Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

SNI Rokok Elektronik Harus Dicabut, Tak Ada Yang Namanya Less Harmful Dalam Produk Tembakau

Jumat, 10 September 2021 11:37 WIB
Ilustrasi vape atau rokok elektrik (Foto: Istimewa)
Ilustrasi vape atau rokok elektrik (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Hari ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Komnas Pengendalian Tembakau, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Yayasan Lentera Anak, dan Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) menggelar konferensi pers bersama untuk merespon keluarnya Standar Nasional Indonesia (SNI) 8946:2021 Produk Tembakau yang Dipanaskan (rokok elektronik vape) oleh Badan Standardisasi Nasional.

SNI ini dianggap tidak tepat, bahkan dapat mendorong masyarakat untuk menggunakan vape, karena telah ber-SNI yang dikonotasikan aman.

Produk tembakau, baik rokok konvensional maupun rokok jenis baru, merupakan suatu komoditas yang legal terbatas namun tidak normal.

Baca juga : Gojek Dan Tokopedia Harus Prioritaskan Keamanan Data Pengguna

Undang-undang No 39 Tahun 2007 tentang Cukai Pasal 2 ayat 1 menyebutkan, barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Oleh karena itu, proses produksi hingga konsumsinya perlu diatur secara ketat oleh pemerintah dan dilakukan pengawasan.

Dalam konferensi pers tersebut, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FAPSR, FISR menegaskan, rokok elektronik sama berbahayanya dengan rokok biasa.

Baca juga : Bamsoet: Tak Ada Pelanggaran HAM Dalam Pembangunan Mandalika

"Tidak ada yang namanya less harmful pada produk tembakau dalam bentuk apa pun. Kandungan zat kimia karsinogenik di semua produk tembakau, meski dipanaskan, akan merusak paru-paru. Apalagi nikotinnya mendorong konsumsi terus menerus," jelas Agus.

"Nah, dengan adanya status ber-SNI yang tidak melibatkan pakar kesehatan, itu sama saja ingin masyarakat menambah beban penyakit," imbuhnya.

Seperti yang telah diketahui, di tengah masyarakat berjuang melawan pandemi yang begitu panjang dan melelahkan, Direktorat Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal, BSN (Badan Standarisasi Nasional) telah merumuskan SNI 8946:2021 Produk Tembakau yang Dipanaskan.

Baca juga : Polisi Tak Temukan Rangkaian Bom Dalam Buku Mencurigakan di Melawai

Dalam dokumen itu disebutkan, alasan pertama SNI ini adalah untuk melindungi konsumen. Namun, Komite Teknis tidak melibatkan pakar atau lembaga kesehatan dalam penyusunannya.

Tak ada pula Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), yang seharusnya dilibatkan dalam bentuk pengaturan apa pun untuk produk yang harus diatur dan diawasi konsumsinya karena merusak kesehatan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.