Dark/Light Mode

Tanpa DMO Batu Bara, Industri Semen-Tekstil Terancam Kolaps

Kamis, 21 Oktober 2021 13:32 WIB
Batu bara. (Foto: ist)
Batu bara. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pelaku industri Tanah Air ramai-ramai mendesak pemerintah untuk melakukan intervensi akibat melambungnya harga batu bara. Pasalnya, sampai saat ini pemerintah belum juga mengambil kebijakan menyelamatkan industri dalam negeri.

Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan mengingat jika pemerintah tidak segera turun tangan dampak bagi industri dalam negeri sangat besar. Selain akan menaikan harga jual produk, kondisi ini bisa berujung pada terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena biaya energi yang membengkak.

"Industri pupuk kemudian industri semen, industri petrokimia, tekstil, merupakan industri-industri yang memang padat energi. Jadi, kalau energinya naik dua kali lipat, ya bisa dibayangkan. Kalau misalnya porsi untuk biaya energi 30 persen, kalau naik dua kali lipat kan lumayan itu. Ke harga produknya lumayan juga," ujar Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro kepada wartawan, Kamis (21/10).

Baca juga : Harga Batu Bara Meroket, Industri Dalam Negeri Teriak

Selama ini, kebijakan capping harga batu bara Domestic Market Obligation (DMO) yang sebesar 70 dolar AS per metric ton hanya untuk sektor kelistrikan umum atau hanya untuk PLN saja. Akibatnya, saat harga batu bara global melambung seperti sekarang, banyak industri dalam negeri yang selama ini menggunakan batu bara seperti industri semen, petrokimia, tekstil, mengalami kesulitan. Pasalnya, harga batu bara DMO yang mereka beli dari penambang dalam negeri tetap mengacu pada harga global.

Apalagi, selama ini mayoritas batu bara Indonesia digunakan untuk ekspor. Tahun 2021 ini, dari target produksi 625 juta ton, yang terserap pasar domestik maksimal hanya sekitar 150 juta ton. Artinya, masih ada 450 juta ton lebih yang diekspor.

“Jadi, cukuplah dapat untung dari yang 450 juta ton. Sisanya untuk domestik agar daya saing industri dalam negeri lebih bagus,” bebernya.

Baca juga : Hilirisasi Batubara, Menperin Genjot Industri Metanol

Karena itu, kata Komaidi untuk menjaga daya saing industri dalam negeri, pemerintah harus melakukan intervensi terhadap harga jual batu bara untuk industri non kelistrikan umum. Kebijakan tersebut, setidaknya berlaku selama harga batu bara yang saat ini sedang melambung tinggi. 

Komaidi menegaskan, jika harga produknya naik, sudah pasti akan menurunkan daya saing industri. Kalau daya saing turun, pendapatannya pasti juga turun. Kalau turun impact-nya nanti ke pemerintah juga. Pendapatan pajak dan non pajaknya turun juga. 

“Hal yang sangat dikhawatirkan, kalau harga produk naik dan daya saing lemah, akan membuat perusahaan mengurangi modal kerja. Itu tentu ada impact ke pengurangan tenaga kerja. Itu yang tidak kita harapkan," tandasnya.

Baca juga : Pemerintah Mau Full Mobil Listrik, 47 Persen Industri Komponen Terancam

Terkait capping harga, Komaidi mengatakan kalau pun tidak sama dengan PLN di level 70 dolar AS per metric ton, bisa lebih tinggi misalnya 80 dolar AS per ton. "Poinnya adalah industri non kelistrikan umum perlu diberi harga DMO. Apakah sama dengan PLN atau tidak, tergantung pertimbangan pemerintah di dalam memberikan fasilitas tersebut,” ujarnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.