Dark/Light Mode

Revisi HPP Gabah Harus Disertai Pengendalian Pasok

Kamis, 23 Mei 2019 08:56 WIB
Ilustrasi pengolahan gabah kering.
Ilustrasi pengolahan gabah kering.

RM.id  Rakyat Merdeka - Rencana pemerintah merevisi harga pembelian pemerintah gabah kering panen dinilai tepat. Namun, perubahan HPP tanpa upaya efisiensi rantai pasok berpotensi merugikan konsumen dan petani.

Ekonom Indef Rusli Abdullah mengatakan, revisi harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) yang digunakan untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah sudah sewajarnya direvisi.

Adapun, dalam aturan tersebut, pemerintah menetapkan HPP GKP senilai Rp3.700/kg di tingkat petani dan Rp4.600/kg di tingkat penggilingan.

Baca juga : Pak Amien Jangan Takabur

Revisi atas ketetapan HPP GKP tersebut, menurut Rusli, penting dilakukan kendati pemerintah sudah memberikan fleksibilitas 10 persen atau hingga Rp4.070/kg dari nilai HPP untuk pembelian GKP di tingkat petani oleh Bulog.

Karena, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) rata-rata harga GKP pada April 2019 berada pada level relatif tinggi, yaitu Rp4.357/kg.

“Level harga GKP itu padahal terjadi pada periode panen raya, yang asumsinya harga GKP mengalami penurunan. Jadi sudah sewajarnya HPP itu direvisi demi mempermudah penyerapan oleh pemerintah dan tidak menekan petani,” katanya di Jakarta kemarin.

Baca juga : Bamsoet: HMI dan KAHMI Benteng Penjaga Kedaulatan NKRI

Namun demikian, Rusli menilai apabila revisi HPP GKP tersebut tidak disertai dengan penertiban atau penurunan ongkos distribusi gabah dari tingkat petani hingga konsumen, revisi naik HPP GKP hanya akan membuat harga beras di tingkat konsumen melonjak. Akibatnya, kata Rusli, laju inflasi akan terkerek naik seiring meroketnya harga beras.
Selama ini, HPP GKP yang tidak berubah sejak 2015 berandil cukup besar dalam mengendalikan kenaikan harga beras di tingkat konsumen agar tidak melambung terlalu tinggi.

Untuk itu, dirinya meminta pemerintah membantu menurunkan margin perdagangan dan pengangkutan beras dari petani ke pedagang, sehingga mampu mengurangi distorsi harga di tingkat konsumen.

Ketua Umum Perhimpunan Penggilingan Padi Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, HPP GKP yang tidak berubah sejak 2015 merupakan kebijakan yang tidak ideal.

Baca juga : KAHMI Harus Jadi Garda Terdepan Penjaga Persatuan Bangsa

Selain memperberat upaya Bulog dalam melakukan penyerapan beras, kebijakan itu juga membuat para penggiling kecil gulung tikar.

“Ketika HPP direvisi naik, saran saya pemerintah tunjuk Buloguntuk kerja sama dengan penggilingan kecil membentuk sistem penyerapan gabah atau beras yang berkesinambungan, supaya bisa memangkas rantai distribusi dan harga yang diterima penggilingan kecil dari pembelian oleh Bulog berada pada batas wajar,” jelasnya.

Sebelumnya, pengamat pertanian dari Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Husein Sawit mengatakan, pemerintah dan Bulog harus berupaya keras menggenjot penyerapan beras dan gabah setara beras pada bulan ini. Karena, dengan melihat pada periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya, Bulog selalu kewalahan dalam melakukan penyerapan. (KPJ)
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.