Dark/Light Mode

Atasi Koperasi Bermasalah, Menteri Teten Gaet Menkumham Yasonna

Selasa, 12 April 2022 10:28 WIB
Menkop UKM Teten Masduki (kiri) dan Menkumham Yasonna Laoly. (Foto: ist)
Menkop UKM Teten Masduki (kiri) dan Menkumham Yasonna Laoly. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Teten Masduki bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyepakati tiga hal mendasar penguatan dan pengembangan koperasi, khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum. 

Ketiga poin itu yaitu, koordinasi penguatan perizinan Koperasi Simpan Pinjam (KSP), penanganan KSP dalam PKPU, hingga UU Perkoperasian.

Hal itu hasil audiensi Menkop UKM Teten Masduki dan Menkumham Yasonna Laoly, Senin (11/4). Dalam pertemuan itu hadir Sekretaris Kemenkop UKM Arif Rahman Hakim, Deputi Bidang Perkoperasian Ahmad Zabadi, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Ekonomi Kerakyatan, Riza Damanik, Staf Khusus Menteri Koperasi Bidang Hukum, Pengawasan Koperasi dan Pembiayaan, Agus Santoso.

Dalam pembicaraan tersebut, Yasonna berpandangan, perlu Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menkop UKM dengan Menkumham tentang pengaturan lebih lanjut terhadap proses pemberian izin KSP. Antara lain, Notaris wajib terlebih dahulu meminta rekomendasi dari Deputi Perkoperasian sebelum menyusun Akta Pendirian Badan Hukum Koperasi.

Baca juga : Krisis Ekonomi Memburuk Menteri Sri Lanka Mundur Berjamaah

Kedua, kewenangan Pendirian Badan Hukum tetap merupakan kewenangan Kementerian Hukum HAM. Ketiga, Izin usaha simpan pinjam tetap merupakan kewenangan BKPM.

Teten mengatakan, rekomendasi Deputi Perkoperasian, antara lain akan menyangkut aturan permodalan, persyaratan dalam rangka fit and proper test calon pengurus KSP, persyaratan bahwa pendiri tidak terafiliasi dengan industri keuangan, dan mengajukan business plan yang feasible.

"Agar Deputi Perkoperasian bersama Biro Hukum dan Kerja Sama berkoordinasi dengan Dirjen AHU (Administrasi Hukum Umum) untuk menyiapkan draft SKB dimaksud," ujar Teten dalam keterangan resminya, Selasa (12/4).

Menyangkut penanganan KSP dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Yasonna memiliki pandangan serupa dengan Teten. Menurut Yasonna, praktek UU PKPU terhadap KSP tidak memberikan perlindungan yang cukup atas pengembalian simpanan anggota koperasi. 

Baca juga : Donasi Rakyat Indonesia Tekah Di Terima Pengungsi Palestina Di Yordania

“Minggu depan dapat dijadwalkan pertemuan antara Menteri Hukum dan HAM, bersama Menteri Koperasi dan UKM dengan Ketua Mahkamah Agung (MA). Tujuannya, untuk berkonsultasi kepada Mahkamah Agung apakah memungkinkan untuk membuat pedoman bagi para Hakim Pengadilan Niaga, berupa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA),” ujarnya.

Teten juga berharap Hakim Pengadilan Niaga sangat berhati hati untuk mengabulkan permohonan PKPU terhadap KSP. Selain itu, dalam hal terjadi lagi putusan PKPU terhadap KSP, perlu dipikirkan pula apakah kepada para Hakim dapat diberi pedoman agar putusan PKPU Pengadilan dapat memberi kewenangan pemberesan kepada Pemerintah, Balai Harta Peninggalan (BHP).

Selain itu, Hakim Pengadilan Niaga sepatutnya memutuskan PKPU atas dasar jumlah aset yang dimiliki KSP (asset based resolution), sehingga ada kepastian bahwa aset KSP yang ditangani tim pemberes (BHP) akan mencukupi tagihan pembayarannya.

"Deputi Perkoperasian dan Kasatgas bersama Dirjen AHU akan segera menyiapkan bahan dan menjadwalkan pertemuan dimaksud," ucap Teten.

Baca juga : Tekan Impor, Menteri Teten Pastikan UMKM Bisa Penuhi Kebutuhan Dalam Negeri

Teten menambahkan, atas dasar pertemuan dengan MA, akan dilakukan pertemuan dengan Menko Polhukam, Menteri Koperasi dan UKM, serta Kapolri untuk membahas aspek penegakan hukum terkait 8 KSP yang saat ini dalam PKPU.

Sementara itu, menyangkut Hak Inisiatif Pemerintah untuk menyusun RUU Perkoperasian yang baru, Yasonna mengatakan, bahwa sifat pengajuannya adalah berdasarkan Kumulatif Terbuka. 

Sehingga RUU Perkoperasian ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di luar tahapan Prolegnas yang bersifat umum, tetapi atas dasar akibat putusan Mahkamah Konstitusi (pasal 23 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan). 

Disebut Kumulatif karena bersifat tambahan, dan terbuka karena dapat diajukan kapan saja. "Tentang pengajuan RUU Perkoperasian ini Sekretaris Kementerian, Biro Hukum dan Kerja Sama, serta Deputi Perkoperasian agar berkoordinasi dengan Dirjen PP (Peraturan Perundang-undangan)," pungkas Teten. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.