Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Soal RKUHP Tentang Penyiaran Berita Bohong dan Berita Tidak Pasti

Yasonna: Pers Tidak Dijerat Hukum Pidana

Jumat, 20 September 2019 19:39 WIB
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly (Foto: Rizky Syahputra)
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly (Foto: Rizky Syahputra)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemidanaan terkait penyiaran berita bohong dan berita tidak pasti, seperti yang termuat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), mendapat sorotan dari masyarakat. Banyak yang resah, penerapan aturan tersebut berimbas pada kemerdekaan pers. 

Menanggapi hal ini, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan, hal diterapkan jika seseorang menimbulkan keonaran yang besar.

Menurutnya, pemidanaan tidak dapat dikenakan kepada pers yang memberitakan pandangan tersebut. Sebab, dalam hal ini, yang berlaku adalah UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 sebagai hukum yang berlaku khusus (lex specialist).

Baca juga : Yasonna: Bukan Dipenjara, Tapi Dilatih Untuk Bekerja

Ketentuan tersebut hanya bisa diterapkan terhadap seseorang, yang menimbulkan keonaran besar.

"Dia harus menimbulkan akibat yang besar. Dampak yang besar," ujar Menkumham Yasonna Laoly dalam jumpa pers di Kemenkumham, Jumat (20/9).

Terkait hal ini, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Prof Muladi menambahkan, pasal-pasal terkait penyiaran berita bohong dalam RKUHP, sebelumnya sudah diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Baca juga : Wiranto Dituding Tidak Peka Dengan Penderitaan Rakyat

Muladi yang menjadi salah satu tim ahli yang menyusun RKUHP itu mengakui, pasal yang terdapat dalam RKUHP sebenarnya adalah peraturan yang diambil dari Undang-Undang yang berlaku pasca kemerdekaan. 

UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana itu terbit dengan pertimbangan, saat itu negara belum dapat membentuk sebuah Undang-Undang Pidana yang baru. Sehingga, menggunakan hukum pidana yang sudah ada sejak zaman penjajahan, dan disesuaikan dengan keadaan.

"Waktu geger Pemilu kan dipakai pasal itu. Kami perbaiki dalam perumusan RKUHP dari temuan atas itu," ujar Muladi. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.