Dark/Light Mode

BNPT: Pesantren Terafiliasi Jaringan Teror Hanya 0,007 Persen

Minggu, 30 Januari 2022 13:39 WIB
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid (Foto: Dok. BNPT)
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid (Foto: Dok. BNPT)

 Sebelumnya 
Indikasi Pesantren Terafiliasi Teroris 
Nurwakhid menyatakan, masyarakat perlu diberikan informasi dan pemahaman terhadap keberadaan pesantren yang terindikasi memiliki afiliasi dengan jaringan terorisme. Pengetahuan ini penting disampaikan. Di samping sebagai bentuk pembangunan deteksi dini dan kewaspadaan, juga sebagai landasan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan yang kredibel. 

Ia lalu mengungkapkan beberapa indikator pesantren yang disebut terafiliasi dengan jaringan terorisme. Pertama, pesantren yang secara ideologis terafiliasi dengan ideologi jaringan terorisme, dan atau melakukan kegiatan ataupun aktivitas bersama di bidang politik maupun sosial keagamaan. 

Baca juga : Ulama Khawatir Citra Pesantren Jadi Rusak

Kedua, pesantren yang secara ideologis maupun organisasi terafiliasi dengan jaringan terorisme sebagai strategi kamuflase atau siasat menyembunyikan diri dan agendanya (taqiyah) dan atau strategi tamkin, yaitu strategi penguasaan wilayah ataupun pengaruh dengan mengembangkan jaringan ataupun menginfiltrasi ke organisasi maupun institusi lain. 

Ketiga, pesantren yang oknum pengurus dan atau para santri dari lembaga tersebut terkoneksi atau terafiliasi dengan jaringan terorisme. Keempat, pesantren yang terkoneksi atau terafiliasi dalam pendanaan maupun distribusi logistik dengan jaringan terorisme. 

Baca juga : Kemenperin Fasilitasi Kemitraan IKM Dengan Perhotelan

Di samping kategori yang terafiliasi dengan jaringan terorisme, ungkapnya, hal yang tidak kalah bahayanya dan penting untuk diketahui masyarakat adalah keberadaan pesantren yang memiliki corak pengajaran dan pendidikan yang mengarah pada pemikiran radikalisme. Setidaknya ada lima indikator yang mencirikan pesantren masuk dalam kategori tersebut. 

“Pertama, mengajarkan paham takfiri dengan mengkafirkan pihak lain yang berbeda pandangan maupun berbeda agama. Kedua, bersikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleran terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas),” ungkapnya.

Baca juga : Slot Kapal Terbatas Bakal Jadi Ancaman Terhambatnya Ekspor

Ketiga, mengajarkan doktrin dan ajaran anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional. Keempat, memiliki sikap politik anti pemimpin atau pemerintahan yang sah dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat (public distrust) terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, sebaran hoaks dan konten lainnya yang mengarah memecah belah persatuan. “Kelima, pesantren yang pada umumnya memiliki pemahaman antibudaya ataupun anti-kearifan lokal masyarakat,” urainya.

Kembali pada data yang sempat mengundang polemik tersebut, Nurwakhid mengatakan, cara pandang yang harus dibangun bukan tujuan menstigmatisasi, tetapi mensterilisasi citra baik pesantren dari keberadaan oknum pesantren yang memiliki keterkaitan dengan jaringan teror dan atau mengajarkan pemahaman yang radikal. “Pesantren bukan hanya pilar peradaban Islam di nusantara, tetapi juga fondasi bagi kemajuan negara dan bangsa ini. Khittah pesantren adalah lembaga yang menjaga harmoni antara Islam dan kebangsaan,” jelas Ahmad Nurwakhid. [WUR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.