Dark/Light Mode

IBC Butuh Dana Jumbo Bikin Pabrik Baterai

Mandiri Siap Keroyokan Biayai Proyek Industri EV

Sabtu, 26 Juni 2021 05:16 WIB
Ilustrasi - Kawasan industri di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan Maluku Utara, akan memproduksi baterai mobil listrik, sedang memasuki tahap konstruksi akhir. (Foto : ANTARA - Abdul Fatah).
Ilustrasi - Kawasan industri di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan Maluku Utara, akan memproduksi baterai mobil listrik, sedang memasuki tahap konstruksi akhir. (Foto : ANTARA - Abdul Fatah).

RM.id  Rakyat Merdeka - PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) akan merealisasikan rencana membangun pabrik baterai di Tanah Air. Untuk memuluskan mega proyek ini, Bank Mandiri menyatakan kesiapannya mendukung pembiayaan pembangunan bernilai ratusan triliun tersebut.

IBC merupakan perusahaan hasil konsorsium dengan pe­rusahaan asal Korea Selatan, LG Chem, dan China, Contem­porary Amperex Technology (CATL) ini. Proyek ini akan menjadi investasi terbesar di Tanah Air di sejak reformasi. nilai investasi proyek ini ditaksir mencapai 9,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 142 triliun.

“Pabrik akan mulai ground­breaking (peletakan batu per­tama) Juli, atau paling lambat Agustus awal sudah kita bangun,” ucap Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam webinar bertajuk Prospek dan Tantangan Industri Baterai Nasional Universitas Indonesia (UI), Kamis (24/6).

Baca juga : Resmikan Perpustakaan Baru, Kota Sungai Penuh Siap Ciptakan Masyarakat Produktif

Dua tahun kemudian, sam­bung Bahlil, pabrik berkapasi­tas produksi 10 Giga Watt per Hour (GWh) ini akan mulai beroperasi. “Insya Allah sedang berproses dan berproduksi akhir 2023,” tutur Bahlil.

Direktur Utama IBC Toto Nu­groho lalu merinci, setidaknya dibutuhkan 15,3 miliar dolar AS (Rp 216,9 triliun), untuk mem­bangun proyek baterai kenda­raan listrik secara end-to-end di dalam negeri. Investasi sebesar ini bakal menciptakan pabrik baterai cell berkapasitas 140 GWh per tahun yang lengkap. Baik itu dari tambang, peleburan atau pemurnian, bahan kimia baterai, cell, daur ulang, sampai infrastruktur.

“Jadi itu kisaran investasi yang dibutuhkan secara keseluruhan atau end-to-end pada baterai Electronic Vehicle (EV),” kata Toto di kesempatan yang sama.

Baca juga : Bantu Target Pertumbuhan Ekonomi, Perbankan Siap Gelontorkan Kredit Industri

Pembangunan yang memakan biaya jumbo ini, kata Toto, adalah untuk pembangunan pabrik baterai cell. Sebab, teknologi yang digunakan sudah presi­si dalam menghasilkan suatu produk berkualitas dan konsisten.

Sedangkan estimasi untuk bi­aya Capital Expenditure (Capex/belanja modal) yang dibutuhkan dalam pembangunan pabrik terse­but mencapai 6,73 miliar dolar AS (Rp 97,1 triliun). Pembangu­nan pabrik katoda juga membu­tuhkan biaya yang cukup tinggi, yakni sekitar 3,83 miliar dolar AS (Rp 48,7 triliun). Sementara untuk membangun pabrik smelter pengolah bijih nikel jadi nikel sulfat sekitar 2,6-2,7 miliar dolar AS (Rp 38,9 triliun).

Sisanya, kebutuhan investasi diperlukan untuk proyek tam­bang nikel senilai 160 juta dolar AS (Rp 2,3 triliun), pabrik daur ulang baterai 30 juta dolar AS (Rp 433 miliar), dan pengem­bangan Energy Storage System (ESS) senilai 40 juta dolar AS (Rp 577,5 miliar).
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.