Dark/Light Mode

Kejar Ketinggalan Imunisasi Dasar, BGS Janji Digitalisasi Dan Gandeng Klinik Swasta

Minggu, 2 Januari 2022 08:52 WIB
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Foto Patra/RM)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Foto Patra/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah mengakui, capaian imunisasi anak Indonesia mengalami penurunan selama pandemi Covid-19. Soalnya, semua tenaga kesehatan (nakes) fokus menangani vaksinasi Corona, supaya pandemi segera berakhir.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut, imunisasi dasar lengkap usia 12-23 tahun belum memenuhi target. Berdasarkan data Kemenkes per Oktober 2021, cakupan imunisasi dasar lengkap baru mencapai 58,4 persen dari target 79,1 persen. “Semua nakes fokus ke vaksinasi Covid sehingga (imunisasi dasar lengkap) sangat tertinggal,” kata Budi.

Menurutnya, imunisasi dasar ini merupakan hal yang penting. Karena itu, dia berjanji akan memperhatikannya. “Saya melihat juga ini agak bahaya. Melihat bahwa masa depan yang harus kita proteksi,” tutur eks Direktur Utama PT Inalum (Persero) itu.

Baca juga : Jaringan Komunikasi Di Sirkuit Mandalika Dijamin Anti Lelet

Untuk mengejar ketertinggalan imunisasi dasar anak, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengintegrasikan sistem informasi vaksinasi Covid-19 dengan imunisasi dasar seperti polio, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis, campak, dan rubela. “Semua sistem informasi vaksinasi akan kita jadikan satu dengan Covid. Hanya Covid yang sistem informasinya bagus,” terang Budi.

Selain itu, Kemenkes juga akan memperlebar pelayanan imunisasi dasar. Imunisasi dasar akan dibuka di klinik-klinik swasta, yang jumlahnya lebih banyak dibanding puskesmas. Dengan begitu, capaian imunisasi dasar bisa digenjot. Upaya lain yang dilakukan Kemenkes, adalah mendigitalisasi sistem registrasi vaksinasi dan imunisasi dasar. Tujuannya, memudahkan Puskesmas mengetahui orang yang sudah divaksin dan mendapat imunisasi dasar dengan yang belum.

“Kita bisa lihat secara geotagging itu mau kita di Google Maps rumah-rumah mana sih yang belum vaksinasi. Dengan demikian kita bisa membantu mempercepat program vaksinasi. Kita nanti kita bekerja sama dengan Dukcapil,” jelas mantan Wakil Menteri BUMN ini.

Baca juga : Lantik Pejabat Tinggi Madya, Airlangga Tekankan Inovasi, Integritas Dan Profesionalitas

Secara terpisah, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, cakupan vaksinasi nasional sepanjang 2021 tak sampai 60 persen. Kondisi ini dinilai sangat berbahaya karena bisa menyebabkan kejadian luar biasa dengan meningkatkan risiko penyakit yang bisa menyebabkan kecacatan atau kematian.

Menurutnya, imunisasi dasar untuk anak tetap harus didapatkan di tengah vaksinasi Covid19 yang digalakkan pemerintah. “Imunisasi dasar jangan sampai dilupakan karena memburu vaksinasi Covid-19. Karena ketika imunisasi itu sudah menjadi program pemerintah, maka biasanya yang dicegah penyakit yang bisa menyebabkan kecacatan atau meninggal,” ingat Piprim.

Meski berbahaya, risiko anak meninggal karena Covid19 tergolong rendah, apalagi jika anak tak memiliki penyakit penyerta. Sementara, infeksi akibat virus yang seharusnya ditangkal dengan imunisasi, bisa mengancam jiwa anak.

Baca juga : Bobby: Digitalisasi Keuangan Modal UMKM Naik Kelas

“Kalau dibandingkan dengan Covid-19, difteri, campak, polio ini lebih berbahaya. Walaupun mungkin penularannya tidak seheboh Covid-19. Kalau kita hanya sibuk konsentrasi pada vaksinasi Covid-19 ini justru bisa menimbulkan KLB lain yang sebetulnya sudah bisa dikendalikan,” bebernya. [DIR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.