitannya dengan Pergub Sumut yang diterbitkannya.

Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, penyesuaian harga tersebut memang harus dilakukan Pertamina, karena PBBKB sendiri termasuk salah satu komponen penyusun harga BBM.

Baca juga : KPK Lakukan Penyidikan Kasus Korupsi Pengadaan Barang Tanggap Darurat Covid-19 di Dinsos Bandung Barat

Sehingga ketika tarif pajak PBBKB di suatu mengalami kenaikan, maka otomatis hal itu akan mendongkrak harga BBM di daerah tersebut.

"Jadi tidak pada tempatnya Gubernur Sumatera Utara menyalahkan Pertamina, karena kenaikan BBM yang terjadi di Sumatera Utara itu sendiri karena memang sesuai dengan Peraturan Gubernur yang mengatur bahwa untuk BBM nonsubsidi tarif PBBKB-nya naik menjadi 7,5 persen dari tarif sebelumnya yang hanya 5 persen," ujar Mamit kepada wartawan di Jakarta, Minggu (4/4).

Harusnya, kata dia, jika Gubernur Sumut Edy Rahmayadi paham, salah satu komponen harga dari BBM adalah pajak PBBKB. Dengan begitu, dia pasti tidak akan menyalahkan Pertamina.

Baca juga : Andi Sudirman: Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiuun...

"Salah satu komponen penyusunan harga BBM adalah PBBKB. Sedangkan komponen yang lain adalah harga crude oil, kurs mata uang rupiah, PPn 10 persen, hingga margin untuk penyalur. Jadi memang cukup banyak komponen untuk menentukan harga BBM," paparnya.

Mamit sendiri berpendapat, seharusnya di tengah kondisi masyarakat yang masih terdampak pandemi Covid-19, kepala daerah tidak melakukan kenaikan pajak PBBKB.

"Justru jika ingin membantu masyarakat maka gubernur harus mengurangi tarif pajak tersebut," ucap Mamit.

Baca juga : Serangan Pemberontak Houthi Yaman Kenai Tanker Yunani di Saudi

Dia juga mengingatkan, Pajak PBBKB ini tidak masuk ke pusat atau ke Pertamina, melainkan mengisi kas daerah.

"Jadi meskipun ditagih oleh badan usaha, tapi nanti akan disetorkan ke kas daerah atau Pemda," tambah dia.

Karena itu, masyarakat perlu mendapat pemahaman, kenaikan harga ini bukan kesalahan Pertamina. "Jangan salahkan Pertamina. Apalagi, di daerah-daerah lain seperti di Jakarta, di Jawa dan daerah-daerah lainnya tidak mengalami kenaikan harga BBM dan masih tetap seperti biasa karena memang tidak mengalami kenaikan pajak PBBKB," tandasnya. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.