Dark/Light Mode

Merger Indosat Hutchison Harus Ciptakan Iklim Persaingan Usaha Sehat

Rabu, 22 September 2021 15:35 WIB
Merger Indosat Ooredoo (Indosat) dan Hutchison 3 Indonesia (H3I). (Foto: Ist)
Merger Indosat Ooredoo (Indosat) dan Hutchison 3 Indonesia (H3I). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemegang saham pengendali Indosat Ooredoo (Indosat) dan Hutchison 3 Indonesia (H3I) mengumumkan rencana perusahaan melakukan merger. Penggabungan dua perusahaan telekomunikasi ini sejatinya sudah direncanakan cukup lama dan sempat beberapa kali molor dari rencana yang sudah disepakati.

Nurul Yakin Setyabudi, Chairman Indonesia Telecommunication User Group (IDTUG) menyambut positif kesepakatan konsolidasi antara pemegang saham penggendali Ooredoo dengan Hutchison. Kata Nurul, merger ini sejalan dengan rencana Kemenkominfo untuk mengurangi jumlah operator telekomunikasi di Indonesia.

"Merger merupakan suatu yang lazim dilakukan. Merger ini merupakan pintu masuk yang bagus bagi pemerintah untuk menata kembali industri telekomunikasi nasional. Termasuk melakukan refarming frekuensi atau penghitungan penguasaan frekuensi ideal bagi perusahaan telekomunikasi," ungkap Nurul dalam keterangannya, Rabu (22/9).

Refarming atau pengaturan frekuensi dinilai Nurul sangat penting karena menyangkut sumber daya terbatas yang nantinya akan sangat vital dalam menggelar layanan 5G. Sehingga menurut Nurul, merger ini merupakan kesempatan yang bagus bagi pemerintah untuk melakukan refarming frekuensi sebagai salah satu sumber daya terbatas milik bangsa Indonesia yang harus dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat dan bangsa.

Baca juga : Indonesia Raih Penghargaan Dari Badan Pangan Dan Badan Atom Dunia

Pernyataan manajemen Indosat yang mengatakan dengan UU Cipta Kerja, Indosat dan H3I tak perlu menggembalikan frekuensi seperti ketika merger XL Axis, dinilai Nurul keliru. Nurul meminta agar pelaku usaha telekomunikasi yang hendak melakukan merger atau akusisi harus membaca secara cermat UU Cipta Kerja dan turunannya.

"Kalau dilihat UU Cipta Kerja memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. Di UU Cipta Kerja intinya perusahaan telekomunikasi saat ini boleh melakukan merger atau akusisi namun frekuensi sebagai aset bangsa harus dievaluasi," ungkapnya.

"Dalam melakukan evaluasi Menkominfo berkoordinasi dengan KPPU. Dan jangan terlalu percaya diri juga, karena Menkominfo punya kewenangan untuk menyetujui seluruhnya, sebagian frekuensi, atau bahkan menolak pengalihan frekuensi tersebut. Semangatnya jelas agar sumber daya terbatas tersebut dapat optimal pemanfaatannya," papar Nurul.

Agar aset negara dapat optimal digunakan perusahaan telekomunikasi serta tetap menjaga iklim persaingan usaha yang sehat, Nurul yang pernah menjadi Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia meminta Kemenkominfo menghitung kewajaran alokasi spektrum frekuensi radio untuk Indosat Ooredoo Hutchison.

Baca juga : Pakar: Sidang Harus Terpisah, Jangan Disatukan

Lanjutnya, dalam menghitung frekuensi ideal agar tetap dapat menjaga iklim usaha yang sehat, dibutuhkan beberapa parameter dan perhitungan yang mendalam. Selanjutnya, dalam mengkaji aspek persaingan usaha yang sehat, Kemenkominfo harus berkoordinasi dengan KPPU.

"UU Cipta Kerja jelas menyebutkan merger akusisi diperbolehkan dengan mempertimbangkan iklim persaingan usaha yang sehat. Saya pikir Kominfo harus menjalankan rekomendasi KPPU sebagai perwujudan amanah dari UU Cipta Kerja untuk menjaga iklim persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi Nasional. Karena KPPU merupakan lembaga negara yang paling berwenang menjaga iklim persaingan usaha di Indonesia, " tutur Nurul.

Jika Kemenkominfo tidak berhati-hati dalam mengatur merger perusahaan telekomunikasi serta mengabaikan pertimbangan dan rekomendasi KPPU, menurut Nurul, bangsa Indonesia dan industri telekomunuikasi Nasional berpotensi mengalami kerugian. Dengan frekuensi yang besar, Indosat Hutchison berpotensi melakukan perang harga. Tugas dan tanggung jawab Pemerintah memastikan industri telekomunikasi tetap sehat dan dapat terus bertahan.

"Keberlangsungan industri telekomunikasi itu tugas dan tanggung jawab Pemerintah karena berkaitan dengan layananan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Jika terjadi persaingan usaha yang tidak sehat dan perusahaan telekomunikasi mati maka, pemerintah dan masyarakat akan mengalami kerugian. Sehingga peran KPPU untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat sangat penting" kata Nurul.

Baca juga : Ketua Satgas Imbau Vaksinasi Harus Sejalan Dengan Prokes Ketat

Selain itu, merger dan akusisi ini juga bisa dijadikan momentum bagi Menkominfo untuk menagih komitmen pembangunan yang lebih tinggi kepada operator telekomunikasi, di daerah non ekonomis di luar wilayah Universal Service Obligation. Selama ini sebagian besar operator hanya mau membangun di wilayah ekonomis saja.

"Di Indonesia Timur, tidak banyak operator yang mau membangun jaringannya. Akibatnya harga layanan telekomunikasi di Indonesia Timur lebih tinggi dibandingkan di Indonesia Barat. Ini membuat konsumen dirugikan. Pemerintah harus tegas menagih komitmen pembangunan ke operator telekomunikasi yang memegang sumber daya terbatas sehingga setiap daerah minimal ada 2 operator yang hadir," ungkap Nurul.

Dengan adanya optimalisasi frekuensi dan kenaikan komitmen pembangunan yang berkeadilan, Nurul berharap manfaat merger dan akusisi ini tak hanya dirasakan oleh perusahaan telekomunikasi, tetapi juga seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia. [MRA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.