Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Awas, Impor LPG Membengkak

Konsumsi Naik, Produksi Turun

Jumat, 9 April 2021 06:44 WIB
Ilustrasi. (Ist)
Ilustrasi. (Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Eksekutif ReForminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19, tren konsumsi LPG (Liquefied Petroleum Gas) tetap meningkat. Sayangnya, produksinya cenderung rendah.

Nah, agar impor tidak terus naik, pemerintah harus mengoptimalkan sumber-sumber energi di dalam negeri.

“Untuk LPG, produksi dalam negeri sekitar 30 persen, jadi mayoritas impor 70 persen,” ujar Komaidi, Rabu (7/4).

Jika tidak berani melakukan perubahan, dikhawatirkannya, impor LPG akan semakin membesar dan menjadi beban pemerintah di masa depan karena harga jualnya disubsidi.

Berdasarkan proyeksi Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya Mineral), impor LPG sampai tahun 2024 akan mencapai 11,98 juta ton. Sementara produksi LPG hanya sebanyak 1,97 juta ton per tahun.

Baca juga : Komisi IV: Produksi Beras Setiap Tahun Surplus Kok

Kapasitas produksi kilang LPG di dalam negeri sendiri ditargetkan sekitar 3,98 juta ton pada 2024. Akibat arus impor LPG yang kian membesar, khusus di tahun 2021 saja pemerintah terpaksa mengalokasikan subsidi hingga senilai Rp 37,85 triliun.

Besarnya angka subsidi LPG tersebut sejatinya dapat digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur gas bumi.

Senada, pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, penggunaan LPG harus digantikan karena mayoritas masih impor. Salah satu opsinya adalah dengan menggenjot Jaringan Gas (Jargas).

Ia mengakui, pembangunan infrastuktur Jargas biayanya cukup besar sementara APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) terbatas.

Terutama untuk membangun pipa yang menghubungkan sumber gas ke rumah-rumah. Meski demikian, pembangunan tersebut tetap perlu dilakukan sebagai investasi di masa depan.

Baca juga : KKP Dorong Konsumsi Ikan Lewat Produk Olahan

Untuk itu, pemerintah harus serius dan konsisten dalam mendorong pembangunan infrastruktur. Selain sumber gas bumi masih sangat besar, selama ini penggunaan gas bumi terbukti lebih efisien dan aman.

“Biaya investasi mahal tapi cost per unit per rumah tangga justru lebih murah, bahkan dibandingkan kompor gas elpiji 3 kilogram sekalipun. Uji coba di beberapa daerah di Jawa Timur sudah diketahui bahwa cost per unit lebih murah, tapi memang biaya investasinya mahal,” kata Fahmy.

Di tengah beban berat subsidi LPG, sejumlah rencana memang mulai dimunculkan. Salah satunya adalah rencana program 1 juta kompor listrik yang digagas oleh PLN.

Namun, konversi LPG dengan listrik dianggap tidak efisien untuk jangka panjang. Pasalnya, siklus atau rantai konversi energi dari sumber primer menjadi listrik, lalu digunakan untuk kompor listrik sangat panjang.

Siklusnya mencapai 5 rantai. Berbeda dengan konversi LPG dengan gas alam. Rantai konversi energi hanya sekali, yakni dari gas alam langsung dibakar menghasilkan panas.

Baca juga : Beras Impor, Garam Impor, Negara Tekor, Petani Tekor

Fahmy menilai, program kompor listrik cukup baik, namun dipastikan akan menimbulkan beban baru pemerintah lantaran akan ada subsidi. Apalagi daya watt kompor listrik juga cukup besar.

“Jargas lebih murah jika digunakan di sekitar sumber gas, sedangkan jika jauh masih mahal. Sementara kompor listrik di pasaran watt tinggi, jadi mana yang lebih murah,” pungkasnya. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.