Dark/Light Mode

Cegah Korupsi Penerimaan Maba, KPK Sampaikan 5 Rekomendasi

Kamis, 18 Mei 2023 17:10 WIB
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan (Foto: Oktavian/Rakyat Merdeka)
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan (Foto: Oktavian/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengupayakan pencegahan potensi korupsi di sektor pendidikan. Di antaranya, melalui kajian untuk perbaikan tata kelola pendidikan di Indonesia.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyampaikan, pendidikan tinggi adalah jenjang diujinya pendidikan korupsi.

Adanya beberapa kasus korupsi dalam Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) beberapa tahun terakhir, menjadi penanda rentannya tata kelola perguruan tinggi di Indonesia.

"Yang kita ingin lakukan adalah membangun tata kelola yang baik. Kuncinya adalah transparan, sehingga kepercayaan publik tinggi dan risiko korupsi bisa kita tekan," jelas Pahala dalam pemaparan Kajian Mitigasi Korupsi pada Tata Kelola PMB Tahun 2022 dan 2023, Rabu (17/5).

KPK mengingatkan, sumber daya perguruan tinggi yang berpotensi masuk ke dunia kerja, rentan terjadi penyuapan serta gratifikasi.

Pada September-Desember 2022 KPK melakukan kajian dengan mengambil tujuh sampel PTN dari Kemendikbudristek dan enam PTN dari Kemenag.

Kemudian, dilakukan pula pendalaman dengan 6 sampel PTN pada bulan Maret 2023.

Baca juga : Soroti Banyaknya Jalan Rusak, KPK Beberkan Biang Keroknya

KPK memfokuskan kajian pada penerimaan mahasiswa baru tahun 2020-2022 dalam program studi S1 Fakultas Kedokteran, Teknik, dan Ekonomi.

Dalam hasil kajian ditemukan beberapa permasalahan. Pertama, adanya ketidakpatuhan PTN terhadap kuota penerimaan mahasiswa khususnya jalur mandiri.

Kedua, mahasiswa yang diterima pada jalur Mandiri tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh PTN (ranking/kriteria lain).

Selanjutnya, ketiga, praktik penentuan kelulusan sentralistik oleh seorang Rektor cenderung tidak akuntabel. Keempat, besarnya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sebagai penentu kelulusan.

Berikutnya, kelima, tidak transparan dan akuntabel-nya praktik alokasi “bina lingkungan” dalam penerimaan mahasiswa baru.

Keenam, adanya ketidakvalidan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat pengawasan dan dasar pengambilan kebijakan.

"Kami masih menemukan adanya disparitas praktik antar-perguruan tinggi yang kita nilai bahaya. Kita masih menemukan juga rektor penentu tunggal afirmasi," ungkapnya.

Baca juga : Cegah Potensi Gangguan Keamanan, BNPT Bakal Luncurkan Desa Siap Siaga

Oleh karena itu, sebagai upaya pencegahan potensi korupsi menjelang masa Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) tahun 2023, KPK memberikan beberapa rekomendasi yang dihaarapkan dapat membantu pengelolaan PMB yang bersih dan bebas korupsi.

Pertama, mewajibkan PTN untuk meningkatkan transparansi pada seleksi jalur mandiri.

"Baik jumlah kuota penerimaan, kriteria dan mekanisme penilaian, serta afirmasi diumumkan secara detail sebelum seleksi dilaksanakan," tutur Pahala.

Kedua, menyatakan bahwa besaran SPI tidak menjadi penentu kelulusan. Besaran SPI diterapkan berbasis kemampuan sosial ekonomi keluarga mahasiswa seperti penerapan UKT.

Rekomendasi ketiga, PTN membangun sistem otomasi dalam penentuan kelulusan PMB.

"Rektor tidak menjadi penentu tunggal. Tapi membangun mekanisme kolektif dalam pengambilan keputusan akhir PMB," ucap Pahala.

Kemudian, keempat, Dirjen Dikti memberi sanksi administratif yang lebih tegas bagi PTN yang melanggar ketentuan PMB.

Baca juga : Cegah Karhutla, APP Sinar Mas Tambah 3 Helikopter Water Bombing

Dan kelima, memperbaiki akurasi dan validitas data PD-DIKTI baik di tingkat PTN maupun nasional serta mendayagunakannya sebagai alat kontrol dan evaluasi pelaksanaan PMB.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam menyampaikan apresiasinya terhadap kajian yang dilakukan KPK.

Ia menyampaikan, fungsi perguruan tinggi adalah memberi akses secara inklusif bagi anak bangsa, tidak memandang latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya. Namun, dalam pelaksanaannya, hanya 28 persen yang dapat dicover pemerintah.

Sehingga perlu gotong royong, melalui subsidi, skema lain seperti UKT, dan jalur mandiri dengan penggalangan dana yang disesuaikan dengan kemampuan orang tua mahasiswa. Hal ini yang nyatanya menjadi permasalahan.

"Mohon dikawal agar proses seleksi masuk perguruan tinggi bisa aman dan baik bagi masyarakat maupun untuk dunia pendidikan," pinta Nizam.

Pemaparan kajian ini berlangsung via Zoom dan dihadiri Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) dan para anggotanya di seluruh Indonesia.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.