Dark/Light Mode

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia No 3 di G20, Jokowi: Kita Harus Optimis

Kamis, 28 November 2019 14:21 WIB
Presiden Jokowi (Foto: Twitter Jokowi)
Presiden Jokowi (Foto: Twitter Jokowi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Jokowi mengemukakan, dibandingkan dengan negara-negara lain. Terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, Indonesia dalam kondisi lebih baik. Ia menyebutkan, di negara-negara anggota Group 20 (G20), pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada posisi ranking yang ketiga. 

“Ini yang patut kita syukuri dan yang sering kita lupakan. Nomor 3, di bawah India dan China, baru Indonesia. Sehingga rasa optimisme ini harus terus kita kembangkan. Jangan sampai kita itu selalu berada pada posisi kelihatan tertekan,” kata Presiden Jokowi pada Pembukaan Kompas100 CEO Forum Tahun 2019, di Grand Ballroom Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta Pusat, Kamis pagi (28/11) seperti dikutip setkab.go.id. 

Menurut Presiden, semua negara sekarang ini tertekan oleh kondisi eksternal. Seperti pertumbuhan ekonomi global yang melambat, perang dagang yang tidak semakin jelas, masalah-masalah yang ada di Amerika Latin, masalah Brexit, masalah-masalah yang ada di Timur Tengah, di dekat Indonesia ada masalah Hong Kong yang enggak selesai-selesai. 

Baca juga : Jokowi Janjikan Bonus Khusus

Tapi, Presiden meyakini, kalau berkonsentrasi menghadapi tantangan-tantangan internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin baik. Pertumbuhan ekonomi tahun ini, diakui Presiden, mungkin masih berada 5,04 persen atau 5,05 persen. Sementara tahun depan, dengan kondisi ekonomi global yang menurut Bank Dunia dan menurut IMF, kemungkinan bisa turun lagi karena persoalan-persoalan yang ada belum bisa diselesaikan. 

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi itu, pihak swasta harus aktif. Sebab, APBN itu hanya memengaruhi kurang lebih 14 persen dalam ekonomi nasional.  

“Artinya apa? (Sebanyak) 86 persen baik yang itu namanya perputaran uang, baik itu yang namanya ekonomi, itu berada di sektor swasta yang di dalamnya termasuk BUMN. Artinya apa? APBN itu hanya memacu, memicu, men-trigger, menstimulasi agar ekonomi kita bisa bergerak. Tetapi, 86 persen yang menentukan adalah swasta dan BUMN,” jelas Presiden. 

Baca juga : CIMB Niaga: Perekonomian 2020 Menantang, Pelaku Pasar Harus Tetap Optimis

Terkait rasio defisit terhadap PDB, menurut Presiden, pemerintah sangat hati-hati kalau dibandingkan negara-negara lain. Tahun ini, dalam APBN, pemerinah memasang angka di 1,9. Tetapi kemungkinan nanti angka menyentuh angka 2 lebih sedikit. “Tahun depan kita memasang di angka 1,7 tetapi mungkin juga bergerak, tetapi paling tidak itu masih semuanya masih prudent di bawah angka 3 atau 2,5,” ujar Presiden. 

Mengenai inflasi, menurut Presiden, selama 5 tahun ini dapat dijaga pada posisi kurang lebih di angka 3,5 persen. Sebelumnya, angka inflasi sering mencapai 8 atau 9 persen. “Ini terus harus kita jaga bersama-sama, terutama di Bank Indonesia dalam menjaga inflasi ini,” tutur Presiden. 

Mengenai tingkat kemiskinan, menurut Presiden, ini tantangan besar. Angka kemiskinan 5 tahun yang lalu masih 11,2 persen. Saat ini, angka itu sudah turun menjadi 9,4-9,6 persen. 

Baca juga : Sidang IMO ke-31, Indonesia Bidik Keanggotaan Lagi

Sedangkan tingkat ketimpangan, gini rasio, juga bisa disetop dan diturunkan meskipun juga tidak bisa drastis. Presiden Jokowi menyampaikan, dari angka 0,408 di 2015 bisa diturunkan berada pada angka 0,38. “Ini terus akan kita jaga agara berkurang, berkurang, berkurang ketimpangan kita,” kata Presiden Jokowi. [USU

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.